Wajah Aurora memancarkan kekesalannya, pemuda yang berstatus sebagai guru itu malah membawanya ke sebuah Apartment mewah, dengan alasan hujan deras yang tidak tahu kapan akan berhenti.
Si pemuda tersebut kini tengah berada didalam kamar mandi, membersihkan diri serta mengganti baju dengan baju santainya, membiarkan si gadis sekolahan itu duduk diam di ruang tamunya.
Beberapa menit kemudian, Aurora merasakan kehadiran sang pemilik Apartment. Gadis itu tak menoleh kearah Noah. Sebaliknya, pemuda itu yang kini tengah memperhatikan gerak-gerik Aurora. Noah menghela napas pelan, "masih sakit?" tanya Noah.
Aurora menoleh dengan enggan, masih dengan wajah kesalnya. Jujur saja, lebam itu sudah sedikit mendingan dari sebelumnya. Diam-diam dalam hati Aurora mengeluh haus. Sepertinya, sebentar lagi ia akan kedatangan tamu bulanan, terbukti dengan rasa haus yang membuatnya minum lebih dari delapan gelas air.
"Saya mau pulang." Suara Aurora terdengar pelan namun ada nada tegas didalamnya. Lagi pula, siapa yang mau tinggal bersama pemuda yang bahkan baru ia temui beberapa hari ini.
Aurora menoleh ketika merasakan Noah bangkit dari duduknya, atmosfer pada ruangan mendadak berubah, ditambah lagi dengan raut wajah pemuda itu. Noah terlihat kesal.
Gadis dengan baju oversize itu memberanikan diri berjalan menuju dapur. Selagi Noah pergi, ia mencari keberadaan kulkas, ingin meredakan rasa hausnya. Tepat didepan matanya kini, ia melihat benda itu, segera ia mencari gelas yang letaknya ternyata di lemari yang berada diatas kompor.
Sedikit berjinjit, Aurora berhasil membuka lemari tersebut. Namun sayangnya, gadis itu harus merasakan denyutan pada lebam di perutnya karena tidak sengaja menekannya pada sisi kompor.
"Ah!" Aurora melepas gelas yang sudah ia pegang, hingga menyebabkan benda kaca itu jatuh ke lantai, ia mengigit bibirnya kuat, benar-benar kacau.
Noah yang berada dikamar segera berlari mencari Aurora setelah mendengar teriakannya. Pemuda itu bahkan tak bisa menyembunyikan wajah paniknya. Tangan kekarnya meraih wajah Aurora, gadis itu nyaris menangis.
Noah meraih pinggang Aurora, membawa gadis itu ke pelukannya, sesaat pelukan tersebut sudah berubah menjadi gendongan. Ya, Noah menggendongnya ala koala.
Jangan tanyakan bagaimana perasaan Aurora, gadis itu tak bergerak sama sekali, terkejut dengan perlakuan Noah, bahkan ia lupa dengan denyut lebam nya.
Keduanya sampai di ruang tamu, Noah menurunkan Aurora dan berjalan cepat menuju dapur untuk mengambil sebaskom air hangat dan sebuah handuk kecil, tanpa dijelaskan pun Noah tau apa yang membuat gadis di hadapannya ini berteriak.
"Pak, maaf gelasnya—"
"Gak papa," jawab Noah cepat. Pemuda itu benar-benar panik mendengar teriakan kencang dari arah dapur, ia tak menjawab pernyataan Aurora karena ia tidak mau gadis itu mendengar jawabannya yang sudah jelas hanya dengan raut wajah Noah yang berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [ SELESAI ]
Novela JuvenilUntuk sesaat Noah terpaku, dihadapannya berdiri seorang gadis berseragam sekolah, dengan rambut terikat. Senyum pemuda itu terbit seketika, seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang. ***** Noah Atreo, menjadi seorang guru di sebuah sekolah menengah a...