Bab 28 | Balik Pondok

357 56 16
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


29 Oktober 2022

~HUMAIRA MERINDU~

.
.
.

Ruangan keluarga di rumah gedong Pak Yahya nampak sepi meskipun kini seluruh penghuni rumah berkumpul. Pak Yahya selaku kepala keluarga menghela napas panjang sebelum mulai berbicara. Ada segudang beban di netranya yang digelayuti garis penuaan.

"Kedua pelaku itu sudah dipenjara?" tanyanya seraya menatap Humaira yang senantiasa menunduk. Kejadian tadi siang ketika sang gadis pulang dengan gamis bernoda darah sontak membuat Umy Metty dan Salwa yang sedang berada di rumah khawatir bukan main.

Humaira mengangguk. "Sudah, Abi."

"Lalu bagaimana keadaan Mahendra?"

Pertanyaan Pak Yahya kali ini begitu sulit Humaira jawab. Selain karena dirinya masih dipenjara oleh rasa bersalah, dia juga sebenarnya tak rela semua ini menimpa pemuda itu.

"Terakhir kali Ira di rumah sakit, Mahen kritis Abi."

Umi Metty segera membawa tubuh Humaira dalam pelukan begitu menyadari gadis itu mulai menangis tanpa suara. Suasana terasa semakin canggung, mereka baru tahu fakta mengejutkan mengenai Humaira yang mereka temukan pingsan di pinggir jalan tiga tahun lalu. Ternyata, gadis itu korban perdagangan manusia oleh ibu tirinya sendiri.

"Abi harus berterima kasih dan meminta maaf ke Bramantyo." Kalimat Pak Yahya sontak membuat Humaira menggeleng keras, gadis itu beringsut dari pelukan Umi Metty.

"Nggak, Abi. Om Bramantyo nggak mau orang lain tahu kalau Mahendra itu anak kandungnya. Jangan, Abi. Ira takut nanti malah Mahendra yang nanggung semua."

"Kenapa gitu, Nak?"

"Ira nggak bisa ceritain semua, Abi."

Keheningan kembali menyelimuti ruangan keluarga itu. Pak Yahya sendiri masih belum bisa percaya bahwa bilioner muda Bramantyo Prawira memiliki seorang putra berumur delapan belas tahun di umurnya yang masih begitu muda. Fakta yang didengar langsung dari Humaira tentunya cukup sulit untuk dipercayai. Tapi, di sisi lain ketakutan dalam wajah Humaira tak bisa berbohong.

Angan tak sampai pada kenyataan, janji pemuda preman pasar untuk kembali menemui sang gadis menguap bersama berlalunya hari hingga menjelang keberangkatan Humaira ke pondok. Selama itu pula gadis berperangai menanti kehadiran sosok yang menjanjikan akan menemuinya kembali.

Kendati hati berharap begitu keras, Humaira justru ditampar oleh fakta bahwa Mahendra benar-benar ingin menghilang dengan kepergiannya. Mulai dari nomor telepon hingga akun media sosial, semua akses komunikasi milik pemuda raib begitu saja. Bahkan, teman-teman sekamar pemuda itu sampai mengirimkan pesan pada Humaira hanya karena mengira bahwa Mahendra masih berkirim pesan dengannya.

Humaira Merindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang