Cakra, Beni dan Kenzo tengah menunggu para petugas PMR serta guru kesehatan yang sedang mengecek kondisi Raya. Sebisa mungkin Cakra menyembunyikan rasa khawatirnya yang terus tertuju pada gadis itu.
Guru kesehatan itu tersenyum dan menghampiri Cakra. "Tidak perlu khawatir, ia hanya mengalami panik attack dan kelelahan saja, ibu juga sudah menyediakan obatnya, apabila dia sadar jangan pernah memberikan pertanyaan beruntun kepadanya. Tunggu saja sampai ia menjelaskan sendiri."
"Apa itu parah Bu?" Tanya Beni.
"Hanya panik attack ringan, ia akan membaik setelah siuman, jangan lupa diminum obatnya sebelum makan. Ibu sedang buru-buru karena ada urusan, Ibu permisi dulu ya."
"Terimakasih Bu." Ucap Kenzo sambil membungkukkan badannya.
"Keluar lo." Titah Cakra pada petugas PMR.
"Kita harus jagain Raya." Jawabnya.
"Ada gue Beni sama Kenzo, lebih kalian pergi. Gue paling nggak suka dengan pengulangan."
Para petugas PMR pun gelagapan menanggapi tingkah Cakra, mau tidak mau mereka harus meninggalkan UKS dan kembali ke kelas. Cakra mendekat ke arah Raya, melihat gadis yang tengah terbaring dengan lemah.
"Sebenarnya ini kenapa Ca?" Tanya Beni.
Cakra menggelengkan kepalanya pelan. "Gue nggak tau, yang jelas gue nemuin ni bocah pingsan di gudang, badannya juga panas banget."
"Hah?! Kekunci di gudang? Kekunci dari luar gitu?" Tanya Kenzo dengan heran
Lagi-lagi Cakra mengangguk. "Gue mau kalian cari tau, siapa yang udah ngelakuin ini."
"Sekarang?"
"Taun depan!" Gertak Cakra yang langsung membuat kedua anak buahnya tersebut mengerti dengan maksud Cakra.
"Siap Ca! Kita pergi dulu." Ucap Beni yang mendapat anggukan kepala oleh Cakra.
Cakra menatap gadis itu dengan lekat, ia meneguk ludahnya tatkala melihat bibir ranum Raya yang tetap segar meskipun sedang sakit. "Jangan Ca jangan!" Ucap Cakra memperingati dirinya sendiri.
Cakra mendekatkan wajahnya ke wajah Raya, tangannya terangkat untuk merapikan anak rambut yang menutupi dahi gadis itu. "Cantik juga ya kalau dari deket."
Raya membuka matanya dengan perlahan, samar-samar namun pasti, ia mendapati wajah Cakra tepat di depannya. Mereka bergeming sejenak, hingga Raya memundurkan tubuhnya dengan nafas yang tak beraturan seperti orang ketakutan.
"Ra?" Panggil Cakra yang terlihat bingung dengan reaksi Raya.
Raya menggelengkan kepalanya. "Ja-jangan deket-deket!"
"Gue, gue nggak ngapa-ngapain lo Ra. Sumpah!"
Raya teringat dengan kejadian di mana Cakra menumpahkan es kopi di wajahnya, peristiwa itu sama sekali tak dapat Raya hapus di memorinya. Entah mengapa hal itu membuatnya semakin takut pada sosok Cakra.
"A-aku takut..." Lirihnya.
Cakra mengambil teh hangat yang berada di meja dan mencoba untuk memberikannya kepada Raya. Namun gadis itu semakin memundurkan wajahnya sambil memejamkan mata.
"J-jangan lakuin itu lagi!" Pekik Raya dengan ketakutan.
Cakra tertegun melihat tingkah Raya, ia jadi teringat dengan hal bodoh yang pernah ia lakukan kepadanya, ia tak menyangka bahwa hal itu akan berdampak besar bagi Raya.
"Ra...gue nggak akan ngelakuin itu lagi. Gue janji, sekarang minum ini dulu." Ucap Cakra.
Raya membuka matanya dengan perlahan, menatap wajah Cakra untuk menemukan bahwa tidak ada kebohongan di sana. Tangannya terulur dengan gemetaran untuk mengambil gelas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRARAYA (END)
Teen Fiction"Hebat, lo masuk ke dalam kategori orang yang bertanggung jawab. Sebagai imbalannya, selama lo masih ada di sekolah ini lo harus turutin apapun kemauan gue." Singkat saja, berawal dari perjanjian gila yang membuat mereka terbelenggu dalam sebuah ras...