Chania, Greece ; 1840
"Kau bisa pakai ini untuk meredakan rasa panasnya," seorang gadis cantik memberikan sebuah obat oles pada Belga. "Kau sepertinya mengalami iritasi."
"Tiba-tiba saja?"
"Mungkin dari pakaianmu atau kau memakan suatu zat yang menimbulkan iritasi," ucap gadis yang tidak lain adalah petugas unit kesehatan.
"Oh begitu rupanya, baiklah. Terima kasih, Sorah. Aku harus segera pergi."
"Ya. Kalau terjadi sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakannya padaku," Belga mengangguk kemudian pergi.
Belga berjalan masuk kembali ke kamar asramanya, ia harus bergegas karena hari sudah beranjak terik. Rencananya untuk pulang tidak boleh gagal. Semalam ia sudah mempersiapkan barang-barang yang hendak ia bawa pulang.
Merasa sudah cukup ia segera menggendong tasnya dan pergi ke luar asrama. Belga melewati gerbang sembari menyapa beberapa orang yang ada disana. Ia berjalan menuju pasar yang terletak tidak jauh dari gerbang istana, membeli beberapa buah dan daging untuk Neneknya.
Setelah selesai dengan beberapa kantong belanja, ia kembali berjalan menuju desa di samping pasar. Sebenarnya Belga bisa saja naik kereta kuda yang ditawarkan paman-paman di pasar itu, namun ia berpikir akan lebih baik jika ia berjalan saja. Lagipula, ia merasa rindu dengan jalanan ke rumahnya.
"Belga!" suara seorang laki-laki membuat gadis itu menoleh. "Apa kau mendapat cuti?" tanya seorang pemuda yang sedang naik seekor kuda. Di belakangnya, seekor kuda lain ikut berjalan.
"Sohan? Kau tidak pergi ke pasar?" balas Belga. Mereka saling mengenal karena mereka adalah teman baik. Mereka sering bermain bersama karena rumah mereka saling berdekatan.
Sohan adalah salah satu orang yang menyewakan kuda-kudanya untuk transportasi umum di pasar. Tidak heran jika ia selalu memberi tumpangan pada Belga ketika ia hendak kembali ke istana.
"Tidak, Aku sudah memiliki beberapa bawahan jadi aku tidak perlu datang ke pasar. Kau belum menjawab pertanyaanku, Bel."
"Oh, ya aku sedang mendapat cuti."
"Bagus, Kau bisa menemani nenekmu. Naiklah," tanpa basa basi Belga naik ke kuda yang ada di belakang Sohan. Mereka berjalan santai sembari saling bertukar cerita.
Langit mulai berwarna jingga saat Belga sampai di depan rumahnya. Ia segera masuk dan menemukan neneknya berkebun di belakang, "Nenek."
Suara Belga membuat wanita paruh baya itu menoleh, "Kau pulang? Apa kau berhenti?" pertanyaan yang selalu ia dengar setiap kali pulang ke rumah.
"Tidak, Nek. Aku hanya libur," Belga menghela nafas kasar sambil berjalan masuk ke kamarnya.
Sejujurnya, hal yang membuat ia lebih nyaman tinggal di asrama adalah itu. Neneknya selalu meminta Belga untuk berhenti menjadi prajurit dan menikah dengan Sohan. Alasannya adalah, menjadi prajurit adalah hal yang cukup berbahaya dan jika ia menikah dengan Sohan, ia tidak perlu bekerja lagi.
Bukan masalah uang, tapi Belga ingin menikmati hidupnya sesuai dengan apa yang ia mau. Ia tak ingin terburu-buru karena ia masih muda. Lagi pun, Sohan sudah memiliki seorang kekasih yang juga sahabatnya sejak kecil.
Belga berpikir bahwa pemikiran neneknya terlalu kuno. Ia merasa terdesak dengan pemikiran itu, membuatnya enggan jika berada di rumah terlalu lama.
Belga mengusir pikiran itu, ia tak mau pusing. Segera ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Selesai ia membersihkan dirinya, ia berjalan keluar tetapi yang ia temukan adalah rumah yang kosong.
Di meja makan terdapat secarik kertas dari neneknya. Di sana tertulis pesan bahwa wanita itu pergi dan baru akan kembali esok pagi. Ia juga sudah menyiapkan makanan untuk Belga.
Belga akui jika neneknya sangat aneh. Ia kerap kali pergi di malam hari kemudian pulang esok paginya tanpa alasan yang jelas. Saat Belga berusaha menanyakan hal itu pun, neneknya akan terus mengelak dan mengalihkan topik.
Gadis itu menghela nafasnya, ia segera menyantap makan malamnya dan berencana untuk segera tidur. Selesai dengan urusan makannya, ia bergerak untuk menutup jendela serta pintu rumahnya.
___
Hogan berjalan masuk kastil, beberapa pelayan terlihat khawatir dengan luka di punggungnya. Ia masih berjalan tegak dengan sebuah anak panah di tangan kirinya. "Tidak perlu, Aku bisa membersihkannya sendiri," ucap pria itu saat seorang Omega mendekat.
Pikirannya masih berputar, tetapi kakinya terus berjalan. Melewati pintu-pintu di lorong sebelum bertemu pemuda yang menunggunya dalam kebingungan sedari tadi. "Salam Alpha," ucapㅡJacobㅡpemuda itu. "Siapa yang melakukan ini kepada Anda?" pemuda itu panik saat melihat darah mengucur dari punggung Hogan.
"Tahan semua pertanyaanmu, aku mau kita membahas soal pemberontakan setelah aku membersihkan luka ini." jawab singkat Hogan tanpa menghentikan langkahnya. Mata Jacob membulat sempurna mendengar jawaban Hogan.
Putusan terakhir Hogan membuat Jacob terdiam, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keputusan Alphanya.
Hogan berjalan masuk dan segera membersihkan diri, diletakkannya sebuah anak panah serta benda perunggu di meja. Ia terdiam menatap cermin, melihat pantulan wajah rupawannya dengan hidung bangir serta rahang yang tajam.
Sudah cukup.
Kehadiran gadis itu membuatnya sedikit kacau. Ia bergegas bersiap untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya. Langkahnya tegas, dengan penuh wibawa ia berjalan ke ruang kerjanya. Di sana, sudah ada Jacob yang duduk memperhatikan peta di meja. Pemuda itu berdiri dan memberi salam.
"Apa yang sudah kau temukan, Beta Jacob?"
"Pemberontakan di sebelah utara wilayah kita, Alpha."
"Ulah Rogue sialan itu?"
"Ya, Alpha. Mereka menyerang beberapa warga di malam hari, beberapa perempuan juga dilecehkan."
"Keparat!" umpat Hogan. "Malam ini, kerahkan beberapa warrior untuk ikut bersamaku berjaga di sana, aku akan meminta Beta Jarome untuk berjaga di sini." putus Hogan.
"Baik, Alpha."
"Lalu, apa lagi?"
"Tentang Julien entah mengapa saya merasa para Rogue itu memiliki hubungan dengannya."
"Aku juga merasa seperti itu."
Hari sudah mulai gelap, Hogan bersiap untuk pergi ke wilayah dimana penyerangan itu terjadi. Ia berdiam di sebuah tebing di tepi hutan, menatap tajam ke arah rumah-rumah warga yang berjajar rapi. Malam ini ia bersumpah akan menghabisi seluruh kawanan Rogue itu sampai tuntas. Ia berencana memasang kepala mereka di pepohonan agar menjadi pengingat bahwa siapapun yang berani mengusik wilayahnya akan bernasib sama seperti mereka.
TBC
© Alphanorv
04/08/22
Hi! Gimana? Boleh minta vomennya? Sekalian follow juga boleh, mohon krisarnya juga ya? Bisa lewat link yang ada di bio, terima kasih sudah mampir.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLPHINE: Ddeungryu [END]
Kurt AdamHai, namaku Rubelga. Aku tergabung dalam barisan prajurit khusus untuk mengawal Ratu di istana. Sebenarnya, itu adalah suatu ketidaksengajaan. Aku disebut-sebut memiliki kemampuan diatas rata-rata. Aku juga tidak tau bagaimana itu bisa terjadi, pada...