KHAWATIR?

45 12 2
                                    

Pak satpam tersebut beranjak untuk mengecek pintu gudang yang di kunci oleh Casandra, ia menyusuri koridor sekolah sambil bersiul ria.

Ia mengecek dengan cara mencoba membuka pintu tersebut dan ternyata sudah terkunci, ia tersenyum senang dan bergegas untuk pergi meninggalkan sekolah.

Tubuh Raya beringsut di dinding samping pintu, ia tak tahu lagi harus berbuat apa, akankah ia harus bermalam di gudang yang gelap ini?

"Aku nggak ada hp lagi..." Ucap Raya dengan lesu.

Ia menutup telinganya rapat-rapat tatkala petir menyambar, demi apapun ia sangat ketakutan kali ini. Raya menekuk lututnya dan ia peluk dengan erat, bersamaan dengan petir yang saling bersahutan.

Gadis kecil berusia 5 tahun tersebut tengah berteduh di bawah kolong jembatan, ia memeluk tubuhnya yang mungil dengan erat serta hawa dingin yang terus berhembus hingga menusuk nadi.

Gemuruh petir yang saling bersahutan membuat gadis itu semakin gemetaran. "Ayah...ibu... tolong aku..." Rintihnya dengan air mata yang terus berlinang.

"AAA!" Gadis itu berteriak tatkala petir menyambar dengan hebat.

Ia hanya seorang diri, di bawah kolong jembatan yang kumuh, ditengah-tengah derasnya hujan, dan dingin nya malam.

Memori 11 tahun yang lalu terlintas di benak Raya, dirinya yang dulu, yang selalu ketakutan apabila petir menyambar. Kini, wajahnya sudah memuncat karena ketakutan.

Dengan secuil keberanian Raya bangkit dengan perlahan, ia meraba-raba ruangan tersebut untuk mencari senter. Ia mengulas senyum tatkala mendapatkan barang yang ia inginkan, setidaknya ini akan membantunya.

☁️☁️☁️

Cakra, Beni dan Kenzo tengah berada di cafetaria, mereka sedang membicarakan turnamen voli yang akan berlangsung Minggu depan, namun sejauh ini, Cakra merasa bila ada kejanggalan.

Ia tidak melihat gadis menyebalkan itu, Cakra menatap ke arah luar dari balik pintu kaca, hujan yang hebat terus mengguyur tanpa jeda, ia menghela napas pelan dan kembali memperhatikan Beni.

Beni selaku kapten tim Kijang dituntut agar selalu serba bisa, ia harus merancang strategi yang jitu untuk tim nya, jujur saja, Beni lebih senang merancang strategi terlebih dahulu bersama Cakra dan Kenzo sebelum ia menjelaskan kepada anak buahnya. Meskipun begitu, Beni tetap akan menerima atau bahkan mengubah saran dari para anak buahnya nanti.

Bagus melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 19:30, namun tanda-tanda kedatangan Raya belum muncul juga, entah mengapa Bagus menjadi khawatir dengan gadis itu.

"Apa Raya sakit kali ya?" Gumam Bagus.

Bagus menepis seluruh pikiran buruk tentang Raya dan mencoba untuk kembali fokus terhadap kerjaannya.

"Balik yuk Ca!" Ajak Kenzo.

"Duluan." Kenzo dan Beni tak mengerti dengan apa yang kini Cakra renacana kan, pasalnya cafetaria sudah hampir tutup, namun Cakra tak kunjung ingin beranjak dari tempat itu.

"Jujur aja Ca, bokong gue udah panas." Ucap Beni sambil meringis pelan.

"Lo semua tuli? Gue bilang duluan ya pulang aja duluan." Gertak Cakra.

"Nggak solid Ca, yakali kita ke sini bareng-bareng, terus lo pulang sendiri." Jelas Kenzo.

"Cih!" Umpat Cakra.

CAKRARAYA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang