FIRST DATE.

21 2 0
                                    

Sepulang dari rumah Raya, Cakra kembali melanjutkan belajarnya. Sesekali ia menguap merasakan kantuk, namun semangatnya tak pernah luntur.

'Membanggakan papah' itulah yang ada di benak Cakra saat ini. Cakra langsung membereskan meja belajarnya secepat kilat setelah mendengar suara mobil Arga.

Ia langsung naik ke tempat tidur dan berpura-pura terlelap. Ia hanya tidak ingin Arga berekspektasi tinggi kepadanya saat melihat ia belajar.

Arga masuk ke dalam rumah dan meletakkan tas kerjanya di sofa, ia menguap sambil melonggarkan dasi nya. Ia melirik jam tangan mahalnya yang sudah menunjukkan hampir tengah malam.

Ia naik ke atas berniat untuk mengecek keadaan Cakra. "Apa sudah tidur?" Gumam Arga sambil menaiki tangga. Sesampainya di depan kamar Cakra, Arga membuka pintu dengan perlahan.

Ia menggelengkan kepalanya tatkala melihat kamar Cakra yang sudah gelap. "Anak itu, tidak pernah belajar, hanya bisa berbuat onar saja. Entah mau jadi nantinya." Ia menutup kembali pintunya setelah mengucapkan hal itu.

Cakra pun melirik ke arah pintu, dadanya memanas, seolah ada belati yang tertancap. "Tunggu pah, tunggu Cakra bisa jadi kebanggaan papah." Cakra beranjak dari tempat tidurnya dan kembali menyalakan lampu kamarnya untuk kembali melanjutkan belajar.

☁️☁️☁️

Raya masuk ke dalam kontrakannya sepulang dari cafetaria, ia menghela napas pelan dan berjalan ke kamar mandi, ia segera membersihkan diri agar tetap segar ketika belajar nanti.

Selang beberapa menit, Raya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Ia segera mengambil buku-buku yang ia perlukan, meskipun kantuk menyerang, namun semangatnya dalam belajar tak pernah hilang.

Ia lebih senang mencoba dibandingkan membaca, karena bagi Raya 'misi tanpa eksekusi adalah halusinasi' ia tak ingin hanya terpaku pada misi, ia harus mengeksekusi demi masa depan yang lebih baik.

"Huft... akhirnya selesai juga, hoaam!" Ia beranjak ke tempat tidurnya untuk segera terlelap.

KRINGGGG KRRIIINGGGG

Raya meraih jam alarm nya tatkala jam itu berbunyi dengan nyaring, ia bangkit untuk menunaikan ibadah dan mandi.

Seusai mandi, ia menatap pantulan dirinya di cermin, ia meraih sisir dan mulai merapikan rambutnya. "Kalau bayar ujiannya nyicil boleh nggak ya?" Tanya Raya dengan gelisah.

Ia mendengus pelan sambil mengulas senyum. "Nggak boleh sedih, kalau emang nggak mampu bayar, nggak naik kelas nggak papa kan?" Tanya Raya kepada dirinya sendiri.

Ia mengerutkan keningnya tatkala mendengar suara motor yang tak asing di telinganya, ia menutup mulutnya setelah mengintip dari balik gorden. "Kenapa Cakra berubah ya? Dia nggak kasar lagi. Artinya...Cakra udah nggak dendam sama aku kali ya?" Tanya nya.

Ia meraih bunga mawar yang ia simpan di atas meja. Pemberian Cakra kala itu. "Kalau aku suka kamu gimana? Kamu kan baik." Ucap Raya sambil menatap bunga itu.

Tok tok tok!

"Raya!" Panggil Cakra dari balik pintu.

Raya mengambil tas ranselnya dan membukakan pintu, ia tersenyum tatkala melihat Cakra di hadapannya. "Pagi Ra." Sapa Cakra.

"Em...Pagi juga Ca."

CAKRARAYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang