UANG BUKANLAH SEGALANYA.

22 2 0
                                    

"Ra tunggu!" Panggil Cakra sambil menahan tangan Raya.

Raya menoleh kebelakang tatkala Cakra menahan tangannya. "Iya ada apa Ca?"

"Sore nanti, lo sibuk nggak?" Raya berpikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya.

"Jalan yuk."

"Kemana?"

"Keliling kota."

"Em..." Raya bergumam untuk mempertimbangkan ajakan Cakra.

"Terima aja kali! Jarang-jarang lo jalan sama orang ganteng!" Seru Gladis yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Yaudah deh, aku mau."

"Nah gitu! Gue tunggu kabar jadiannya!"

"Jadi apa?" Tanya Raya dengan polosnya.

"Jadi gila! Hahaha." Jawab Gladis sesuka hati.

David pun langsung mengusap wajah Gladis dari belakang. "Kebiasaan banget gangguin orang." Ucap David.

"Hehehe, habisnya gemes banget sama Raya. Dia nggak peka-peka sama perasaan Cakra."

"Ekhem." Cakra berdehem pelan tatkala namanya di sebut.

"Ups! Mahluk nya masih di sini ternyata."

"Pergi nggak lo." Ucap Cakra.

"Babay! Selamat berkencan!" Ucap Gladis sambil melambaikan tangannya.

"Ma-maaf ya, temen aku emang suka gitu." Ucap Raya yang di balas anggukan kepala oleh Cakra.

"Ayo."

Cakra benar-benar berkendara mengelilingi kota bersama Raya. Di bawah teriknya sinar matahari, mereka terlihat seperti sepasang kekasih.

"Cakra! Aku laper!" Ucap Raya yang mulai jengah dengan terus-terusan naik motor. Sedangkan Cakra hanya terkekeh pelan dan menganggukkan kepalanya.

Cakra menghentikan motornya di sebuah rumah makan masakan Padang, ia segera turun dan melepaskan helm Raya. "Ayo." Ajak Cakra.

"Mau makan apa?" Tanya Cakra.

"Apa aja mau, yang penting kenyang." Jawab Raya dengan polosnya.

"Mbak! Nasi Padang komplitnya 2 ya." Mereka duduk setelah Cakra memesan makanannya.

Mereka saling diam hingga beberapa saat. "Ekhem!" Raya berdehem pelan untuk membuka suara, ia sangat tidak menyukai suasana seperti.

"Ada apa?"

Raya menggeleng pelan. "Aku nggak suka kalau diem-diem begini."

"Apa iya, gue harus teriak-teriak?" Tanya Cakra sambil terkekeh pelan.

Raya mendengus pelan dan menelan ludahnya, ia tengah mengumpulkan nyali untuk berterus-terang kepada Cakra. "Ca, apa aku boleh jujur?"

"Nggak ada yang ngelarang."

"Sebenarnya, aku takut. Aku masih takut kalau deket kamu." Jelas Raya.

Cakra tersenyum simpul, namun seketika senyumnya luntur tatkala Raya menjauhkan tangannya saat ingin ia genggam. "Gue tau, orang kaya gue nggak seharusnya di maafin. Tapi apa iya, gue nggak bisa dapat kesempatan ke-dua?"

"Kesempatan untuk apa?"

"Untuk memperbaiki segalanya."

"Aku nggak pernah ngelarang itu, tapi apa kamu bisa, untuk menghilangkan rasa takut ini?"

Cakra mengulas senyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Akan diusahakan."

"Ayo makan dulu." Ucap Cakra setelah pesanannya datang.

CAKRARAYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang