Suasana di rumah pak Hilma sore ini terlihat begitu ramai, karena anak-anaknya berkumpul untuk merayakan hari kelahiran istrinya. Di ruang keluarga itu terlihat kedua anaknya dan pasangannya tengah bercengkrama dengan akrab. Saat ini Ningsih tengah membuka hadiah dari anak-anaknya, jika tadi sebelum acara dimulai dia mendapatkan beberapa pot tanaman hias. Kini saatnya dia membuka hadiah dari anak bujang dan istrinya, yang kebetulan bisa datang lebih awal sore ini.
" Wah... Makasih ya nak..." Ucap Ningsih senang kala mendapatkan hadiah sebuah cincin yang cantik dari Rafka dan Wilma.
" Gimana ibu suka?" Tanya Wilma.
" Suka banget... Makasih ya." Puji Ningsih yang sudah menyematkan cincin itu ke jarinya dan terus memandangnya.
" Alhamdulillah kalo ibu suka." Ucap Rafka tersenyum.
" Makasih ya kalian udah inget sama tanggal lahir ibu. Makasih juga buat hadiahnya, padahal kalian kumpul kaya gini aja ibu udah seneng hlo.." ungkap Ningsih kembali mengumbar senyum.
Acara seperti ini memang rutin dilakukan oleh keluarga Hilman. Dulu sebelum menjadi bagian dari keluarga ini, Wilma juga sering diundang oleh Ningsih untuk meramaikan acara kecil-kecilan ini. Bahkan Ningsih juga sering membuatkan nasi tumpeng saat Wilma berulang tahun, karena wanita senja itu sudah menganggap dirinya seperti anaknya sendiri. Jadi dengan hal itu Wilma bisa merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu lagi. Ningsih juga tidak pernah merasa direpotkan dengan hal itu, dia malah senang karena Wilma adalah gadis yang baik.
" Aduh... Rasanya hidup ibu bahagia banget. Tahun kemarin hadiah ulang tahun ibu dikasih menantu laki-laki yang sholeh sama cucu yang cantik. Sekarang dikasih mantu perempuan yang cantik." Ucap Ningsih begitu senang membuat semuanya tersenyum.
" Gimana kalo tahun depan, ibu dikasih hadiah cucu lagi." Ungkap wanita itu menatap anak-anaknya.
" Mbak ibu lagi ngode mbak Wilma tuh." Bisik Naura yang duduk disebelahnya, membuat Wilma menatap adik iparnya bingung.
" Ibu maunya langsung dua. Gimana cocokkan yah??" Sambung Ningsih menatap suaminya.
" Maksudnya mbak Wilma harus punya anak kembar gitu bu??" Tanggap anak perempuannya bingung.
" Ya nggak, satu kamu satu Wilma." Jelasnya menunjuk dua perempuan di sofa sebrang secara bergantian.
" Kan Nasya masih kecil bu, kalo aku sih nanti dulu nunggin Nasya gede." Tolak Naura dengan alasannya takut anak pertamanya akan merasa kekurangan kasih sayang.
" Doain aja deh bu, rezeki nggak ada yang tau." Ucap Faiz memang beberapa kali mertuanya melontarkan kalimat itu padanya. Namun mengikuti sang istri, Faiz lebih setuju menambah momongan ketika umur Nasya sudah cukup.
Sore ini Anna dan keluarga kecilnya datang ke rumah orangtuanya, untuk memenuhi undangan adik bungsunya merayakan ulang tahun Ningsih. Saat berdiri di depan pintu utama rumah ini, wanita berhijab lilac itu lalu mengucapkan salam. Dari luar dia bisa mendengarkan suara bising dari arah dalam, mungkin Rafka dan istrinya sudah tiba. Tak lama pintu pun terbuka menampilkan sosok Naura yang berbalut gamis panjang berwarna pink pastel.
" Eh... Mbak udah datang. Masuk yuk, langsung ke meja makan aja. Semua lagi makan soalnya." Tutur Naura ramah dan mempersilahkan keluarga kakak sulungnya untuk masuk.
Mereka kemudian berjalan ke arah yang Naura maksud. Ramai. Satu kata yang menggambarkan suasana meja makan di rumah ini, adik laki-lakinya juga sudah datang dengan istrinya. Bahkan acara ini dimulai tanpa menunggu aku. Batin Anna sedikit sakit hatinya, padahal dia tadi sudah mengirimkan pesan pada ibunya untuk menunggunya sejenak. Tapi mungkin dia yang terlalu lama sedangkan hari juga akan semakin menggelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
S E R U M A H 🏡
RomanceBosan karena terus ditanya kapan akan menikah oleh ibunya dan bosan terus di jodoh-jodohkan. Akhirnya Rafka melamar sahabatnya sendiri bernama Wilma untuk membantunya keluar dari masalahnya. Karena dia diancam jika tak membawa calon istrinya segera...