SEBELUM BACA VOTE DULU YA❤️
24 Juni 2022
~HUMAIRA MERINDU~
Humaira baru saja menapakkan kaki di pelataran rumah gedong milik Pak Yahya ketika Arzan berlari dengan boneka menghampirinya. Anak kecil berusia enam tahun itu nampak riang menghambur ke pelukan sang pengasuh. Hingga penciumannya menangkap bau amis, Arzan mengurai pelukan. Dilihatnya netra berselimut kaca bening milik Humaira.
"Kakak dijahatin lagi, ya?" Suara lantang bocah kecil itu membuat Humaira tersenyum. Setidaknya, ada yang peduli padanya, walaupun Arzan hanyalah anak-anak.
"Nggak Arzan ... Kakak cuma kelilipan tadi, makanya ini berair terus." Seakan menguatkan kalimatnya barusan, Humaira berlagak mengucek mata.
"Kalau ada yang jahatin Kakak bilang ke Arzan, ya? Nanti Arzan marahin orang itu biar tau rasa!"
Humaira tergelak sebelum akhirnya membawa bocah kecil itu ke dalam pelukan. Sepertinya, sang gadis terlupa dengan tas berbau amis.
"Kakak ... amis."
❥●••┈❀•••❀┈•••●❥
Humaira membenahi hijab cokelat susunya seraya keluar dari kamar Arzan. Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam, waktu yang pas untuk seorang anak kecil tidur.
"Ira, Kamu ditunggu umi sama abi di ruang tamu."
Salwa—anak sulung Pak Yahya—muncul dari tangga. Gamis hitam perempuan shalehah itu bergoyang kala sang empu berjalan.
Tak menahu maksud dari kalimat Salwa barusan, Humaira menatap teman sekaligus anak majikannya itu keheranan. "Maksudnya? Emangnya ada apa, Mbak Sal?"
"Mbak juga nggak tahu, Ira. Kamu turun dulu, ya?"
Humaira mengangguk, mengikuti langkah menuruni tangga menuju ruang tamu. Suara percakapan antar laki-laki santer terdengar ketika kaki mungil Humaira menghampiri Pak Yahya dengan sang istri yang sedang menjamu tamu, dua orang laki-laki.
Humaira sudah tak asing lagi dengan laki-laki berkemeja hitam dengan pahatan wajah yang tak perlu diragukan lagi. Bara namanya, dokter yang rutin memeriksa keadaan Arzan tiap minggu. Laki-laki itu memang dikenal baik oleh keluarga ini. Namun begitu, cara menatap Bara kepada perempuan yang bukan mahramnya membuat si gadis berwajah teduh ini sangat risih.
Bahkan, jika ada yang memperhatikan. Bara tak lagi malu melontarkan tatapan kagumnya pada Humaira sejak gadis itu tiba.
"Ira, ayo duduk, Nak." Umi Mety, majikan sekaligus perempuan yang sudah Humaira anggap ibu itu tersenyum manis. Meminta si gadis untuk duduk di sisinya.
"Silahkan, Nak Mahdi." Pak Yahya mempersilahkan tamunya untuk mengutarakan tujuannya.
"Maksud kedatangan Saya dengan adik Saya kemari adalah untuk meminang Humaira menjadi istri Bara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira Merindu
Espiritual"Lo tahu nggak, Ra? Lo dan gus Harits itu adalah refleksi nyata dari surat Yasin ayat empat puluh. Jalan kalian bersebrangan, bukan beriringan." Kehidupan pesantren yang Humaira idam-idamkan layaknya cerita sebuah novel dimana hanya ketenangan dan k...