“Ri aku mau nanya dong, tapi kalau kamu keberatan jawab bilang aja ya,” ujar Zefa membuka percakapan mereka malam itu saat keduanya tengah menikmati makan malam di ruangan Rio.
“Nanya apa?”
“Soal Berli.”
“Berli?” Zefa mengangguk. “Ada apa sama Berli?”
“Kamu deket sama dia?”
“Iya, dia rekan kerja aku. Aku kayanya udah pernah cerita deh.”
“Bukan bukan, maksudnya deket sebagai perempuan sama laki-laki?”
“Gimana?” Rio memajukan wajahnya. Kedua tangannya yang memegang alat makan, menempel di atas meja dengan sedikit terangkat.
“Aku tahu mantan kamu cuma satu, tapi kamu pernah terlibat perasaan nggak sama Berli? Misal dia mantan gebetan kamu gitu, atau dia pernah suka sama kamu.”
“Nggak, kenapa emang? Kamu denger gosip apa?” Zefa langsung nyengir. Tahu saja Rio kalau Zefa memang baru saja menguping pembicaraan orang lain.
“Nggak sih, cuma kayanya pegawai kamu banyak yang ngira kamu deket banget sama Berli.”
Rio sudah kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil tetap menyimak ucapan Zefa. “Aku nggak tau kalau Berli pernah punya rasa atau nggak sama aku, tapi aku nggak pernah. Dia cuma rekan kerja aku, dan di luar itu kita cuma temen nggak lebih.”
“Ehm ... okey.” Zefa ngangguk-angguk, tapi jelas sekali kalau wanita itu tampak tidak puas dengan jawaban Rio.
“Aku bukan cowok yang suka main-main di belakang Ze, aku juga nggak punya masa lalu yang belum selesai, dan lebih dari apapun aku udah berkomitmen sama Tuhan buat jadi suami kamu. Jadi, aku harap kamu bisa percaya sama aku daripada apapun gosip-gosip yang ada di luar sana.”
“Maaf, aku bukannya bermaksud ngeraguin kamu. Aku cuma penasaran aja serius.” Wajah Zefa yang mendadak panik, terlihat lucu di mata Rio. Karenanya lelaki itu terkekeh pelan.
“It's okay Ze, tapi aku juga seneng kamu mau nanya langsung kaya gini ke aku. Lain kali kalau ada hal yang bikin kamu kepikiran, langsung tanyain aja ya biar kita nggak ada salah paham.”
“Siap bos!” jawab Zefa diiringi senyuman kecil. Sepertinya dia harus puas dengan jawaban Rio saat ini, mungkin diantara mereka memang tidak ada apa-apa, mungkin hanya Zefa sendiri yang terlalu overthinking.
“Anyway, aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu.” Dua menit kemudian Rio kembali bersuara.
“Soal?” Zefa mengangkat wajahnya sembari meneguk minumannya perlahan.
“Menurut kamu kalau kita punya anak gimana?”
Uhuk
Rio bertanya tanpa basa basi membuat Zefa langsung tersedak karenanya. Air minumnya masuk ke hidung, dia batuk-batuk sambil menutup mulutnya.
Rio panik. Dia segera menyodorkan kotak tissue pada Zefa. Tidak disangka topik yang dia bawa akan semengejutkan itu untuk Zefa. Rio jadi merasa sedikit bersalah.
“Maaf, barusan kamu bilang apa?” tanya Zefa setelah kondisinya baik-baik saja. Dia merasa harus memastikan lagi takut-takut pendengarannya bermasalah. Habisnya masa Rio tiba-tiba bahas soal anak sih disaat dia sendiri yang pernah bilang akan memulai hubungan mereka pelan-pelan.
“Ehm ... itu ...,” Rio menatapnya ragu-ragu, “menurutmu ... kalau kita punya anak gimana?”
Gimana, gimana maksudnya?
Zefa berteriak dalam hati. Pendengarannya tidak salah, Rio memang sedang membahas soal anak, terus Zefa harus jawab apa? Dia sendiri belum berpikir sampai sana. Adaptasi dengan kehidupan pernikahan saja belum tuntas, sekarang nambah soal anak? Uh, tidak. Zefa tidak mau, dia tidak siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Neapolitan: Strawberry
RomansaMelihat mantan menikah itu sudah biasa, tapi bagaimana jika kamu disuruh menikah dengan mantan? Tunggu testimoni dari Zefania untuk jawabannya. [Special collaboration] Romance | Marriage Life ✍ 02 Januari - 14 September 2022 ©Dkatriana