“Yuk masuk Ram. Tunggu in gue di dalam” ucap Revan sambil beranjak keluar dari mobil saat mereka sudah tiba di depan rumah tinggi mewah dengan halaman yang super luas.
“Ini rumah lo?” Rama turun dari mobil dan kali ini tidak henti hentinya memandangi sekeliling nya. Bukan hanya rumah tapi halamannya juga sangat luas. Ini pertama kalinya bagi Rama untuk datang di tempat seperti ini.
“Bukan lah. Gue Cuma numpang” Revan berjalan kedalam rumah diikuti oleh Rama yang berjalan memutar mutar mengagumi sekelilingnya
“Aku pulang…” sorak Revan dengan semangat saat dia tiba di ruang tengah. Ayahnya sedang duduk di sofa sambil meniup kopinya bersiap untuk diminum
Ayah Revan, pak Verdi tidak menyahut saat Revan masuk kedalam rumah. Seperti biasa, anak itu tidak beres. Ayahnya bahkan merasa ragu dengan kewarasan anak keduanya itu.“Pa ! jangan nakutin teman aku yah!” lanjut Revan lagi. Dia sudah ada di lantai atas dan Verdi masih tidak menghiraukannya.
Rama berjalan masuk kedalam rumah dengan perlahan lahan. Matanya terus menerus memperhatikan pajangan pajangan di sekitarnya sampai dia lupa Revan sudah mendahuluinya sejak tadi.
“Prruuuffff…..” Verdi tiba tiba menyemburkan kopinya yang barusaja masuk kedalam mulutnya. Matanya melotot dan terkejut merasa tidak percaya dengan apa yang sedang di saksikannya.
Rama masuk ke ruang tengah dengan matanya masih terus kelayapan memperhatikan semua sudut ruangan. Dia tidak menyadari keberadaan Verdi yang dari tadi duduk di sofa. Dia baru terkejut saat seseorang tiba tiba bersuara dan itu Verdi yang menyemburkan kopinya“Ah.. maaf.. maaf om. Saya masuk..’”
“Tidak apa-apa.. tttidak apa-apa nak.. mari mari, solahkan masuk. Silahkan duduk.. wahaha, jadi kamu temannya Revan..” Verdi segerah berdiri dan jadi gagap saat mempersilahkan Rama untuk duduk. Dia merangkulnya dan mengajaknya duduk di sofa.
“Eheh, iya saya Rama om..” Rama juga merasa bingung dengan reaksi Verdi. Tapi dia pikir mungkin karena om Verdi terkejut dengan kedatangannya, dan karena beliau memang orang baik.
“Kamu mau minum apa? Mbak!” Verdi berdiri dan memanggil pembantu rumah tangganya.
“Ah nggak usah om.. kita juga mau pergi kok..”
“Tapi kan kamu masih duduk disini.. nanti kamu haus. Si Revan itu, aduh. Pasti lama lagi dia….. Mbakk!”
“Aduuhh.. ini mana sih mbak nya?.. sebentar ya, kamu tunggu disini. Biar om cariin kamu minum..” Verdi segerah berjalan ke belakang dengan cepat.
“Revan!! REVAN!” Verdi menggedor pintu kamar Revan dengan keras namun suaranya dia agak kecilkan meski terdengar ditekan karena emosi
“Apa sih pa?” Revan membuka pintu dengan malas
“Kamu apa-apaan, bawa anak pak Davidson kesini? Kamu pikir dia pantas disambut kayak tadi! Hah? Kamu mau bikin papa jantungan? Kalo pak David tahu anaknya datang ke rumah papa dan papa sambut kayak gitu, bisa matii papaaa,, kamu’…” Verdi terus mengomel sambil berbisik dan tak henti hentinya menatap Revan dengan mata melotot. Tangannya tak henti henti bergetar karena panik
“Pa, pa, udah deh. Jangan lebay..” Revan bersandar di pintu kamarnya sambil mengorek telinga menunggu papanya berhenti mengomel
“Udaah.. papa tenang aja. Semua biar Revan yang urus. Kan selama ini papa ngemimpiin kerjasama sama perusahaannya pak Davidson. Sekarang Revan akan bantuin papa..” ucap Revan dengan santai
“Eh tolol! Kamu pikir semuda itu minta kerja sama sama perusahaan besar itu?” Verdi memukul kepala putra bungsunya yang terkadang idenya berbahaya itu
“Papa,, kalo kita punya cara simple, kenapa harus cari cara yang rumit sih? Lagi pula ide aku bukan ngancam buat bunuh anak nya kan? Atau mungkin itu boleh juga sih..”
Plaaakkk pukulan kedua Verdi kembali menghantam kepala Revan matanya melotot tajam seakan meminta Revan menelan habis ide bodoh nya itu
“Ya nggak lah pa! siapa sangka juga dia masuk di kelas aku. Kalo aku bisa temanan sama dia, papa dapat jatahnya juga.. udah ah, kita keburu telat… papa nggak usah kepo!!” Revan memasang kaos polosnya, lalu menggunakan kemeja kebesaran miliknya serta memasukkan dompet ke saku celananya. Tak lupa Revan menyambar kunci mobil di atas nakas.
“Eh Eh eh! Mau kemana kamu?.. mau kamu bawa kemana anak itu?... jangan bilang, ke tongkrongan gila kamu itu ya!!”
“Yaampun paa,, dia harus ngeliat dunia sebelum jadi kurungan napi kayak aku..”Revan ngeloyor pergi meninggalkan ayahnya yang masih mengumpat tanpa Revan tahu apa yang dia ucapkan
“Emang kamu pernah jalanin perintah buat nggak keluar rumah… kurungan napi katanya.. huh, Revaan Revaann..” lalu Verdi pergi kea rah lain yang berbeda mencoba menjauh dari ruangan dimana Rama berada. Dia sebisanya harus tidak dikenali oleh Rama. Mereka akan sering bertemu nanti tetapi di tempat dan suasana yang jauh berbeda.
“Ram! Sory gue lama… Nih!” Revan melemparkan sebuah celana panjang miliknya
“Gue yakin lo punya kaos kan? Yuk!” Revan mendahului Rama keluar dari ruang tengah dan kemudia keluar dari rumah. Rama mengekor di belakangnya
“Kita mau kemana?” tanya Rama penasaran
“Ke tongkrongan. Lo ganti baju di mobil ya” Revan kemudian mengajaknya ke bagasi mobil di samping rumah yang menampung puluhan kendaraan baik mobil, motor dan sepeda milik keluarga Revan
“Waahh..” Rama hanya mampu mengagumi keindahan keindahan itu. Apa yang akan dia lakukan jika dia punya koleksi mobil yang keren keren seperti ini? Mungkin dia akan membaginya dengan bu kost buat mengangkut barang jualan di tokonya
“Gue bisa ngapain ya, kalo punya koleksi mobil kyak gini?” kagum Rama lagi
“Rencana nya, lo mau apa?” tanya Revan sambil membuka pintu mobil yang akan dia bawa hari ini
“Hmm… mungkin gue akan jual semuanya” Rama berjalan kearah mobil yang dibuka oleh Revan dan membuka pintu salah satu sisinya
“Lho? Kok di jual? Buat apaan?”
“Mmm buat bayar orang”
“What??... whahahaha… gila loh. Bayar orang buat apa sih? Lo punya dendam?” mereka berdua suda ada di dalam mobil dan memasang sabuk pengaman
“Nggak.. gue mikir aja. Apa Cuma orang berduit yang bisa di dengar suaranya di dunia ini..” Rama memandang kosong ke depan teringat akan masa lalu nya di SMA Nusabahana
Revan tidak merespon kali ini. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Rama. Tapi untuk saat ini dia harus menghargai itu. Revan menyalakan mesin mobil lalu mobil melaju meninggalkan rumah
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMMA LAURENT
RomanceHarks menghampiri seorang pria parubaya yang sedang berbincang dengan kenalannya ditengah tengah pesta. Harks membisikkan sesuatu di samping telinga orang itu, dan sukses membuatnya membelalakkan mata karena terkejut dengan berita yang disampaikan H...