Pavinone ; 18xx
Belga mencari Hogan ke seluruh penjuru kastil. Ia tidak menemukan pria itu. Sekali pun ia bertanya kepada para Omega, mereka juga tidak tau keberadaan Alphanya itu.
Tempat terakhir yang belum ia datangi adalah ruang kerja Hogan. Ia sempat ragu, itu ruang pribadi Hogan. Sopankah jika ia masuk begitu saja? Namun ia teringat pada apa yang Hogan katakan kemarin.
"Milikku sama saja milikmu, kau tidak perlu izin kepada siapapun untuk memakai barangku."
Segera ia masuk tapi sama saja, Hogan tidak ada di sana. Belga lelah, ia memilih untuk mengistirahatkan dirinya sejenak di ruangan itu. Pandangannya tertarik pada sebuah buku di atas meja Hogan. Sebuah buku dengan tulisan besar,
"Pavinone."
Belga membuka buku itu, ia ingat Hogan pernah mengatakan bahwa sekarang ia berada di Pavinone Pack. Mungkin buku ini menjelaskan tentang Pack yang dipimpin Hogan sekarang? Belga bermonolog. Suatu rencana terbesit dalam otaknya. Ia baru membuka sampul buku itu saat sebuah tangan melingkar di perutnya.
"Mencariku, ya?" suara itu tepat di telinga kanan Belga. Ia merasakan sesuatu menyentuh telinganya. Saat ia menoleh, ia melihat wajah Hogan sangat dekat dengan wajahnya. Hidung bangir pria itu hanya berjarak kurang dari lima sentimeter dengan hidung Belga.
"Kau membuatku terkejut," Belga berusaha melepas tangan pria itu, tapi pria itu malah semakin mengeratkan tangannya. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu," ia masih berusaha melepaskan dirinya.
"Kita bisa berbicara walaupun dengan posisi seperti ini." pria itu menyunggingkan senyumnya.
"Oh ayolah, aku serius."
Akhirnya Hogan melepaskan tangannya, "bisa kita berbicara nanti saja? Aku harus menghadiri pertemuan dengan Alpha pack lain," Hogan mengambil jubah di kursinya tanpa melepaskan pandangannya dari Belga.
"Tidak apa, tapi bisakah aku membawa buku ini?" Belga mengangkat buku di tangannya. "Mungkin dengan beberapa kertas dan pena."
Hogan menunjuk ke sebuah rak di sebelah mejanya, "di sana, ambil sebanyak yang kau mau." Ia berjalan mendekati Belga, mengambil tangan gadis itu. Ia memberikan kecupan singkat di punggung tangan dan pucuk kepala Belga. "Aku berangkat, sampai jumpa nanti," Hogan tersenyum kemudian berjalan dan menghilang di balik pintu.
Gadis itu membeku, beberapa detik setelah pintu tertutup ia membanting tubuhnya di sofa. Ia menyembunyikan wajah dengan tangannya. Ia tidak tahan dengan perlakuan manis yang pria itu lakukan padanya, "Bel, ayolah," ucapannya terus mensugesti dirinya sendiri agar tidak menjadi orang yang terlihat bodoh.
Beberapa menit dalam posisi seperti itu, akhirnya ia bangkit. Menata rambut dan gaunnya serta raut mukanya. Ia tidak bisa berjalan ke kamar dengan ekspresi seperti orang gila.
Buku, kertas dan pena sudah berada di tangannya. Ia menghela napas berkali-kali untuk menetralisir degup jantungnya sebelum melangkah keluar. Dengan segala usaha menahan raut mukanya, ia sampai pada kamarnya.
Ralat.
Kamar Hogan yang ia tempati. Belga menaruh benda yang ia bawa di atas meja kemudian berjalan menuju kamar mandi. Ia membasuh muka tomatnya lalu berjalan ke cermin, "lihat, Bel? Pria itu sudah membuatmu gila," ucap Belga pada pantulan dirinya.
Perlahan-lahan hati Belga luluh dengan perlakuan pria itu. Ia berhasil membuat Belga merasa nyaman saat di dekatnya. Terlalu berlebihan, namun Belga bisa mengatakan semua tentang pria itu adalah sempurna.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADOLPHINE: Ddeungryu [END]
WerewolfHai, namaku Rubelga. Aku tergabung dalam barisan prajurit khusus untuk mengawal Ratu di istana. Sebenarnya, itu adalah suatu ketidaksengajaan. Aku disebut-sebut memiliki kemampuan diatas rata-rata. Aku juga tidak tau bagaimana itu bisa terjadi, pada...