Raya mengayuh sepedanya di malam hari untuk menuju cafetaria dan membiarkan dinginnya angin malam menembus nadi. Raya memarkirkan sepedanya di tempat biasa, ia segera masuk dan menuju pantry.
"Hai Gus." Sapa Raya.
Bagus yang tengah membuatkan pesanan untuk pelanggan pun segera berbalik dan menatap Raya sambil tersenyum. "Kemana aja lo?" Tanya Bagus.
"Kemaren-kamaren, aku nggak enak badan, jadi nggak masuk deh. Tapi kamu oke kan? Maksudnya nggak ada masalah di cafetaria?" Raya terpaksa berbohong kepada Bagus, ia hanya tak ingin Bagus menjadi khawatir padanya.
"Aman kok Ra, lo nggak perlu meragukan pengabdian gue kepada cafetaria, di jamin aman pokoknya!"
"Sip! Kamu hebat Gus!" Puji Raya dengan acungan jempol setelah ia ia mengenakan apron nya.
"Eh iya, gue lagi bikin kopi, gue anterin dulu ya."
Raya pun mendekat dan melirik kopi yang hendak Bagus angkat. "Eh Gus, aku anterin aja." Ucap Raya yang hendak mengambil kopi tersebut.
"Gue aja, lo jangan capek-capek dulu."
"Aku aja Gus, aku kan baru masuk kerja, jadi biar aku yang anterin, oke?"
"Enggak Ra, lo baru sembuh, gue nggak mau lo ngerjain pekerjaan yang berat-berat."
"Ih! Cuman nganterin kopi Gus, aku anter aja, sini."
"Raya, gue aj-"
"Ciee! Momen ketika satu tempat kerja sama pacar ya?" Goda salah satu pengunjung yang duduk tak jauh dari mereka.
"E-enggak kok kak, hehehe." Ucap Raya sambil terkekeh pelan.
"Tuh kan? Gue aja yang nganterin, lo bisa ngelap meja yang kosong dan mencatat pesanan kayak biasanya, urusan bikin pesanan biar gue yang handle."
Raya pun mendengus pelan. "Oke deh kalau gitu." Entah mengapa Raya jadi merasa bersalah karena telah membohongi Bagus, Bagus begitu baik padanya, hingga membuat timbul rasa tak tega di benak Raya.
Raya mulai mengerjakan pekerjaannya, ia mulai mengelap meja para pengunjung yang sudah meninggalkan tempatnya. Beberapa kali ia mencatat pesanan milik pengunjung dan menyerahkannya kepada Bagus.
Pandangan Raya terhenti pada sebuah bangku yang berada di samping jendela kaca. Bangku di mana Cakra selalu singgah untuk menikmati waktu luangnya, dan malam ini. Bangku itu kosong tanpa kehadiran sosok istimewa.
Raya menghela napas pelan dan kembali melanjutkan pekerjaannya, lagi-lagi ia menyerahkan kertas pesanan milik pengunjung kepada Bagus. "Jangan capek-capek Ra."
"Iya Gus, tenang aja kok." Ucap Raya sambil tersenyum manis.
Beni dan Kenzo masuk ke dalam cafetaria, ia langsung mencari keberadaan Raya, mereka menuju pantry untuk menemui Raya. "Ra, Raya." Panggil Beni.
Raya mengerutkan keningnya dan mendekat ke arah Beni. "A-ada apa ya Ben?"
"Lo ada liat tanda-tanda Cakra nggak di sekitar sini?" Tanya Beni to the poin.
Raya pun menggeleng. "Aku sama sekali nggak liat dia, emangnya dari pagi kalian belum ketemu Cakra?"
"Kalau udah ketemu, kita nggak mungkin lah Ra jauh-jauh ke sini." Ucap Kenzo sambil terkekeh pelan.
"Yaudah deh Ra kalau Cakra nggak ada di sini." Ucap Beni.
"Semoga Cakra cepet ketemu ya, aku juga kasian kalau Cakra hilang begini.
"Kalau gitu kita balik dulu." Raya pun mengangguk.
Beni dan Kenzo keluar dari cafetaria dengan perasaan sedikit kecewa, mereka tak tahu lagi harus mencari Cakra kemana. Pasalnya, ponsel Cakra pun tidak dapat dihubungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRARAYA (END)
Teen Fiction"Hebat, lo masuk ke dalam kategori orang yang bertanggung jawab. Sebagai imbalannya, selama lo masih ada di sekolah ini lo harus turutin apapun kemauan gue." Singkat saja, berawal dari perjanjian gila yang membuat mereka terbelenggu dalam sebuah ras...