3. Menikahlah Denganku

6.1K 262 1
                                    

Dingdong! Dingdong!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dingdong! Dingdong!

Bel berbunyi sebanyak dua kali. Bersamaan dengan itu, Irene keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk kimono yang menutupi tubuhnya hingga betis, dan kepalanya yang dibalut handuk.

Dia mengintip dari lubang pintu. Dari sana dia melihat seorang pria bertopi berdiri menundukkan kepala dengan bungkusan plastik di tangan.

"Pas banget aku siap mandi, delivery nya sampai,” gumamnya sambil mengambil dompet di tasnya.

Dia membuka pintu kamar terbuka dan pria bertopi itu masih menunduk. Tidak ada sedikitpun kecurigaan Irene pada orang itu.

"Permisi, saya mengantar pesanan untuk nona Irene," ucap Wira masih menyembunyikan wajahnya dan membuat suaranya lebih berat. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.

"Iya, Pak. Berapa harga yang harus saya bayar?" tanya Irene sembari membuka resleting dompet kecilnya.

"Totalnya QR 30, Nona.”

"Ini uangnya, terimakasih Pak," ucap Irene sembari memberi uang dan mengambil bungkusan dari tangan Wira.

Saat Irene hendak menutup pintu kamarnya, tiba-tiba Wira menahan pintu itu dengan tangannya.

Tentu saja Irene terkejut dan panik. Ditambah lagi pakaian yang dia kenakan saat ini hanyalah handuk kimono tanpa lapisan apa pun di dalamnya. "Pak, apa yang Anda lakukan? Lepaskan tangan Anda!" bentak Irene panik sambil terus mencoba mendorong pintunya.

Wira lalu mengangkat kepalanya yang ia sembunyikan sejak tadi dan membuka topinya. “Hai,” sapanya sambil tersenyum tanpa merasa berdosa.

"KAMU!"

Meski nada suaranya menunjukkan ketidaksukaan akan kehadiran pria itu, tapi kelegaan terpancar jelas di wajahnya. Setidaknya Wira tidak akan menyakitinya, pikirnya. Dia percaya itu.

"Ngapain kamu kesini? Saya nggak ada urusan apa-apa sama kamu!" Irene tetap berusaha mendorong pintunya.

"Tapi aku ada," ucap Wira tenang lalu mendorong pintu dengan sekali hentakan. Tidak perlu banyak tenaga untuk mendorong pintu itu hingga terbuka lebar karena tenaga Irene terlalu kecil untuk menahan kekuatan tangannya yang besar.

Wira nyelonong masuk ke dalam kamar hotel Irene dan duduk di sofa dekat jendela. Mau tidak mau, Irene pun terpaksa harus meladeni pria yang selama 7 tahun ini selalu mengusik ketenangannya dengan banyak cara.

"Ada apa?" tanya Irene malas. Dia masih setia berdiri dengan bersandar di pintu kamar dengan kedua tangan bersedekap di dada. Dia tidak ingin pria itu berlama-lama di kamarnya.

Cara Terakhir Mendapatkanmu (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang