29.| Keputusan tak irasional

215 35 13
                                    

Tak ada persiapan khusus bagi Jimin untuk kembali berdiri mematung di depan halaman rumah singgah yg penuh dengan kenangan manisnya bersama sang Tercinta kecuali keberanian hati. Bagaimana dulu hari hari penuh tekanannya berubah menjadi sebuah ketenangan ketika ia menapak kaki di rumah sederhana, dimana Namjoon dan mamanya tinggal bersama seekor kelinci buntal yg sangat lucu. Kini ia kembali lagi setelah satu minggu lamanya ia tinggalkan. Begitu pula dengan Namjoon yg meninggalkannya bersama luka dan segala kenangan manis.

Pagar rumah di dorong perlahan, dengan langkah gontai Jimin terus maju masuk kedalam pekarangan bersama Jungkook yg setia menemaninya di belakang. Pintu rumah tak tertutup, hingga menampilkan sosok wanita paruh baya yg masih cukup cantik duduk termenung dengan gelas teremat dalam genggaman di sofa dengan tatapan kosong ke arah layar televisi yg gelap. Hingga Jimin mengetuk rendah daun pintu, hingga sang pemilik terkesiap menampilkan wajah yg kental akan kesedihan saat bersitatap langsung dengan jelaganya dengan hati mencelos.

Butuh beberapa sekon dalam diam hingga akhirnya Mama berjalan segera dengan tersaruk menuju Jimin yg berdiri di ambang pintu. Kedua tangannya terulur, menangkup wajah gembil Jimin yg kini sedikit tirus. Senyumnya mengembang, namun begitu lirih dan sendu. Membuat Jimin ikut meraih kedua telapak tangan yg menempel di pipi dan mengusap lembut. Kedua matanya tiba tiba memanas seiring dengan ulu hati yg berdenyut ngilu. Ini ironis sekali. Waktu itu mama yg meminta Jimin bersabar lebih lama lagi untuk tetap berada di sisi Namjoon. Namun yg terjadi kini, Namjoon meninggalkannya lebih dulu.

"Maaf Jimin, maafkan mama. Mama tidak bisa menahan Namjoon untuk tetap disini. Maaf karna mama tidak berani menjenguk kamu saat kemarin kamu sakit karna Namjoon. Maafkan mama, Jimin."  Ucap mama dengan suara bergetar.

Jimin berusaha menarik ujung ujung birainya ke atas meskipun itu terasa amat sangat sulit. Tangannya menggenggam erat tangan mama untuk di bawanya turun dari pipi.

"Bukan salah mama. Namjoon yg sudah memilih ma. Aku juga gak bisa apa apa." Ujar Jimin.

Mama menundukan kepala dalam. Melihat Jimin patah lalu kembali berusaha tegarlah yg membuat hatinya lebih sakit. Bagaimana mungkin Namjoon sejahat ini pada Jimin jika ia juga mencintai Jimin?

"Aku kesini, mau ambil barang barangku. Aku akan pulang ke rumah papa." Tukas Jimin.

"Mama bantu berkemas ya?"

Jimin mengangguk pelan. Keduanya berjalan beriringan menuju kamar Namjoon yg juga menjadi kamar Jimin selama hampir tiga bulan lebih ini ia tinggal disana. Jungkook setia mengekorinya dari belakang.

Jimin mengeluarkan semua pakaiannya dari dalam lemari. Mama dan Jungkook melipatnya rapih untuk di masukan kedalam koper. Jimin tertegun beberapa saat menatapi lemari pakaian yg hampir kosong sebab pakaian Namjoon sudah lebih dahulu tak ada disana. Jumlah pakaian Namjoon yg tak terlalu banyak menjadikan lemari itu nampak terlalu lengang. Nafasnya tercekat, seakan udara tak juga menghampiri rongga paru saat tarikan nafas dalam ia rengkuh. Namjoon merencanakan kepergiannya dengan sangat baik. Dan apa yg lebih menyakitkan di bandingkan dengan kepergian yg sudah di rencanakan?

"Jimin, are you oke?" Jungkook nampak memperhatikan Jimin yg cukup lala tercenung dengan bahu yg naik turun.

Tentu dia tidak baik baik saja. Namun di depan mama dia harus baik baik saja, begitu pula di depan Jungkook. Karna selama seminggu ini ia sudah banyak menyulitkan Jungkook. Bahkan dengan setianya, Jungkook mengambil waktu cuti untuk tetap berada di sisinya. Jimin hanya butuh bernafas, meski ia tahu udara yg ia butuhkan adalah Namjoon.

"Gak papa." Singkatnya.

Barang Jimin sudah terkemas rapih dalam koper. Jungkook terlebih dahulu membawanya kedalam mobil sementara Jimin masih bersama Mama untuk menyampaikan salam perpisahannya. Sebelum ia benar benar meninggalkan rumah itu.

I K I G A I     [ NamMin AU ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang