Setelah empat hari tidak masuk, Noah akhirnya kembali ke kantor dengan wajah seperti biasa, datar dan mengintimidasi. Pemuda berjas coklat itu bahkan tidak menyapa balik karyawannya, ia hanya menoleh lalu kembali berjalan.
Arthur yang berjalan di samping pemuda itu membalas sapaan para karyawan, tangannya memegang sebuah tablet dan sebuah pulpen.
Keduanya masuk ke dalam lift, menuju lantai delapan dimana ruangan Noah berada, perusahaan yang di berikan oleh Nathan ini sudah berjalan hampir tiga tahun di tangan Noah, sedangkan pemilik aslinya kini tengah membangun bisnis baru.
Lorong yang kosong membuat Arthur sedikit takut. Pasalnya, di lantai delapan hanya ada ruang kerja Noah, rencananya Arthur ingin mengusulkan beberapa bodyguard untuk menjaga lorong itu.
"Jadwal saya apa saja?" tanya Noah. Pemuda itu membuka jas nya, meletakkan jas tersebut di kursinya lalu menggulung kemeja nya sebatas siku.
Arthur membuka tablet di tangannya, membuka file berisi jadwal Noah hari ini, "ada meeting sekitar jam dua," jawab Arthur. Noah mengangguk. Aurora masih belum masuk sekolah, itu artinya ia tidak perlu menjemput gadis itu.
"Materi yang saya suruh buat, mana?" Arthur berlari kecil ke ruangannya, mengambil dua buah map lalu menyerahkannya pada Noah.
Pemuda itu membukanya, membacanya dengan seksama, lalu meminta Arthur mendekat. "Kamu yakin seperti ini?" Noah menunjuk salah satu kertas yang ia rasa tidak cocok dengan materinya, Arthur mengangguk, mengambil kembali dokumen itu dan meninggalkan Noah sendiri.
Pemuda itu membuka laptopnya, mengecek beberapa email yang masuk, seraya mengecek laporan keuangan selama empat hari kemarin.
Tak lama, Arthur kembali dengan dokumen yang sama di tangannya, Noah meraih dokumen itu dan menyuruh Arthur pergi.
"Meeting dimana?" tanya Noah. Pandangannya tak beralih dari dokumen yang ia periksa, diam-diam Arthur menghela napas. "Klien minta untuk meeting di cafe Matahari." Noah mengangguk sebagai jawaban.
Sepeninggal Arthur, Noah kembali disibukkan dengan beberapa karyawan yang meminta tanda tangannya, bahkan Arthur sempat dititipi laporan karena Noah merasa bosan melihat mereka.
Noah mengambil ponselnya, menghubungi nomor Aurora, beberapa hari sebelumnya Winda sempat membelikan gadis itu ponsel, karena akan sulit menghubungi Aurora jika gadis itu tak memiliki ponsel.
Noah tersenyum ketika mendengar suara Aurora. Sebenarnya, pemuda itu menolak Aurora ketika gadis itu memaksanya untuk kembali bekerja. Namun, ancaman Aurora langsung membuatnya kicep.
"Kamu kenapa?"
"No, Saya mau dengar suara kamu."
"Serius, Noah." Suara Aurora terdengar kesal.
"Tidak boleh?" Noah bersiap untuk memastikan ponselnya jika saja Aurora benar-benar menjawab iya.
"Enggak, aku kira kamu kenapa, kerja dulu, nanti telfon aku lagi." Belum sempat Noah menjawab, Aurora sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon secara sepihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ SELESAI ]
Teen FictionUntuk sesaat Noah terpaku, dihadapannya berdiri seorang gadis berseragam sekolah, dengan rambut terikat. Senyum pemuda itu terbit seketika, seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang. ***** Noah Atreo, menjadi seorang guru di sebuah sekolah menengah a...