27. Eklampsia

2.7K 160 10
                                    

Selamat membaca :)
Jangan lupa vote, komen, dan follow

Irene berbaring miring di atas tempat tidur dengan tangan kiri yang terpasang infus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irene berbaring miring di atas tempat tidur dengan tangan kiri yang terpasang infus. Dia terpaksa harus melakukan suntik pematangan paru janin karena ada indikasi lahir prematur pada janinnya.

"Gimana, Sal?" tanya Wira sembari mengusap kepala Irene yang sedang memejamkan mata. Rasa sakit akibat kontraksi yang ia alami tadi sudah berkurang sehingga ia bisa tidur sejenak.

Dokter Sally menghela nafas sejenak. "Kondisinya jauh dari kata baik, Wir. Tensinya masih sangat tinggi, di 180/100. Kalau terus seperti ini akan berbahaya untuk ibu dan janinnya. Tapi kami akan pantau terus perkembangannya sampai beberapa jam ke depan, semoga tensinya segera turun setelah minum obat tadi."

Dokter Sally kemudian meninggalkan ruangan, meninggalkan Wira dan Irene di kamar rawatnya.

Wira tidak henti-henti merapalkan doa-doa. Air matanya sesekali keluar membasahi sudut matanya. Sosok seorang Wira yang dikenal selalu tenang dalam menghadapi masalah apapun akan menjadi lemah jika menyangkut wanita ini.

Irene membuka matanya saat merasakan pipinya basah. Cairan itu bukan berasal dari matanya, melainkan dari mata pria yang berdoa sembari menempelkan kening di keningnya. Dari jarak yang sangat dekat, Irene bisa melihat bagaimana pria itu berdoa dengan sangat khusyuk. Ini adalah pertama kali Irene melihat dia berdoa.

Tangan Irene yang terpasang infus terulur menghapus air mata di pipi Wira. Pria itu dibuat terkejut dan langsung menolehkan kepala ke belakang untuk menghapus air matanya. "Udah bangun?" tanyanya dengan senyum berat.

"Mereka marah sama aku, ya?" gumam Irene sembari mengusap perutnya.

Dia sungguh menyesali kata-kata yang keluar dari mulutnya saat emosinya sedang meradang. Ia tidak sadar kalau kata-katanya itu bukan hanya menyakiti Wira tapi juga janinnya. Mungkin janinnya bisa merasakan adanya penolakan dari ibu mereka sehingga mereka memutuskan untuk segera keluar dari rahimnya.

Wira menggeleng cepat. "Shht.. gak usah mikir yang aneh-aneh. Istirahat lagi, ya" ucapnya sembari memberikan pijatan lembut di kening Irene dengan.

"Mereka nggak akan pergi ninggalin aku, kan?"

Lagi-lagi Wira menggeleng lalu mengecup kening wanita itu lama. "Nggak ada anak yang rela ninggalin ibu sebaik kamu."

Irene menggeleng dengan air mata yang merembes jatuh dari sudut matanya. "Kamu benar. Aku ibu yang kejam. Aku memang nggak pantas jadi ibu."

Rasa bersalah pun menyelimuti hati Wira. Dia sangat menyesali kata-kata yang telah ia ucapkan pada wanita itu dalam keadaan emosi. Sungguh, dia tidak bermaksud mengatakan itu.

"Maaf.." ucap Wira pelan.

"Wira, aku minta kamu berjanji satu hal" ucap Irene menggenggam erat tangan Wira.

Cara Terakhir Mendapatkanmu (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang