23

1.2K 179 11
                                    

Sakura termenung di depan sarapannya. Sudah 10 menit berlalu, tapi putri sulung keluarga Haruno itu tidak berniat untuk menyentuh sarapannya sama sekali.

Mebuki dan Sasame yang menyadari hal itu, dengan serentak meletakkan sumpit mereka dan menatap Sakura. "Nee-san? Apa kau tidak enak badan?" Pertanyaan yang keluar dari mulut adiknya itu membuat Sakura tersadar dari lamunan panjangnya. "Ah, e-eto... aku baik-baik saja." Demi menghilangkan ke-khawatiran kedua orang yang sangat disayanginya itu, Sakura mulai menyuap sarapan yang sejak tadi dia abaikan.

"Ada apa, nak?" Mebuki yang sejak tadi memendam rasa penasarannya, akhirnya memilih untuk bertanya kepada Sakura. Putrinya itu akhir-akhir ini bertingkah aneh. Entah hanya perasaannya saja, semenjak pulang dari pesta reuni SMA-nya, Sakura selalu terlihat murung. Setiap pulang kerja, putrinya itu hanya akan mengurung dirinya dikamar dan mengabaikan makan malamnya. Dan setiap pagi, gadis itu selalu seperti ini. Melamun di depan sarapannya. Itu benar-benar membuat Mebuki sangat khawatir.

"Aku baik-baik saja, ibu." Jawab Sakura. Gadis itu tersenyum sampai kedua matanya menyipit untuk menghilangkan rasa khawatir ibunya itu.

"Aku berangkat dulu." Sakura tidak menghabiskan sarapannya dan langsung menyampirkan tas kerjanya di bahunya dan pergi begitu saja.

Melihat hal itu, Mebuki dan Sasame hanya bisa terdiam lalu saling berpandangan.

.

.

.

Sakura tidak terlalu mengerti dengan dirinya sendiri sekarang. Seharusnya dia merasa lega karena semua antara dirinya dan Sasuke sudah berakhir. Tidak ada lagi yang perlu Sasuke tanyakan dan tidak ada lagi yang harus Sakura jawab.

Tapi entah kenapa dia merasa gelisah. Tidak seperti Sasuke yang sepertinya telah menerima akhir dari cerita mereka. Karena semenjak Sakura menjawab semua pertanyaan Sasuke seminggu yang lalu, pria itu kini benar-benar menghilang dan tidak pernah sekalipun menunjukkan batang hidungnya di depan wajah Sakura.

Bahkan saat mereka ada jadwal bertemu untuk kerja sama mereka, yang datang bukanlah Sasuke, melainkan juugo, sekretaris pemuda itu.

Apa sebenarnya yang Sakura harapkan? Apa dirinya sudah menjadi gila sekarang? Padahal kemarin-kemarin dia mengharapkan pemuda itu untuk segera pergi dari hidupnya.

.

.

.

Sasuke terkena demam selama seminggu full. Entah apa yang membuat keadaan fisiknya menurun drastis. Sejak pesta alumni itu, atau bisa dibilang sejak pembicaraannya dengan Haruno Sakura, kesehatannya tiba-tiba menurun drastis.

Ibunya menemukan dia sudah tepar di atas bath up. Padahal dia tidak berendam di sana dan hanya berbaring, tapi entah kenapa dia tiba-tiba demam tinggi dan itu membuat keluarganya panik.

Ya, Sasuke akui dia memang sangat frustasi waktu itu. Setelah pembicaraannya dengan Sakura berakhir, dia tidak lagi kembali ke gedung dan langsung pulang. Dia bahkan melupakan Karin begitu saja.

Setelah sampai dirumah, dia langsung memasuki kamar mandi yang berada di kamarnya dan langsung membaringkan dirinya di bath up. Memejamkan matanya dan mengingat kembali perkataan Sakura waktu itu.

Sasuke sudah mendapatkan jawabannya. Tapi itu malah membuat dia semakin tersiksa. Siapa yang harus dia salahkan sekarang? Sakura? Atau dirinya sendiri? Dia tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali keadaan.

Pada akhirnya Haruno Sakura memilih pergi darinya karena merasa tidak pantas berada disampingnya. Mengingat itu, Sasuke tergelak. Dia menatap langit-langit kamar mandinya. Tanpa disadarinya, air mata kembali meluncur begitu saja dari kedua onyx sekelam malamnya. Dia mengabaikan itu. Lalu dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan mengeluarkan suara tangisnya. Entah kenapa dia ingin menghancurkan semuanya sekarang. Tapi untung akal sehatnya masih mengambil alih dirinya untuk mencegah hal itu.

Why Break Up?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang