10. Jangan Lama-lama

1.4K 38 0
                                    

" assalamualaikum...."

" Walaikumsalam...."

" Om... Rafka..." Panggil seorang gadis kecil berkuncir dua dan kini berlari kearah pemuda bernama Rafka.

Gadis kecil itu lalu memeluk Rafka dengan erat mengungkapkan jika dirinya sangat rindu pada pamannya. Keduanya lantas berjalan ke arah teras rumah yang begitu asri karena banyaknya tanaman hias yang berjajar disana. Rafka lalu mencium punggung tangan ayahnya yang kebetulan sedang bersantai bersama menantu laki-lakinya, yang tak lain adalah Faiz.

" Ibu mana yah?" Tanya Rafka celingukan mencari keberadaan ibunya yang tidak ikut serta mengobrol.

" Ada di dalam sama Naura." Jawab Hilman lalu anaknya duduk di kursi sebrang.

" Eh... Mas Rafka. Kok sendirian??" Sapa Naura adik tersayangnya lalu mencium punggung tangannya.

" Wilma masih ada pelatihan dokter relawan jadi nanti nyusul ke sini." Balas Rafka kemudian menyeruput teh yang entah itu milik siapa.

" Ibu masih marah yang?" Tanya Faiz tumben ibu mertuanya tidak ikut keluar untuk menyapa anak laki-lakinya.

Naura menggeleng. " Kayanya ibu masih marah deh mas." Ucapnya sedikit lesu.

" Marah kenapa?" Heran Rafka menatap adiknya.

" Tadi Alisa main bola trus nggak sengaja ngenain tanaman ibu, jadi rusak deh. Makanya ibu ngambek seharian ini, mau Naura beliin yang baru juga nggak mau. Alasannya sih tanamannya dari sahabatnya." Jelasnya lalu menghembuskan nafasnya.

" Kamu kaya nggak tau ibumu Raf," tambah Hilman dan anaknya hanya mengangguk.

Rafka lalu masuk ke dalam rumah ingin mencoba membujuk ibunya agar tidak marah lagi. Ya memang lebih sulit merayu Ningsih dibandingkan merayu istrinya kalo menurut Rafka. Beberapa kalimat rayuan sudah pemuda ini lontarkan mulai dari akan membelikan tanaman baru sampai mencari tanaman yang sama untuknya, tapi tetap hasilnya nihil. Wanita senja itu sudah terlanjur marah dan kesal dengan cucu pertamanya, andaikan tanamannya yang rusak hanya satu mungkin dia tidak akan sekesal ini. Namun sayang dia melihat 5 pot tanaman hiasnya rusak dengan kondisi tidak bisa diselamatkan semua.

" Udah dong bu marahnya, masa Rafka sama Wilma mau nginep disini ibu diam aja." Ujar Rafka capek kalo disuruh merayu ibunya terus.

" Ini semua salah Alisa, coba aja dia nggak dititipin disini tanaman ibu juga nggak bakal rusak." Ketus ibu tiga anak ini seperti anak kecil yang tengah merajuk.

Sabar. " Kan Alisa nggak sengaja bu..."

" Ssttt... Udah deh kamu nggak usah belain dia. Ibu males dengernya." Potong Ningsih cepat enggan mendengar apapun pembelaan terhadap cucunya. Karena menurutnya sekali salah ya tetap salah, pembelaan itu tidak berguna.

" Ya udah Rafka nggak belain dia." Pasrahnya sambil mengelus lengan ibunya. " Trus sekarang ibu mau apa?? Hem... Biar nggak marah lagi??" Tanya Rafka kembali mencoba mencari celah pada ibunya.

" Kapan kamu mau kasih ibu cucu??" Pertanyaan itu sukses membuat Rafka membatin dalam hati, kenapa harus muncul kalimat itu??

" Ya kapan-kapan lah bu kalo udah waktunya." Sahut Rafka asal.

" Jangan lama-lama keburu Naura tambah lagi. Jangan kalah dong sama Faiz," rengek Ningsih seperti saat meminta anak bujangnya untuk segera menikah.

" Iya deh nanti Rafka obrolin dulu sama Wilma. Sabar ya..." Tungkas Rafka memilih mengalah daripada urusannya makin berlanjut tak berujung.

Pulang terlambat sudah menjadi resikonya ketika mengikuti kegiatan seperti ini. Sudah dua hari ini Wilma selalu pulang malam untuk mengikuti pelatihan dokter relawan. Saat dia tiba dikediaman mertuanya dia langsung disambut oleh Ningsih menggiringnya ke meja makan, agar pergi makan malam lebih dulu sebelum membersihkan dirinya. Ya beruntungnya dia memiliki mertua sebaik Ningsih, meskipun cerewet tapi wanita berhijab kuning mustard ini sangat baik. Bahkan sejak pertama kali ia diajak ke rumah, dia seperti merasakan memiliki seorang ibu lagi.

S E R U M A H 🏡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang