"Sampai kapan sih lo mau tinggal di rumah itu?" Nayla menatap Aurora dengan tatapan kesalnya, adik Nova itu tengah mengompres lengan Aurora yang memerah akibat pukulan Aldi, akibat dari tak memberi uang pada pria itu.
Aurora meringis pelan, sedikit menggeleng, padahal jujur saja, ia tengah menahan tangisnya. Lengannya tidak luka, tetapi lagi-lagi lebam yang tampak sama dengan lebam lainnya, gadis itu sesekali melirik Nayla, sahabatnya tengah menutup botol revanol yang mereka gunakan tadi.
"Gue gedek banget, serius. Gue capek liat badan lo luka-luka begini!" Suara Nayla sedikit bergetar. Selama dua tahun bersahabat, baru kali ini ia melihat lebam yang ada di seluruh tubuh Aurora, si anak tunggal yang tinggal bersama single fathernya.
Aurora tersenyum samar, Nayla terlihat sangat kesal sejak tadi. Keduanya diam sejenak, Aurora memikirkan gelangnya yang belum dikembalikan Noah, si pemuda pemaksa itu.
Nayla mengangkat sebelah alisnya, sedikit heran karena tak melihat keberadaan gelang kupu-kupu milik Aurora, "gelang lo mana?" tanyanya seraya mengembalikan posisi kursinya seperti semula.
"Itu— anu, gelang gue ketinggalan," sanggahnya. Tidak mungkin kan ia bilang kalau gelangnya ada pada guru mereka. Nayla mengangguk paham. Dari jauh seorang gadis dengan seragam yang sama berjalan kearah mereka, dengan sebotol minuman.
"Ra, masih jualan gelang kan?" tanya gadis itu, Aurora mengangguk seraya menoleh.
"Gue pesen deh, warna hitam, dua ya." Aurora mengangguk sambil tersenyum.
🪐🪐🪐
Sudah jam istirahat, Aurora berjalan kearah kamar mandi, gadis itu berniat mencuci tangannya setelah membuang sampah kelas, bukan piket, hanya saja ia sedikit risih melihat sampah yang berserakan.
"Gak ada yang risih apa sampah sebanyak itu?" Monolognya. Ia sedikit merapikan anak rambutnya yang sedikit memberikan kesan berantakan, sambil bernyanyi-nyanyi sendiri.
Ia sampai tak menyadari seseorang masuk mendekatinya, lalu menarik gadis itu masuk kedalam salah satu kamar mandi. Percayalah, Aurora bahkan tak bisa berteriak karena terkejut.
Aurora merasakan sebuah tangan kekar yang menahan punggungnya, gadis itu cepat-cepat mendongak, bersiap mengeluarkan sumpah serapahnya.
"Lo—" Matanya terbelalak sempurna, pemuda dengan kemeja hitamnya tengah tersenyum miring menatapnya. Oh jangan lupakan tangan kekar yang semakin menariknya untuk mendekat.
"Diam." Noah menatap tepat pada manik mata Aurora, pemuda itu berhasil membuat jantung Aurora berhenti berdetak sejenak.
"Pak, ngapain disini?" ucap Aurora seraya mendorong pelan dada Noah, berusaha melepas dekapan Noah, bukan dilepas pemuda itu malah semakin mengeratkan dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ SELESAI ]
Teen FictionUntuk sesaat Noah terpaku, dihadapannya berdiri seorang gadis berseragam sekolah, dengan rambut terikat. Senyum pemuda itu terbit seketika, seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang. ***** Noah Atreo, menjadi seorang guru di sebuah sekolah menengah a...