❝30. Awan bersama langit❞

8 1 1
                                    

Sendu Sejuk

Berfikir untuk meninggalkan
kamu itu tidak bohong, aku hanya ingin
bertemu dengan mimpiku selama ini.
Tapi, aku juga mencoba menyukai dunia ini
dengan adanya kamu, Saf..

•••∆•••


Ruang UGD, ruang yang kini tengah ditempati Abzar. Raut wajah yang sendu dan menahan kekhawatiran. Didalam sana ada keluarga Abzar yang sedang melihat keadaan lelaki itu. Namun Safara hanya bisa melihat keadaan Abzar dari jendela luar. Bukan dia tidak diizinkan masuk, tetapi masuk kedalam sana memiliki batas maksimal.

Jadi yang diprioritaskan adalah keluarga pasien. Sebuah tangan menepuk bahunya, Safara hanya diam saja ketika perlahan tangan itu mengelus punggungnya. Kak Alis dengan perhatian menguatkan Safara. Walau gadis itu tidak menunjukkan air matanya tapi terpancar kesedihan dari sorot matanya.

"Aku boleh liat Abzar gak, kak?" tanya Safara kepada kak Alis.

"Boleh, tapi nanti ya?" Safara mengangguk. Kemudian ia menoleh kearah teman-teman Abzar yang hanya diam. Safara berjalan menghampiri mereka membuat atensi mereka kini beralih pada gadis itu.

"Abzar bakal baik-baik aja, kalian gak usah khawatir, ya?" kata Safara menguatkan mereka. Justru mereka yang seharusnya memberikan kalimat tersebut padanya.

"Lo juga yang kuat. Makasih, ya." balas Rano. Safara mengangguk dengan lirih.

Tak lama setelahnya pintu ruangan dibuka. Bunda Leva dan Papa Abidzar beserta dokter keluar dari ruangan Abzar. Bunda menghampiri Safara dan mengusap rambut gadis itu. Membuat Safara merasa tenang sedikit.

"Seperti yang Bapak dan Ibu lihat, pasien masih belum siuman. Hanya membutuhkan beberapa jam lagi untuk pasien sadar, tidak perlu khawatir. Untuk Bapak dan Ibu, saya juga butuh bicara diruangan saya, apakah bisa?" kata Dokter tersebut.

"Bisa, dok."

"Safa sama teman-temannya Abzar mending pulang aja, ya. Ini sudah sore, Abzar juga masih belum siuman. Nanti kalau dia udah siuman, Bunda kabarin Safara." kata Leva dengan lembut pada Safara.

"Abzar baik-baik aja kan, Bunda?" tanya Safara dengan sendu. Bunda mengangguk dengan senyum penuh keyakinan.

"Kalau gitu kita pamit pulang, ya, Bunda." kata Rano dan ketiga temannya. Mereka bersalaman pada orangtua Abzar serta kak Alis sebelum meninggalkan tempat.

"Safara juga pamit pulang, ya. Kalau ada kabar tentang Abzar, boleh kabarin aku kan kak?" tanya Safara pada kak Alis.

"Iya, aku pasti kabarin. Hati-hati pulangnya, ya." jawab kak Alis.

"Hati-hati ya, Safara. Pulang bareng teman-temannya Abzar aja. Jangan terlalu mikirin Abzar. Dia pasti bakal baik-baik aja." pesan Bunda yang diangguki Safara. Dia bersalaman pada mereka sebelum pergi menyusul teman-teman Abzar.

Rupanya disana ada Bintang yang seperti sedang menunggu seseorang. Saat Safara menghampiri, Bintang langsung memasukkan ponsel kedalam saku celananya.

"Yuk,"

"Yang lain udah pulang?" tanya Safara. Melihat hanya Bintang seorang diparkiran.

"Iya. Bareng gue aja." Bintang menaiki motornya kemudian dia mengeluarkan motornya dari parkiran.

"Gak usah deh, aku pulang sendiri aja. Takut repotin." kata Safara merasa tak enak.

"Gak pa-pa, ini tugas gue sebagai sahabatnya Abzar. Ayo!"

Sendu Sejuk | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang