Cakra membuka pintu kontrakan Raya dengan tiba-tiba, hatinya semakin teriris tatkala melihat gadis itu tengah menangis di lantai sambil memeluk lututnya. Cakra mendekat dengan perlahan dan memeluk gadis itu, isak tangisnya semakin nyaring tatkala merasakan pelukan Cakra.
"Hey, jangan nangis lagi Ra." Ucap Cakra sambil mengusap rambut gadis itu.
"Gue ada di sini, gue siap untuk di pukul, gue siap kalau lo marah. Tapi tolong jangan nangis lagi." Cakra mencoba menangkup wajah gadis itu.
Raya menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Ngapain kamu ke sini? Bukannya kamu yang bilang ke aku buat jangan nyentuh kamu? Terus kenapa kamu meluk aku?" Ucap Raya dengan sesegukan.
"Maaf Ra, gue nggak dengerin lo lebih dulu. Gue sadar kalau gue yang salah, gue bener-bener minta maaf." Ucap Cakra dengan penuh permohonan.
"Casandra udah bilang ke semua orang, kalau berita itu ulah dia. Maafin gue Ra."
"Kamu sendiri aja lebih percaya omongan orang lain di banding aku."
"Lihat gue Ra, lihat mata gue. Gue bener-bener nyesel, gue minta maaf Ra... tolong jangan gini." Ucap Cakra sambil terus menangkup pipi gadis itu, sesekali ia mengusap pipi gadis itu dengan perlahan.
"Kamu tau? Gimana rasanya kalau kita jujur tapi nggak ada yang percaya? Rasanya sakit Ca, sakit..."
Cakra semakin mendekap erat tubuh gadis itu, seolah-olah tak ada esok hari untuk memeluknya. "Pukul gue Ra...pukul gue semau lo, tapi tolong jangan nangis lagi."
Raya melepaskan pelukannya sepihak dan mengusap air matanya, dengan mata yang sembab ia menunjukkan wajahnya kepada Cakra, seolah-olah mengatakan bahwa ia tidak menangis lagi.
Cakra tersenyum simpul dan mengusap pipi Raya dengan ibu jarinya. "Makasih ya, udah mau berhenti nangis."
Cakra menggenggam ke-dua tangan gadis itu dan mengusapnya dengan lembut. "Mulai sekarang, gue bakal selalu jagain lo. Gue bakal berusaha, supaya lo nggak nangis kayak gini lagi."
"Apa kamu yakin?"
"Bahkan jika nyawa taruhannya, gue yakin Ra. Gue bakal selalu jagain lo."
"Apa boleh aku berharap? Berharap pada lelaki yang memberikan luka sekaligus kebahagiaan?"
Cakra mengangguk mantab. "Boleh gue menghapus luka itu?"
"Di persilahkan." Cakra kembali memeluk gadisnya dengan erat, ia benar-benar yakin bahwa Raya adalah gadis yang tepat untuk tujuan hidupnya.
"Jangan pernah nangis lagi ya Ra, kalau emang marah, pukul gue aja." Ucap Cakra sambil memeluk Raya.
Sepulang dari kontrakan Raya, Cakra menuju ke rumah David, ada suatu hal yang ingin ia bicarakan dengan David.
David yang tengah duduk di teras pun bangkit tatkala melihat kehadiran Cakra. "Vid, gue mau ngomong sesuatu."
"Ngomong apa? Duduk dulu sini." Cakra pun duduk setelah David mempersilahkannya.
"Ada apa gerangan?" Tanya David.
Cakra meletakkan map berwarna kuning di meja. "Ini yang lo mau."
"Maksudnya?" Tanya David tak mengerti.
"Buka dulu." David membuka map tersebut dan mulai membaca surat itu, seketika matanya berkaca-kaca setelah tahu bahwa surat rekomendasi itu ada di genggamannya.
David yang kelewat senang pun spontan memeluk Cakra. "Makasih banyak Ca! Lo bener-bener baik banget."
"Lepasin gue." Gertak Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRARAYA (END)
Teen Fiction"Hebat, lo masuk ke dalam kategori orang yang bertanggung jawab. Sebagai imbalannya, selama lo masih ada di sekolah ini lo harus turutin apapun kemauan gue." Singkat saja, berawal dari perjanjian gila yang membuat mereka terbelenggu dalam sebuah ras...