Bab 19 | Rahasia Katanya

448 69 22
                                    

VOTE DULU SEBELUM MEMBACA YA

~HUMAIRA MERINDU~

31 Agustus 2022

.
.
.

Mitha melangkahkan kaki memasuki kelas dengan tatapan yang tak teralihkan dari Mahendra dan Humaira. Hal itu membuat sang pemuda menghela napas kesal. Gelagat Mitha seperti seorang polisi yang akan menginterogasi seorang tersangka.

Gadis tomboi itu menduduki bangkunya, sejenak perhatian Mitha terpusat pada mata sembab Humaira. "Lo yang buat dia nangis ya?" Tuduhan tanpa adanya bukti dia layangkan pada Mahendra yang kini sedang menatapnya penuh peringatan.

"Kalau iya kenapa?" Mahendra tak peduli jika gadis tomboi itu menatapnya nyalang. Dia memperbaiki posisi menghadap depan, berusaha menghindari kecurigaan Mitha yang kini sudah meredup karena teralihnya topik pembicaraan.

Menangkap sesuatu yang aneh, Mitha menggulirkan pandangan secara bergantian pada Mahendra dan Humaira. Gestur Humaira layaknya orang gugup semakin membuat prasangkanya bermain. "Kalian lagi nyembunyiin sesuatu ya?"

Tidak ada jawaban, melainkan hanya kesunyian di tengah Mahendra yang menggambar sesuatu di buku tulis. Hal itu berbanding terbalik dengan Humaira yang merasa terintimidasi oleh tatapan Mitha, gadis tomboi itu seolah menuntut sebuah penjelasan darinya. Humaira merasa tak memiliki pilihan lain memilih untuk menepuk punggung lebar nan kokoh Mahendra.

Sebelah alis Mahendra terangkat sempurna ketika berbalik menatap Humaira. Dia seakan bertanya pada gadis itu 'kenapa?' melalui raut wajahnya yang nampak tak terpengaruh oleh pertanyaan Mitha barusan. Diperhatikannya bagaimana Humaira menggulirkan mata berkali-kali ke Mitha, seolah memintanya untuk memberi penjelasan pada si gadis tomboi.

Mau tidak mau, Mahendra kembali berbalik ke belakang. Sesaat dia menghela napas panjang. "Kalau lo pengen tahu, lo harus jadi tim kita dan bantuin kita."

Pada dasarnya Mitha tak tahu menahu mengenai persoalan yang dimaksudkan Mahendra, maka dia hanya mengangguk. "Ceritain dulu masalahnya."

"Janji dulu!" desak Mahendra tak ingin kalah.

Mitha memutar bola mata malas dan memilih untuk mengalah. "Iya iya."

Humaira menghela napas sejenak sebelum mulai menceritakan kejadian yang didengarnya. Tangan gadis itu sesekali bergetar ketika kisahnya sampai pada bagian yang sama sekali tak pernah terbayangkan olehnya. Sedangkan, Mitha membekap mulut dengan kedua tangan untuk meredam teriakan karena keterkejutan. Tak sekalipun dalam benaknya terlintas hal seperti ini bisa terjadi di dalam lingkungan agamis.

"Sekarang kita harus ngapain?" Mitha menatap kedua temannya bergantian ketika Humaira menyelesaikan ceritanya.

Mahendra menghela napas berat, "Kita nggak bisa gegabah, karena Humaira juga nggak tahu siapa laki-laki itu," ujarnya tanpa mengalihkan tatapan dari Humaira. "Jangan takut lagi, ya? Lo nggak sendiri."

Humaira Merindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang