❝28. Bersama Bintang Malam❞

13 1 3
                                    

Sendu Sejuk

Malam yang indah
Bersama perempuan sempurna

•••∆•••


Awalnya Bunda Leva sedang menyetrika tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran Safara yang dibopong lemah oleh Abzar. Leva langsung menyuruhnya beristirahat di kamar anaknya itu, karena rumahnya juga tak ada kamar tamu. Jadi Safara istirahat di kamar Abzar.

"Bunda ada sup, kamu ambilin buat Safa, A." suruh Bunda kepada Abzar. Dengan gesit, lelaki itu pergi ke dapur.

Sedangkan Leva kini menatap Safara dengan khawatir. Dia melihat pipi kanan dan kiri yang memerah seperti bekas tamparan. Leva tahu jika Safara baru saja mendapat perundangan.

"Bunda ambil obat dulu ya, Safa istirahat aja."

"Makasih Bun," Leva tersenyum dia mengusap rambut Safara dan pergi meninggalkannya.

Beberapa detik setelahnya Abzar kembali muncul. Sebuah nampan menjadi perhatian Safara, gadis itu menggeleng. "Aku gak mau makan," katanya dengan memelas. Abzar menaruh nampan diatas nakas dan mengusap rambut Safara lembut.

"Makan dulu ya, Bunda lagi ambil obat buat bersihin luka kamu." kata Abzar dengan lembut. Safara jadi ingin menangis saja rasanya. Kenapa bisa ia bertemu dengan orang seperti Abzar.

Akhirnya Safara tak menolak, dia mengangguk lalu beranjak untuk duduk. Abzar membantunya. "Mau disuapin?"

Safara menggeleng, "Aku bisa sendiri." Akan tetapi Abzar tetap kukuh, dia ingin menyuapi Safara. Lelaki itu melayang sendok yang berisi nasi dan sup. Membuka mulutnya seakan menyuruh Safara untuk melahap makanan yang ia ambil.

Gadis itu mendengus dengan menatap Abzar tajam, tetapi malah digubris kekehan kecil. Disaat seperti ini, melihat kekesalan gadis itu masih menjadi hobi Abzar.

"A, ini obatnya."

Bunda datang dan memberikan sekotak obat dan juga kompresan untuk membantu membersihkan luka diwajah Safara. Bunda Leva tersenyum kecil melihat interaksi keduanya yang kepergok sedang suap-suapan.

"Kamu obatin ya, Bunda masih ada kerjaan. Safara nanti disini dulu aja ya, wajah kamu bisa Abzar obatin. Jangan dulu pulang ya," kata Leva dengan lembut.

Safara mengangguk. "Iya Mah, makasih ya."

"Sama-sama sayang."

Leva tak menutup sepenuhnya pintu Abzar. Dia tak memberikan kebebasan anaknya. Ada celah sedikit untuk ruang keduanya. Bukan ia tak percaya pada anaknya sendiri, karena terkadang setan bisa masuk kapan saja kedalam tubuh mereka sehingga bisa melakukan hal yang tak diinginkan.

"Abis ini aku obatin ya," Lagi-lagi Safara hanya bisa mengangguk.

"Maaf dan makasih," ucap Safara. Seusai makan dia mengatakan itu. Kepalanya ditunduk, tak melihat Abzar yang sepertinya menatap dirinya.

"Maaf buat apa?" tanya Abzar.

"Maaf buat yang kemarin."

"Emang kamu ada buat salah sama aku? Perasaan enggak deh,"

Safara mendongak menatapnya. Dia mengerucutkan bibir, menatap Abzar dengan memelas. "Aku udah putusin kamu."

"Oh itu, terus?" katanya, lalu tersenyum jahil karena ia senang mengusili mantan pacarnya itu.

Pandangan Safara beralih kearah lain. Abzar sangat menyebalkan, bisa-bisanya lelaki itu masih bisa bercanda. Melihat itu, Abzar terkekeh. Dia langsung beranjak dari kursi belajarnya lalu duduk di tepi kasur.

Sendu Sejuk | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang