Bab 20 | Bias Samar

479 72 25
                                    

SEBELUM BACA VOTE DULU YA:)

Minta tolong tandai typo ya🙏

Minta tolong tandai typo ya🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~HUMAIRA MERINDU~

3 September 2022

.
.
.

H

umaira memejamkan mata erat, berusaha menahan sesuatu dalam dirinya. Dia lantas masuk ke perpustakaan setelah Jabir lebih dulu. Kepala Humaira setia menunduk, bahkan ketika sudah duduk tepat di sebelah Shafiyyah.

"Kamu kenapa bisa telat, Ra?" Shafiyyah menyenggol pelan lengan temannya.

Humaira mendongak, menatap Shafiyyah dengan gelengan kepala. "Aku cuma kecapekan, Shaf. Kamu udah dari tadi?"

"Iya, aku udah dari tadi. Lain kali jangan telat lagi, Gus Harits paling ndak suka sama orang yang nggak disiplin."

Humaira menghela napas berat, pantas saja tadi sang gus mengingatkan mengenai konsekuensi yang harus ditanggung karena telat. "Iya, Shaf."

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Harits memulai acara pembinaan dengan duduk di ujung sebagai pembina.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Sang gus menghela napas sejenak seraya mengamati lima orang calon peserta yang hadir. "Sebelumnya, terima kasih sudah hadir di pembinaan pertama ini dengan tepat waktu."

Humaira sedikit tersindir kali ini, terlebih ketika mendapati sang gus yang menatapnya ketika mengatakan hal barusan.

"Pertama-tama perlu saya sampaikan, bahwa kalian masih berstatus sebagai calon peserta. Insyaallah minggu depan, akan diadakan seleksi tingkat provinsi di Surabaya. Kalian akan menginap di cabang pesantren yang ada di Surabaya selama dua minggu untuk persiapan seleksi. Saya, Ustadz Jefri dan Ustadzah Ningsih yang akan mendampingi kalian selama seleksi hingga ke Jakarta insyaallah. Sejauh ini ada yang ingin ditanyakan?"

Humaira terpekur mendengar penjelasan Harits. Jefri, satu nama itu berhasil membuat dia takut setengah mati. Kalimat Mahendra kemarin lantas terngiang-ngiang di telinga. Walau masih sekedar dugaan mentah, tapi tetap saja riwayat laki-laki itu membuat Humaira takut.

Humaira menoleh ke belakang, tempat di mana Jefri dan Ningsih duduk bersama Jabir. Gadis itu langsung mengalihkan pandangan begitu netra penuh selidik milik Jefri menatapnya. Bukan hanya tentang Jefri, tapi ini juga mengenai misinya untuk menolong Silvya. Untuk kali ini, kasus Silvya adalah hal yang harus diutamakan. Karena Humaira tidak ingin jika temannya itu terus-menerus berada dalam tekanan dan tak segera mendapatkan keadilan. Juga, dia tak bisa jika harus membiarkan dirinya terus berinteraksi dengan sang gus ditengah desas-desus yang sedang melandanya.

Humaira Merindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang