BU GURU RAYA.

26 2 0
                                    

Beni menahan Kenzo tatkala ia hendak mengikuti Cakra ke makam. "Jangan Ken." Cegah Kenzo.

"Dia lagi nggak baik-baik aja, kita nggak tau apa yang bakal terjadi sama Cakra nantinya." Ucap Kenzo.

"Sekali lagi gue bilang, Cakra sudah dewasa. Dia punya jalan pikirannya sendiri."

Cakra mengendarai motornya secepat yang ia bisa, ia tak peduli dengan pengendara lain yang kesal akibat ia mengemudi di atas rata-rata. Matanya menatap tajam ke depan, terlihat dendam namun tak mungkin tertanam.

Cakra tau, bahwa dendam kepada sosok ayah adalah suatu pantangan, ia hanya perlu waktu untuk menenangkan diri.

Setelah sampai di pemakaman, ia langsung menuju tempat ibunya, ia mengusap air matanya dengan kasar saat melihat batu nisan sang ibu. "Kali ini Cakra lemah."

"Cakra nangis di tampar sama papah." Cakra terkekeh hambar dan kembali mengusap wajahnya. "Kkkk, mungkin Cakra berbuat salah, makanya papah marah."

Cakra menengadahkan kepalanya menatap langit, ia melihat burung yang berterbangan untuk pulang, langit berwarna jingga menambah kesan yang menangkan bagi Cakra. "Burung aja punya rumah, sedangkan gue?" Ucapnya dengan miris.

Ia menekuk, memeluk lututnya sambil menelungkup kan kepalanya, Cakra memejamkan matanya sejenak. Mencoba mengatur napasnya dengan tenang, ia mengusap bahunya sendiri agar dirinya tetap kuat hingga takdir berkata tamat.

Cakra mengerutkan keningnya tatkala merasakan dinginnya tetesan air hujan yang menyapa kulitnya, namun hujan di senja ini tidak membuat Cakra beranjak pergi.

Rintik air hujan yang bersamaan dengan dinginnya senja, menjadi sempurna dengan tambahan aroma tanah yang menenangkan. Cakra mendongak tatkala tidak merasakan tetesan air hujan lagi.

Gadis itu tersenyum sambil membawa payung tatkala melihat wajah Cakra yang sembab. Gadis itu berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka.

Entah karena apa, gadis itu memeluk Cakra dengan lembut, semakin lama pelukannya semakin erat. Cakra tidak bergerak, entah mengapa, ini membuatnya nyaman. Sangat nyaman.

Ia menikmati momen ini sejenak, rasanya benar-benar menangkan, terasa hangat saat si dekap. Rasanya seperti, seluruh bebanmya hilang begitu saja.

Gadis itu melepaskan pelukannya dan menatap Cakra sambil tersenyum. "Nggak papa, semua akan baik-baik saja." Ucapnya dengan lembut.

"Ra...gue capek." Keluh Cakra.

"Ayo berteduh." Ajak Raya.

Cakra mengangguk dan mengikut Raya, mereka berteduh di sebuah tempat yang sudah disediakan di makam itu. "Ngapain di sini?" Tanya Cakra.

"Ketemu ayah."

"Ketemu nggak?" Raya menggeleng pelan sambil tersenyum.

"Tidak bertemu dengan wujudnya, tetapi merasakan kehadirannya." Cakra terdiam sejenak mendengar penuturan Cakra.

Rasa ini, perasaan berdegup seperti ini. Muncul kembali, sebanyak Cakra bergonta-ganti kekasih, ia tak pernah merasakan hal semacam ini.

"Bener, gue merasakannya."

"Merasakan apa?" Tanya Raya.

"Cinta."

☁️☁️☁️

Cakra meminta ke-dua sahabatnya itu untuk berangkat sekolah lebih dulu, pagi ini, ia sudah bertengger di depan kontrakan Raya. Ia hanya tinggal mengumpulkan nyali untuk mengetuk pintu.

CAKRARAYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang