Juno mendelik tatkala di depan gerbang rumahnya, berdiri Nicole dengan raut harap-harap cemas yang sulit diterka. Laki-laki itu menoleh pada Genta yang duduk di sebelahnya dan memastikan wajah kaget sahabatnya itu.
Juno menghela napas dan menghentikan mobil di depan gerbang kemudian turun begitu saja. "Lo ngapain ke rumah gue?" tanya laki-laki itu dingin, tapi agaknya Nicole tidak begitu menghiraukannya karena gadis itu menjawab dengan suara yang terdengar seperti gumaman. Nicole melalui Juno begitu saja dan menuju ke tempat Genta saat ini.
"Gen, bisa ngomong nggak?"
Genta melirik Juno sekilas dan meminta sahabatnya untuk duluan. Ia kemudian memenuhi permintaan pacarnya sambil berjalan di sepanjang trotoar, di bawah langit malam perumahan Hyacinth.
Lampu tiang menyinari di setiap seratus meter jarak, membuat Nicole dapat melihat wajah Genta sekaligus bintang-bintang secara bersamaan. "Gimana tesnya?" tanya Nicole memulai pembicaraan lebih dulu.
Genta melirik Nicole ragu. "Em ... Juno jadi pemain inti."
"Kamu?"
Laki-laki itu menelan ludah menatap tatapan hangat Nicole. "Nggak, pemain cadangan."
"Hah? Kok bisa?"
"G-gue ... kurang maksimal hari ini."
"Gak mungkin." Nicole menggeleng dan meneliti raut wajah Genta lekat-lekat. "Kamu bahkan lebih dari layak jadi pemain inti."
Genta memalingkan wajah seketika dan menatap langit, berusaha menghindari cara rapi Nicole dalam mempermainkan emosinya sendiri. "Adek kelas mainnya lebih baik."
"Tapi—"
"Oh ayolah, Nic!" potong Genta meninggikan suara. "Lo tahu gue nemuin Mitya, kenapa gak langsung ke intinya aja."
Nicole merasakan hatinya perlahan retak. "Jadi lo bolos tes hanya karena Mitya absen hari ini?"
"Iya."
Nicole mengatupkan mulut, bahkan dalam hal ini dia tak tahu harus bersikap seperti apa. Genta terlihat memalingkan wajah seperti melarikan diri dari kebenaran dan kesalahan. "Kamu selalu ngebuat aku ngerasa gak pantes nanyain sesuatu ke kamu."
"Ya tanyain aja, lo kan pacar gue, ya lo berhak." Suara penuh penekanan Genta membuat Nicole menjadi serba salah.
"Kadang kamu gak sadar kalo sikap kamu bikin aku gak pantes." Nicole mengepalkan tangan, menyesali kalimat sensitif yang keluar dari mulutnya.
"Gak pantes apa?"
"Gak pantes jadi pacar kamu."
Genta mendesah dan memijit pangkal hidung tak mengerti. Ia menatap Nicole tak enakan dan berhenti melangkah. "Lo pantes."
Kalimat itu berhasil menyobek perasaan Nicole karena Genta mengucapkannya dengan penuh keterpaksaan. Nicole menutup mata sejenak dan menarik napas pelan. Ia harus menormalkan keadaan agar semuanya tak bertambah rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nicole Sullivan is A Weirdo [TAMAT]
Fiksi RemajaSatu SMA dibuat heboh ketika cewek tak dikenal, bernama Nicole, tiba-tiba menyatakan cinta pada cowok populer di sekolah. Mengherankannya, dia diterima. Semenjak itu, Nicole kerap menjadi buah bibir karena sering melakukan aksi udik untuk membuat pa...