30.| Mengembalikan sisa rasa

232 34 6
                                    

Kala itu di bulan July empat tahun lalu, Namjoon hanya bisa tersenyum kecut ketika selembar kartu undangan berwarna keemasan menampilkan nama kekasihnya, Jung Hosoek. Sialnya, yg bersanding di lembar yg sama dengannya bukanlah nama dirinya. Melainkan nama seorang lelaki yg takpernah ia tahu sebelumnya.

"Namjoon, maaf. Aku gak tahu gimana caranya bilang soal ini ke kamu. Mau aku bilang sekarang, kemarin ataupun lusa, ini akan sama sama nyakitin buat kamu. Aku mau menikah, Namjoon."

Namjoon meletakan undangan itu dengan kasar di atas meja. "Kenapa kamu mau menikah dengan seseorang yg gak kamu cinta?"

"Ini kemauan ibuku, Namjoon. Dan aku gak bisa menolaknya."

"Tapi kamu gak cinta dengan lelaki itu. Kamu cintanya sama aku!"

Hosoek menundukan kepala, merasa tak mampu menghadapi Namjoon sore itu.

"Kamu bilang, kamu cinta sama aku. Kamu bilang, kita akan berjuang sama sama. Kamu akan nunggu aku sampe aku mapan untuk nikahin kamu. Tinggal sedikit lagi, Seok. Kita akan bahagia."

Namjoon memukul meja dengan kepalan tangannya. Mendengus frustasi kemudian mengusak kepalanya sendiri. Tak peduli apa yg sedang di lakukannya sudah mengundang banyak perhatian pengunjung kafe lainnya. Ia hanya tidak terima dengan keputusan Hosoek untuk meninggalkannya. Terlalu menyakitkan baginya.

Dan sore itu adalah kali terakhir Namjoon bertemu dengan Hosoek. Ia memilih untuk tidak hadir pada pesta pernikahan Hosoek karena itu sama dengan pesta perayaan patah hatinya. Dan ia memilih pergi membawa rasa sakit sejauh jauhnya.

Lalu dimensi seakan melambat untuk Namjoon. Mungkin memang waktu akan terasa lebih lama untuk seseorang yg di rundung kesedihan. Dan kini, tahun tahun sudah di lewati Namjoon. Ia kembali menampakan batang hidungnya di hadapan Hosoek yg seketika mematung. Hampir tak percaya jika pengunjung pertama di kedai es gelatonya hari ini adalah Namjoon. Belahan Jiwanya.

"Hai, Seok!" Ucap Namjoon dengan suara berat dan dalamnya.

"N- Namjoon?"

Mereka saling bertatapan dalam geming yg teramat dingin. Padahal, ada ritual yg dulu selalu keduanya lakukan ketika bertemu. Hosoek akan berlari penuh suka cita kearah Namjoon. Berjinjit sembari mengulurkan tangan untuk menggapai puncak kepala Namjoon. Dan Namjoon akan reflek menunduk lalu mempertemukan hidungnya dengan hidung bangir sang pujaan. Namun itu dulu.

"Ka- kamu disini?" Hosoek meneguk ludah. Berjalan tertatih mengitari rak yg berisi kontainer dagangannya untuk menghampiri Namjoon.

"Iya. Aku disini. Aku disini setelah aku bertahun tahun mencoba lari. Aku kembali setelah kamu mencampakkan aku sendiri." Ujar Namjoon.

Namjoon mengeluh tertahan. Ujung ujung birainya tertarik ke atas membentuk simpul. Ia mengulurkan tangan untuk mempersilahkan Namjoon duduk. Akan tetapi, saat Hosoek baru hendak akan menarik kursi untuk dirinya. Seorang Bocah perempempuan lucu berlari kearahnya seraya memekik girang.

"PAAAPAAAA.!"

Namjoon memandangi bocah perempuan itu dengan tatapan nanar. Wajah perempuan kecil di seberangnya benar benar mirip sekali dengan wajah Hosoek. Terutama kedua mata yg selalu berbinar ketika ia bicara.

"Papa, hari ini bolehkah Sunny makan es krim?" Bocah itu bertanya seraya memasang wajah manis memelasnya.

"Boleh. Tapi satu scoop aja ya." Jawab Hosoek dengan sumringah. "Minta tolong Tobi untuk ambilkan. Papa sedang ada tamu."

"Oh.." pekik bocah yg memanggil dirinya dengan sebutan Sunny ketika melihat ke arah Namjoon. "Bukankah dia om yg ada di foto dalam dompet papa?"

Hosoek dan Namjoon kembali bersitatap dalam cagung. Hingga Hosoek mengusak lembut surai pirang rambut anaknya seraya berkata. "Iya, dia om yg selalu ada dalam dompet papa. Sekarang, kamu mintalah es krim sama Tobi. Biar papa bicara dulu dengan om, ya!"

I K I G A I     [ NamMin AU ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang