Nayla menggenggam jemari Nova, pemuda berumur dua puluh tiga tahun itu baru saja mengalami kecelakaan, tubuh Nayla bergetar hebat saat mendengar berita itu, sahabat Nova baru mengabari gadis itu sekitar pukul sembilan malam, membuat Nayla cepat-cepat menyusul ke rumah sakit.
Gadis itu berulang kali menatap ponselnya, menunggu telepon dari orang tuanya, Nayla sedikit kesal ketika harus mengetahui fakta bahwa orang tuanya lebih mementingkan pekerjaan daripada Nova.
Ayah dan Ibu gadis itu tengah berada di Bandung, mengunjungi proyek yang sedikit bermasalah.
Nayla menoleh kearah Nova saat merasa pemuda itu memegang tangannya, "Abang mau minum? Nay ambilin dulu." Nayla meraih segelas air putih yang ada di nakas, membantu Nova untuk minum lalu mengembalikan air itu pada tempatnya lagi.
Wajah Nova dipenuhi luka, bahkan ada beberapa jahitan di tangan dan kakinya, membuat pemuda itu sedikit kesulitan untuk bergerak. Keduanya diam, kakak beradik itu sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Mama sama Papa lagi di jalan, Nay hari ini izin gak mas—"
"Kenapa gak sekolah?" Suara berat Nova memotong ucapan Nayla, gadis itu tahu, Nova pasti akan marah jika ia tidak berangkat ke sekolah.
"Nay jagain ab—"
"Abang gak papa," sela Nova lagi. Pemuda itu mencoba merubah posisinya untuk duduk, Nayla membantunya sambil menghela napas berat.
"Gak papa gimana? Abang gak tau gimana paniknya Nay waktu tau Abang kecelakaan! Nay panik, Nay gak mau Abang kaya du—" Nova menarik adik perempuannya itu ke dalam pelukannya, Nayla adik kesayangannya, adik perempuan yang paling ia sayang.
"Abang minta maaf, Nay jangan nangis dong, masa adik Abang nangis sih." Nova mencubit pelan pipi Nayla.
Keduanya menoleh kearah pintu saat merasa seseorang membuka pintu kamar, Nayla berlari kearah pintu saat melihat Ibunya masuk dengan wajah panik.
"Nova gak papa, sayang? Mana yang sakit nak? Bilang sama Mama." Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca, anak sulungnya terlihat kesakitan saat ia memegang salah satu luka jahitannya.
"Masih mau bawa motor?" tanya sang Ayah. Nova menoleh dan menatap tepat pada manik mata Ayahnya, keduanya saling beradu tatapan, mereka memang tidak terlalu dekat, hanya Nayla yang dekat dengan Ayahnya.
"Pa, apaan sih! Anak kamu lagi sakit, jangan marah-marah!" Wanita bernama Nada itu menatap kesal kearah suaminya, Nalu.
Nova tak menjawab pertanyaan Nalu, pemuda itu meraih tangan Nada, meminta maaf karena telah membuat wanita itu khawatir. Nalu mendengus kesal, istrinya selalu membela Nova, bahkan disaat seperti ini, niatnya ingin menasehati anak sulungnya itu, tapi malah ia yang dimarahi.
Nayla berdiri dibelakang Nada, mengode pada Nova untuk keluar sebentar, ada seseorang yang harus ia temui.
"Nay keluar bentar, nanti Nay balik lagi." Nova mengangkat sebelah alisnya, rasanya tidak tenang jika membiarkan Nayla keluar, apalagi sudah pukul sebelas malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ SELESAI ]
Novela JuvenilUntuk sesaat Noah terpaku, dihadapannya berdiri seorang gadis berseragam sekolah, dengan rambut terikat. Senyum pemuda itu terbit seketika, seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang. ***** Noah Atreo, menjadi seorang guru di sebuah sekolah menengah a...