Sudah 30menit Cakra menunggu dokter yang menangani Arga keluar, ia terus saja gelisah akan keselamatan Arga. Tak henti-hentinya Beni menenangkan Cakra agar tetap berpikir positif, ia terus mengusap punggung Cakra yang bergetar.
Cakra langsung bangkit dan mendekat ke arah dokter setelah dokter itu keluar. "Gimana papah saya dok?" Tanya Cakra.
Alih-alih langsung menjawab, dokter itu mengulas senyum sambil menatap Cakra sejenak. "Dok?" Panggil Cakra.
"Pak Arga sedang berjuang untuk melewati masa kritisnya, keadaan beliau sangatlah lemah saat ini." Ia menghela napas sejenak. "Kami, akan selalu mengusahakan yang terbaik."
Cakra menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk menahan air matanya yang hendak mengalir. "Berdoalah, dan serahkan semua ini kepada yang di atas." Ucap dokter sambil menepuk-nepuk bahu Cakra.
Cakra kembali mendongak untuk menatap wajah dokter. "A-apa saya boleh masuk dok?" Pinta Cakra dengan penuh harap.
"Silahkan, silahkan saja." Cakra langsung masuk ke dalam ruangan setelah mendapatkan ijin dari dokter.
"Terimakasih banyak ya dok." Ucap Beni sambil membungkukkan tubuhnya.
"Kembali kasih, saya permisi." Ucap dokter sebelum berlalu meninggalkan Beni.
Beni mengurungkan niatnya yang hendak masuk ke dalam ruangan, mungkin, Cakra membutuhkan waktu berdua bersama dengan Arga. Beni memilih untuk menunggu di luar, sesekali ia menguap dan tanpa sadar mulai terlelap.
Cakra menatap Arga dengan sendu, ini kali pertama bagi Cakra melihat sang papah tengah terbaring dengan lemah. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Arga, ia usap tangan sang papah yang terasa begitu dingin.
"Pah...ini Cakra." Ucapnya sambil mencium punggung tangan Arga.
Tanpa sadar, satu bulir air mata Cakra jatuh menyusuri pipi. "Cakra lebih senang di hukum, daripada harus melihat papah seperti ini." Ucapnya sambil sesekali terisak.
Cakra meletakkan kepalanya tepat di samping Arga terbaring, ia mengangkat tangan Arga dan ia letakkan di atas kepalanya seolah-olah Arga tengah mengusap kepalanya. "Selamat malam pah..."
☁️☁️☁️
Raya mengedarkan pandangannya kesana kemari untuk mencari keberadaan Gladis. "Udah siang begini, tapi Gladis belum datang." Ucap Raya sambil mendengus pelan.
Ekspresi wajah gadis itu seketika berubah menjadi 360° setelah melihat kehadiran Cakra, senyumnya pun mengembang. Raya berlari kecil ke arahnya sambil terus tersenyum. "Pagi Cakra!" Sapa Raya dengan senyum sehangat mentari.
Cakra terdiam sejenak, menatap gadis itu, ia menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, satu alis Cakra terangkat mengartikan tanda tanya.
"Aku...aku mau bilang makasih, karena kamu udah nolongin aku waktu di gudang itu, dan aku nggak bisa bayangin apa yang terjadi sama aku kalau nggak ada kamu."
Cakra berdehem dan mengingat kejadian di lapangan kala itu, di mana gadis itu memeluk erat lelaki lain, yang entah mengapa itu memberikan perasaan aneh bagi Cakra. "Terus?"
"Ya-ya...aku cuman mau bilang terimakasih."
"Buang-buang waktu." Ucap Cakra dan berlalu meninggalkan Raya yang masih mematung di tempatnya.
Sedangkan Raya masih tak percaya dengan perlakuan Cakra barusan, bibir gadis itu mulai tertekuk ke bawah tanda kecewa. "Padahal aku cuman bilang terimakasih, apa jangan-jangan aku ada salah ya?"
Gladis berlari menuju gerbang untuk mengejar waktu agar ia tidak terlambat, namun sialnya, gerbang sudah tertutup dengan rapat. "Tuh kan! Ini gara-gara lo!" Ketus Gladis kepada David yang masih terengah-engah akibat berlari.
Ya, mereka berlari ke sekolah dari jarak yang cukup jauh, dikarenakan, motor David mogok di tengah jalan dan membutuhkan waktu lama untuk diperbaiki, alhasil mereka pun berlari dari bengkel itu.
"Ya gue nggak tau kalau bakal kaya gini Dis." Ucap David.
"Makanya, kalau motor mau di pakai itu di cek dulu! Jangan asal gas aja, telat kan jadinya."
"Sebenarnya, gue udah jemput lo pagi buta supaya lo bisa berangkat pagi, tapi nyatanya tuhan berkata lain. Sorry Dis." Ucap David dalam hati.
"Sekarang gimana dong?! Jangan diem aja!" Ucap Gladis yang tak karuan paniknya.
"Ikut gue."
"Ogah! Yang ada malah lebih buruk lagi." Tolak Gladis.
"Enggak Dis, kita lewat belakang aja, pager nya lebih pendek." Gladis pun pasrah dan mengikuti ke mana David pergi.
Gladis menatap pagar tembok di hadapannya dengan bingung. "Hah?! Lo serius? Mau manjat ni pager?" Tanya Gladis yang mendapat anggukan kepala dari David.
David berjongkok sambil berpegangan pada pagar tembok tersebut. "Buruan naik."
"Gue curiga, jangan-jangan lo mau modus kan? Pas gue naik ke bahu lo, lo bakal liat ke atas kan?"
"Buruan! Sebelum gue berubah pikiran dan tinggalin lo di sini."
"Nunduk dulu itu kepalanya!" David langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam dan membiarkan Gladis naik ke bahu nya, ia tak memperdulikan baju seragamnya yang kotor akibat sepatu Gladis, yang ia pikirkan hanyalah bagaimana agar Gladis dapat mengikuti kelasnya.
Dengan susah payah Gladis meraih pagar itu, setelah ia berhasil berada di atas pagar, Gladis pun turun dengan perlahan. Di rasa Gladis sudah aman, David pun bangkit dan hendak mengambil ancang-ancang untuk memanjat pagar tersebut.
Namun, suatu hal membuat David terdiam, menurutnya kecurigaan Gladis barusan sangat keterlaluan. "Bisa-bisanya Dis, lo curiga ke gue sampai segitunya, justru gue selalu punya keinginan nbuat melindungi lo, bukan merusak seperti yang lo bayangkan."
"Buruan Vid! Keburu ada yang liat!!!" Teriak Gladis.
Tanpa pikir panjang, David langsung memanjat pagar tembok itu dengan mudahnya, ia pun juga langsung loncat ke bawah menyusul Gladis. "Dis!" Panggil David sambil menahan pergelangan tangan Gladis.
"Apaan?"
"Pulang bareng ya."
"Baru juga nyampek! Udah mikir pulang aja lo, dasar nggak jelas!" Ketus Gladis sambil meninggalkan David.
David mengulum bibir sambil mengusak rambutnya. "Apa iya sih Dis? Kita nggak punya rasa yang sama?"
"Gue terlalu cinta sama lo, sampai-sampai, gue terikat sama orang yang jelas bukan hak apalagi milik gue."
Terikat tapi tak satu, mungkin itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok David, sosok pria yang mungkin jatuh cinta sendirian. Sakit? Tentu tidak.
Bagi David, mencintai itu ikhlas, apabila masih ada rasa sakit, artinya belum sampai di titik mencintai. "AYOO VIDD!!!" Teriak Gladis dari kejauhan.
"IYA!" Sahut David dan segera berlari menyusul Gladis.
947 kata (hanya naskah)
TBC.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 💜Thanks for:
bougenvilleap_bekasi
Lyviajkm
_queennzaaa
Silvaqueen__
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRARAYA (END)
Novela Juvenil"Hebat, lo masuk ke dalam kategori orang yang bertanggung jawab. Sebagai imbalannya, selama lo masih ada di sekolah ini lo harus turutin apapun kemauan gue." Singkat saja, berawal dari perjanjian gila yang membuat mereka terbelenggu dalam sebuah ras...