19. Dimas

213 14 3
                                    

Jangan sinders please...

Chapter ini khusus cerita Dimas.

Dimas bangun dan tidak mendapati istrinya. Saat hidungnya mencium bau wangi dari arah dapur, pasti istrinya sedang masak.

Laki-laki itu turun dari lantai atas menuju dapur sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Dilihatnya sang istri sedang kerepotan memasak sambil menggendong anaknya.

Dimas tidak ada niatan untuk sekedar membantu meringankan pekerjaan istrinya. Dia sudah lapar, jadi dia tidak mau merepotkan dirinya sendiri karena mambantu wanita itu.

"Ppa! Pa!"

Dimas tersenyum pada anak kecil yang ada digendongan istrinya itu. Tak lama kemudian, semua masakan sudah matang dan tersaji dengan rapih dimeja makan.

Dimas sarapan dengan tenang, sedangkan sang istri lebih dulu menyuapi sang anak. Setelah anaknya kenyang, barulah dia sarapan.

Aluna, nama wanita itu. Dia wanita baik, penurut dan penyabar. Luna selalu sabar menghadapi sikap Dimas, yang kadang kelewat batas. Luna sangat menghormati Dimas sebagai suaminya.

Selesai sarapan, Dimas langsung kelantai atas lebih tepatnya masuk keruang kerja.

Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Luna berniat meminta izin pada Dimas, ingin belanja bulanan.

"Ngomong apa sih? Gue gak paham!"

Luna itu... bisu. Itulah salah satu alasan kenapa Dimas membencinya.

Luna menghela nafas, ia mengambil satu lembar kertas dan pulpen diatas meja kerja Dimas lalu menuliskan sesuatu dikertas itu.

Aku mau izin belanja bulanan sama Dikha.

"Oh ya udah sana."

Kamu dirumah aja kan?

"Gue mau pergi."

Pergi kemana, mas?

"Lo gak usah kepo! Suka-suka gue mau pergi kemana aja."

Luna mengangguk pelan. Dimas hanya menatap datar punggung sempit istrinya.

•••

"Yo wassup!"

"Dari mana aja lo, tumben baru dateng."

"Tadi gue nolongin orang dulu, kasihan mana dia lagi hamil terus bawa anak kecil juga. Gue kalo jadi suaminya, gue yang bakal belanja."

"Nolongin dimana lo?"

"Itu disupermarket deket rumahnya bang Dimas."

Tio yang mendengar itu langsung terkekeh.

"Mahen, lo kalo frustasi ya jangan sampe jadi orang ketiga dirumah tangga orang lain ya," ucap Haikal sambil mengusap-usap bahu Mahen.

"Lah siapa yang mau jadi orang ketiga di hubungan rumah tangga orang, kan gue cuma nolong aja. Gue kasihan, gue gak tega lihatnya."

"Berarti suaminya banci! Masa tega banget nyuruh istrinya belanja bawa anak kecil mana lagi dalam keadaan hamil lagi!" Ucap Yudha dan dianggukki Mahen.

Tio menoleh kearah Dimas, dia tau siapa wanita yang dibicarakan teman-temannya itu. Tio juga merasa kesal atas perilaku Dimas ke istrinya.

"Mau kemana Dim?" Tanya Tio.

"Ambil rokok dimobil."

"Pake rokok gue aja, jangan pergi dulu gue mau ngomong penting sama kalian semua."

Dimas duduk kembali.

"Penting apa nih bang?"

"Apaan Yo?

"Sabar-sabar. Minggu depan gue jadi nikah sama Agatha."

"Wih gercep juga lu Yo!"

"Iya lah."

"Agatha nggak hamil duluan kan?"

"Anjing lu Yud!"

"Eh Mal, istri lo udah hamil?"

Jamal berdehem lalu mengangguk.

"Wih mantap lah, berapa Minggu usianya?"

"Tiga Minggu."

"Diantara kita yang udah punya anak itu kan bang Tio, kalo bang Jamal otw. Lah gue kapan?"

Doni menyentil kening Haikal.

"Selesain dulu skripsian lo, jangan mikir mau punya anak. Hidup itu keras, lo lulus terus kerja baru lo boleh mikir nikah dan punya anak."

"Bapak gue kaya."

"Terserah lu deh Kal, capek gue nasehatinya."

•••

Brakk.

Luna memegang dadanya karena kaget.

"Maksud lo apa minta bantuan keorang lain pas belanja tadi! Manja banget jadi orang. Bisa nggak sih jadi orang jangan bisanya ngerepotin orang lain terus! Nggak berguna banget sih!"

Luna hanya menunduk sambil memegang ujung piamanya. Dia takut, takut Dimas memukulnya untuk kesekian kalinya.

"Yang nolongin lo tadi itu temen gue! Kalo sampe dia tau lo istri gue, gue pukul lo sampe pingsan."

Maaf. Maaf. Maaf.

"Ngomong apa sih anjing! Sana lo tidur diruang tamu. Gue ogah tidur seranjang sama lo, cewek bisu!"

Luna menuruti ucapan Dimas, hatinya sangat sakit atas semua ucapan Dimas. Memang Luna sudah biasa mendengarnya tapi tetap saja hatinya terasa sakit apalagi ia sedang hamil, jadi semakin sensitif.

Paginya, semua badan Luna sakit-sakit karena tidur disofa. Luna sangat khawatir dengan keadaan janin yang ada dikandungannya. Ia takut terjadi hal yang dapat membahayakan janinnya. Sejak kemarin ia banyak bergerak membersihkan rumah dan mengangkat barang-barang yang lumayan berat. Dan tadi malam, ia tidur disofa yang membuat tubuhnya sakit semua.

Tak mau membuat suaminya marah, Luna segera bangkit menuju dapur. Ia harus masak sarapan untuk anak dan suaminya.

Kini, anaknya sudah tidur, dan suaminya sudah berangkat kekantor. Luna duduk dilantai, ia menangis mengingat segala perlakuan Dimas kepadanya. Dari awal kenal, menikah, dan sampai sekarang.

Luna memukul-mukuli dadanya yang terasa sesak.

Dilain tempat, Dimas melihat istrinya menangis dari ponselnya hanya menghela nafas.

Apa perlakuan gue selama ini udah keterlaluan ya?

TBC.

Pemalang, 13-08-22.






KAK TIO | TAEYONG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang