Chania, Greece ; 1840
"Sttt," ucap Belga menyuruh gadis itu untuk mengecilkan volume suaranya. "Lihat. Suaramu membuat rusanya kabur," protesnya pada Savea.
"Oh? Maaf Aku tidak tau kalau Kau sudah menemukannya."
"Kau ini."
"Aku mau mengajakmu berjalan lagi, di sini tidak ada apa-apa."
"Tidak sebelum suaramu membuat targetku lari."
"Ya ya ya maafkan Aku, cepat."
Dua gadis itu berjalan menyusuri lebatnya hutan. Sampai sebuah suara terdengar di telinga mereka. Belga dan Savea saling bertukar pandang. Mereka sama-sama tidak menggerakkan kakinya. Belga perlahan mengambil anak panah sembari menatap sekelilingnya.
Di arah jam dua, ia melihat dedaunan yang bergerak. Tampak sebuah benda seperti kayu yang bergerak, Belga yakin bahwa itu adalah tanduk rusa. Ia menarik anak panah dan memfokuskan ke arah rusa itu.
Sebuah lolongan serigala terdengar tepat sebelum gadis itu melepas anak panah. Membuat target panahannya lari begitu saja, "ah sial!" umpat gadis itu.
"Belga, Kau dengar itu?"
"Iya, dia membuat buruanku lari lagi," Belga menggerutu sembari berjalan untuk mengambil anak panahnya.
"Hei hei, sepertinya itu manusia serigala. Astaga apa Kau tidak merasa jika suara itu sangat dekat?"
"Hentikan, Sav. Kau ini terus saja membicarakan manusia serigala."
"Kau ini, jika Aku benar bagaimana? Belga, kurasa suaranya berasal dari belakang rusa itu."
"Ya, mungkin saja rusa itu juga buruan sang manusia serigala," Belga mencari anak panahnya yang hilang. Ia yakin anak panah itu menancap ke sesuatu di belakang rusa tadi. Namun, ia tak menemukan apapun di sini.
"Belga, hati-hati," ucap Savea kemudian berjalan menyusul Belga.
"Dimana ya? Astaga, Aku yakin ia menancap ke sesuatu di belakang rusa itu," Belga terus mencarinya akan tetapi hasilnya nihil.
"Lebih baik kita kembali. Jika boleh jujur, Aku merasa hutan ini sangat berbeda dari biasanya."
Ya, Belga juga merasakan apa yang dirasakan Savea. Hutan itu terasa tidak biasa, entah apa sebenarnya yang terjadi. Ia sudah pernah menyusuri seluruh bagian hutan di sekitar istana, terapi suasananya tidak seperti yang mereka rasakan sekarang.
"Aku juga merasakan hal itu sejak beberapa menit lalu," Belga merasa punggungnya terasa panas. Seperti sesuatu telah masuk ke dalam kulitnya. "Sav, apa Kau melihat sesuatu di punggungku?" ia bertanya pada Savea.
"Ya, tempat Kau menyimpan anak panahmu."
"Bukan itu maksudku, apa Kau melihat sesuatu melukai punggungku? Entah mengapa kulitku terasa perih, panas."
"Oh? Tidak ada apapun, Kau tidak terlihat terluka, Bel." Savea menelisik Belga dari atas ke bawah, "baiklah mari kita pulang, Kita pergi ke unit kesehatan untuk memeriksa punggungmu. Mungkin Kau mengalami alergi?"
Belga mengiyakan ucapan gadis itu. Mereka berjalan tanpa tau seseorang tengah memperhatikan mereka di belakang.
...
Seorang pemuda tengah duduk di meja kerjanya, rahang tajamnya mengeras setelah mendengar terjadi pemberontakan di wilayahnya. Ia memutar otak untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, namun masalah lain muncul berkali-kali lipat. Ia masih larut dalam pikirannya sebelum sebuah perasaan aneh menyelimutinya, "apa lagi ini? Siapa lagi yang akan berulah?" monolognya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLPHINE: Ddeungryu [END]
Lupi mannariHai, namaku Rubelga. Aku tergabung dalam barisan prajurit khusus untuk mengawal Ratu di istana. Sebenarnya, itu adalah suatu ketidaksengajaan. Aku disebut-sebut memiliki kemampuan diatas rata-rata. Aku juga tidak tau bagaimana itu bisa terjadi, pada...