18. Kedua Kali

3.3K 177 23
                                    

Saya selalu baca komentar-komentar kalian kok. Dan percayalah, itu adalah moodbooster untuk penulis kroco seperti saya ini.
So, jangan lupa kasih komentar ya. 😊

"Irene kenapa, Nak Wira?" tanya Ibu menghampiri Wira saat membuka pintu penumpang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Irene kenapa, Nak Wira?" tanya Ibu menghampiri Wira saat membuka pintu penumpang.

"Demam, Bu. Tadi kehujanan di bandara," jawab Wira pelan lalu menggendong tubuh Irene yang tidur ke dalam rumah. Ibu pun mengikutinya dari belakang.

Wira lamgsung membawa Irene ke kamarnya lalu membaringkannya dengan sangat hati-hati di atas kasur.

"Bangunin dulu, Nak Wira. Ibu mau ambil obat di dapur," ucap Ibu sebelum melangkah keluar dari kamar.

Wira duduk di tepi ranjang lalu mengusap lembut wajah Irene dengan punggung jarinya sambil memanggil nama perempuan itu dari jarak yang sangat dekat. "Ren.. Irene, bangun Sayang," panggilnya dengan suara berbisik.

Irene mengerjapkan matanya perlahan bersamaan dengan munculnya Ibu dari pintu kamar. "Udah bangun?" tanya Ibu.

"Udah, Bu." Wira bangkit dari sisi ranjang untuk memberi tempat pada wanita itu.

"Bu? Aku di rumah?" tanya Irene agak linglung. Dia tidak menyadari kehadiran Wira di kamar kecilnya itu.

"Iya, Sayang. Kamu minum obat dulu ya, badanmu hangat. Abis itu istirahat lagi."

Irene bangkit dari tidurnya dengan posisi setengah duduk, meminum obat penurun demam yang diberikan ibunya lalu kembali berbaring dan memejamkan mata.

Dengan isyarat gerakan tangan, Ibu mengajak Wira yang sedari tadi menatap Irene, keluar kamar.

"Bu, saya minta maaf," ucap pria itu setelah mereka berada di ruang keluarga. Ibu yang hendak berjalan ke dapur menghentikan langkahnya.

Wanita itu menghirup udara sebanyak-banyaknya, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya. Saat berbalik, ia sempat tertegun melihat Wira sudah bersimpuh di hadapannya dengan kepala mendongak. Tatapannya penuh penyesalan yang teramat dalam.

Ibu masih tetap diam di tempatnya, menatap Wira dengan ekspresi yang tidak terbaca. "Apa maaf dari saya bisa mengembalikan semangat hidup putri saya? Apa dengan memaafkan kamu bisa membuat Irene kembali ceria seperti dulu? Kalau iya, maka saya tidak hanya akan memaafkan kamu tapi juga akan mencium kakimu dengan sukarela," ucap Ibu datar seperti tidak menunjukkan emosi apapun. Dia diam sebentar lalu melanjutkan ucapannya, "Tapi kalau kata maaf itu tidak bisa merubah apa pun, simpan saja kata-kata maafmu itu. Saya tidak butuh. Tetaplah merasa bersalah seumur hidupmu agar kamu selalu ingat penderitaan macam apa yang sudah kamu torehkan di hidup putri saya dan juga kami sebagai orang tuanya."

Cara Terakhir Mendapatkanmu (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang