13. She's Pregnant

3.9K 184 8
                                    

Terhitung seminggu lagi, hari pernikahan Irene dan Eliot akan segera tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terhitung seminggu lagi, hari pernikahan Irene dan Eliot akan segera tiba. Irene tidak ingin menunda lagi untuk membuat sebuah pengakuan pada calon suaminya. Dia ingin pikirannya lebih tenang menjelang hari pernikahan.

"Mas, besok kamu sampai Jakarta jam berapa?" tanya Irene dalam percakapan telepon mereka.

"Mm.. take off nya jam 16.45 WIB. Mungkin sampai rumah sekitar jam setengah tujuhan lah."

"Ada yang mau aku obrolin, Mas. Tapi aku maunya ngobrol langsung, jangan lewat telpon," ujar Irene.

"Boleh, Sayang. Jadwal kamu besok gimana?"

"Besok aku reserve* di bandara Mas dari jam 12 siang sampai jam 6 sore."

*Reserve adalah jadwal yang mengharuskan awak kabin stand by di bandara atau tempat tinggalnya sebagai pengganti apabila ada salah satu dari awak kabin yang akan bertugas terbang berhalangan hadir karena sakit atau hal lain.

"Oh, kalau gitu besok Mas tungguin kamu selesai stand by ya. Abis itu kita dinner berdua," ucap Eliot.

"Oke, Mas. See you tomorrow. I miss you," ucap Irene dengan manja.

"I miss you more, Sayang."

#

Hari ini seperti kesepakatan mereka lewat telepon tadi malam, Eliot akan menunggui Irene selesai jadwal reserve.

"Gimana tadi penerbangannya, Mas? Sempat cuaca buruk ya tadi?" tanya Irene saat membicarakan keseharian mereka hari ini.

Mereka sedang ngobrol berdua di salah satu meja di crew room sambil menunggu 1 jam lagi menuju jam 18.00. Pasangan calon pengantin itu tampak serasi dengan seragam pilot dan pramugari yang mereka kenakan.

"Iya, sempat ada turbulensi. Untungnya semua aman. Kalau nggak aman, Mas nggak ada disini sekarang."

"Syukurlah, Mas. Aku sempat deg-degan tadi pas tau infonya. Tapi aku yakin sih semua bakal baik-baik aja karena Mas itu kapten yang hebat," ucap Irene sambil menyenderkan bahunya di lengan Eliot dan merangkul tangannya.

"Eh, tumben gelendotan. Biasanya nggak mau manja-manjaan kalau diliatin banyak orang," goda Eliot sembari menggamit hidung mancung tunangannya.

"Gapapa. Bentar lagi kan udah halal," ucap Irene lalu menghirup aroma parfum dari lengan baju Eliot. Pria itu tertawa renyah mendengar kata-kata Irene.

"Hoaam.. Sayang, Mas ngantuk nih. Tolong bikinin kopi dong," pinta Eliot.

"Siap, Kapten!"

Saat Irene berdiri, tiba-tiba kepalanya pusing. Matanya berkunang-kunang. Pandangannya menggelap perlahan-lahan, lalu ambruk.

Bruk!

"Irene!" Pekik Eliot kaget melihat tunangannya tergeletak di lantai.
Dia menepuk-nepuk wajah perempuan itu namun tidak ada respon. Lalu tanpa menunggu lama, dia mengangkat tubuh Irene, berlari menuju klinik bandara.

Aksi Eliot itu menjadi pusat perhatian banyak pasang mata, namun dia tidak mempedulikannya lagi. Yang ia pikirkan hanyalah kondisi calon istrinya.

#

"Pantesan kalian pengen cepat-cepat nikah ya, El," ucap Dr. Lisa setelah selesai melakukan pemeriksaan pada Irene. Dia senyum-senyum seperti sedang menggoda Eliot. Sementara Irene masih  belum sadar dari pingsannya.

Eliot mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti apa hubungan antara pernikahannya dengan pingsannya Irene.

"Congrats, ya. you're going to be a daddy soon. She's pregnant," seru dokter muda tersebut terlihat antusias.

"Apa?!" Eliot melongo. Pandangannya beralih ke perut rata Irene dengan tatapan penuh amarah.

Rahangnya mengetat. Tangannya yang menggantung di samping celananya, dikepal kuat-kuat sampai memunculkan urat-urat tangannya dengan sangat jelas.

"El, are you okay?" tanya dokter sembari menepuk satu kali pundak pria tersebut. Ia seketika menutup mata dan mengatur napas untuk mengendalikan amarahnya. "I'm okay. Bisa tolong keluar, Lis? Aku butuh waktu berdua sama dia," ucapnya pelan menahan nada suaranya agar tetap stabil.

"Duh.. yang bentar lagi jadi mommy and daddy, pengen manja-manjaan, ya. Yaudah deh  aku keluar. Gak usah cemas gitu, bentar lagi Irene bakal sadar kok," ucap Dr. Lisa.

Sepeninggal Dr. Lisa, Eliot menumpukan matanya ke Irene yang sedang tidur dengan lelap. Kedua tangannya terangkat lalu menyatu di tengkuknya. Sambil mondar-mandir, ia mencoba mencerna semua ini.

Hamil? Kami bahkan tidak pernah ciuman. Lalu dengan siapa? Kapan mereka melakukannya? Kenapa dia menutupinya dariku dan mau menikah denganku?

Bug! Bug! Bug!

"Brengsek!"

Eliot mengumpat sambil memukul tembok berkali-kali dengan tinjunya.

Enggh! Terdengar suara desah Irene saat tersadar dari pingsannya. "Mas.." panggilnya dengan suara parau. Sambil memegang keningnya yang masih terasa pusing, ia duduk di atas brankar.

Eliot yang mengetahui Irene sudah bangun dari pingsannya, menghampiri perempuan itu dengan tergesa-gesa. Ia mencengkeram kedua lengan wanita hamil itu dengan kuat untuk menyalurkan emosinya. Napasnya memburu dan tatapan matanya penuh kebencian dan kejijikan seperti ingin menumpahkan segala sumpah serapah ke muka perempuan itu.

"Auhh.. sakit, Mas."

Cengkeraman tangan yang sangat tidak sebanding dengan lengan kecil itu semakin lama semakin kuat. Mungkin jejak tangan Eliot sudah meninggalan jejak merah di balik lengan seragam pramugari itu.

"Mas... lepas.. please," Irene meronta sambil menangis memohon untuk dilepaskan. Tubuhnya tidak siap menerima semua ini.

Cara Terakhir Mendapatkanmu (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang