04

1.3K 155 0
                                    

Sakura terdiam dikursi tunggu rumah sakit. Sudah seminggu sejak adiknya, sasame dirawat dirumah sakit. Adiknya itu ternyata menderita demam berdarah. Sakura kalut bukan main saat mendengar itu dari dokter.

Dia menoleh sebentar untuk melihat wajah ibunya yang sedang tertidur disebelahnya. Ia tidak tega untuk membangunkan ibunya. Sakura lalu melepas jaket yang ia pakai untuk menyelimuti tubuh ibunya yang masih terlelap.

Ia merogoh sakunya untuk mengeluarkan ponselnya. Sakura memandang layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul enam sore. Seharusnya dia sudah berada ditempat kerjanya sekarang, namun ia tidak tega membangunkan ibunya untuk bergantian menjaga sasame. Akhirnya ia menelepon bos-nya untuk izin tidak masuk bekerja.

Untung saja bosnya itu bisa mengerti keadaannya dan memberinya izin. Setelah itu, gadis itu menutup teleponnya dan menyenderkan kepalanya kedinding dibelakangnya. Gadis itu perlahan menarik nafas, dan menatap langit-langit rumah sakit.

"Sebelum masuk kuliah, aku harus mencari pekerjaan paruh waktu lagi." Pikirnya. Sebagian tabungan untuk persiapan kuliahnya sudah terpakai untuk membayar biaya rumah sakit adiknya. Mau tak mau ia harus menambah pekerjaannya setelah sasame keluar dari rumah sakit.

Sakura merasa dirinya tidak punya waktu untuk mengeluh, karena itu hanya akan menghabiskan waktunya. Setelah ia puas menangis hari itu, sakura benar-benar menguatkan dirinya dan berusaha untuk tidak mengeluarkan setetespun air matanya.

Banyak yang harus dirinya lakukan sekarang. Sebentar lagi, ia akan jadi seorang mahasiswi. Walaupun itu beasiswa, dia juga harus memiliki uang untuk persiapan kuliahnya. Dan juga untuk kebutuhan hidup mereka bertiga. Dia, ibunya, dan adiknya.

Setahun yang lalu, ayahnya pergi dari rumah karena wanita kaya yang menggodanya. Ayahnya yang muak hidup miskin pun, tergiur begitu saja karena kekayaan wanita itu meninggalkan mereka bertiga dan tidak pernah kembali lagi. Sekalipun tidak mengabari mereka.

Sakura harus menjadi tulang punggung keluarga sebagai gantinya. Ibunya tidak bisa bekerja karena memiliki penyakit jantung. Tapi karena rasa bersalah, kadang ibunya akan diam-diam bekerja dan membuat sakura memarahinya secara halus tentu saja.

Sakura tidak mempermasalahkan itu. Walaupun dia harus banting tulang kadang sampai kurang tidur, dia tidak mengeluh sama sekali. Ini demi kelangsungan hidup mereka. Setidaknya masih ada sisa tabungan ibunya untuk menambahi biaya hidup mereka.

Terdengar pergerakkan kecil disebelahnya. Sakura langsung menoleh, ia melihat ibunya yang tadi tertidur telah terbangun.

"Sakura? Kau tidak bekerja nak?" Tanya ibunya dengan lembut. "Tidak kaa-san, tadi aku sudah izin dengan bosku." Mendengar itu, ibunya langsung memasang ekspresi bersalah, "maaf, ini pasti karena kaa-san" ujar mebuki dengan wajah sendu. Sakura langsung menggeleng cepat mendengar itu lalu dia langsung menyenderkan kepalanya ke bahu ibunya sambil memeluk ibunya itu. Mebuki yang melihat tingkah putri sulungnya itu tersenyum. Walaupun ibunya sudah bangun, sakura tidak akan ke tempat kerjanya. Biarkan dia libur hari ini.

.

Keeseokan harinya, sakura merasa senang karena adinya sudah diizinkan pulang kerumah. Sakura sedang memberesi peralatan adiknya yang ada di kamar rumah sakit.

Sasame memperhatikan sakura yang sedang sedang berkemas. Selama dirumah sakit, ia memilih untuk menginap daripada pulang pergi. Sasame menatap kakaknya yang sedang memunggunginya dengan sendu.

"Nee-san." Sasame memecah keheningan yang ada diruangan itu. "Ada apa, sasame?" Tanya sakura tanpa membalikkan badannya dan terus melakukan kegiatannya.

"Maafkan aku, lagi-lagi aku merepotan nee-san" sakura langsung menghentikan gerakkan tangannya yang sedang meresletingkan tasnya itu. Dan langsung berbalik lalu mendekati sasame yang masih terduduk di ranjang.

Why Break Up?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang