VOTE DULU YA SEBELUM BACA❤️
~HUMAIRA MERINDU~
10 Juli 2022
.
.
.Telinga tertutup kerudung itu mendengar suara langkah mengikuti sedari tadi. Kendati hati ingin berbaik sangka pada pemilik langkah itu, namun nyatanya, suara langkah kakinya masih menyertai hingga melewati belokan.
Setelah dirasa kesabaran habis untuk tidak memergoki penguntit itu, Humaira berbalik dengan tiba-tiba, membuat si penguntit menghentikan langkah susah payah. Hampir saja menubruk tubuh mungil sang gadis jika tidak berhasil berhenti.
"Kamu?!" Netra Humaira membulat mengetahui jika si penguntit adalah pemuda yang mencopetnya tadi.
Si pemuda tersenyum tipis mendapati ekspresi terkejut sang gadis yang dianggapnya lucu. Sedangkan, Humaira mendelik heran melihat senyum menawan si pemuda yang di matanya terlihat aneh.
"Mundur!" Teriakan Humaira membuat si pemuda terjingkat seraya memundurkan langkah.
Jika dilihat dari cover sang gadis memang kalem, tapi hal itu akan berubah ketika dalam keadaan terancam. Setidaknya, hal itulah yang sekarang tengah bergelut di benak sang pemuda.
"Kamu ngapain ngikutin aku?" Suara Humaira terdengar begitu sewot dengan raut tak ramah sama sekali.
"Seharusnya lo jeblosin gue ke penjara."
Jawaban sang pemuda berhasil membuat Humaira berpikir keras sekaligus terheran, "Kenapa gitu?" tanyanya tanpa meninggalkan nada ketus.
Sang pemuda terkekeh, "Ya biar lo nggak nyesel aja nanti."
Humaira terpekur, netranya menyipit seraya menatap sang pemuda penuh selidik. Tujuannya tidak melapor polisi adalah agar tidak ada masalah berkepanjangan. Terlebih ketika melihat pencopet itu seperti seumuran dengannya. Pasti akan ada trauma jika si pencopet masuk penjara. Trauma pada saat remaja menjadi momok penghambat untuk perkembangan mental, Humaira sendiri merasakannya hingga saat ini.
Melihat bagaimana si gadis menatapnya tanpa berkedip, sang pemuda menelengkan kepala. "Gue tahu gue ganteng, gausah sampai bengong juga ngelihatinnya."
"Woi, Humaira!"
Humaira cukup kenal dengan suara yang memanggil barusan, itu adalah suara Nico. Tiba-tiba saja rasa takut merajai hati, sang gadis melebarkan mata disertai nanar ketakutan. Derap langkah mulai terdengar dari belakang, semakin dekat suara itu semakin takut pula Humaira untuk sekedar bergerak atau mendongakkan kepala, melihat sang pemuda yang masih berdiri di tempat.
"Siapa lo? Pacarnya dia?" Nico bercecak pinggang, sedang bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyum merendahkan seraya menatap sang pemuda.
Tak ingin menggubris perkataan tak berguna barusan, sang pemuda menggulirkan pandangan pada Humaira yang menunduk takut. "Ayo, jalan. Gue anterin sampai rumah," ujarnya yang sontak membuat Humaira mendongak dengan netra membulat sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira Merindu
Espiritual"Lo tahu nggak, Ra? Lo dan gus Harits itu adalah refleksi nyata dari surat Yasin ayat empat puluh. Jalan kalian bersebrangan, bukan beriringan." Kehidupan pesantren yang Humaira idam-idamkan layaknya cerita sebuah novel dimana hanya ketenangan dan k...