Happy reading, Raaders ✨🦋💙
***
Alterio Sagala
09. Bertemu Alterio
Gadis itu sungguh lelah. Bahkan kedua kakinya terasa tak sampai untuk mencapai lantai putih dari bangunan bertuliskan rumah sakit itu.
Pandangan yang terakhir kali gadis itu lihat hanya beberapa orang yang berlalu lalang namun terlihat samar, dan setelahnya gadis itu tak melihat apapun kecuali gelap.
***
"Pasien belum sadar?"
"Belum Dok."
"Tolong selalu cek suhu tubuhnya."
Percakapan itu terhenti kala telinganya menangkap suara asing, bahkan matanya terasa sulit untuk ia buka dan rasa panas ditubuhnya begitu terasa.
"Suster ..." Suara gadis itu terdengar begitu lemah.
Suster yang tengah membereskan beberapa alat segera memandang Rira dengan raut khawatir.
"Kamu sudah sadar? Kamu butuh sesuatu atau ada keluhan lain?" Gadis itu menggeleng. Gadis itu ingin menanyakan hal lain.
"Saya sakit apa Suster?"
"Kamu kena tifus. Kamu tadi pingsan di depan rumah sakit, suhu tubuh kamu juga sampai empat puluh derajat celcius."
Gadis itu tak menjawab, bahkan di saat tubuhnya terasa tidak enak seperti ini pun ia malah teringat masa kecilnya. Di mana ia sakit parah saat itu. Dan mengingat itu bukanlah waktu yang tepat untuk saat ini di saat dengan jelas kondisinya seperti ini. Itu hanya akan menumpuk rasa sakitnya.
"Nama adik siapa? Untuk saya lengkapi data adik selama di rawat di rumah sakit."
"Rira."
"Rira?"
"Rira Alula Maziya."
***
Rira termenung seorang diri di bangku taman rumah sakit yang sepi. Gadis itu sudah menghabiskan tiga malam di ruang inapnya tanpa kabar apa pun, dan hari esoknya gadis itu memutuskan untuk pulang karena tubuhnya memang sudah merasa baikan dan suhu tubuhnya pun sudah normal lagi.
Sebelum ia pulang esok paginya, ia memilih menikmati menatap bintang yang ada di atas sana. Satu kebiasaannya yang tidak pernah orang lain tahu.
"Bintangnya banyak ya."
Seseorang yang sedari tadi memang memperhatikan Rira dari kejauhan berdiri tidak jauh dari tempat Rira sekarang.
Rira berhenti menatap bintang-bintang di atas sana, bahkan degup jantungnya berdetak kencang, tangannya yang terpasang jarum infus pun bahkan tidak sanggup terangkat untuk memegang tiang infus. Rira yang ingin pergi mendadak terdiam membeku saat ia tahu siapa yang ada di dekatnya bahkan hanya melalui suaranya saja.
"Please, kali ini jangan pergi dulu sebelum gue benar-benar bicara sama lo Rira."
"Alter ..." Bahkan Rira hanya mampu menyebut nama cowok itu untuk pertama kalinya setelah dua tahun berlalu begitu saja.
"Lo sakit? Lo sakit apa? Kenapa duduk di luar sendirian kaya gini? Mana Bunda lo?"
"Gue cuman kecapean."
"Sampai drop gini?"
"Seperti apa yang lo liat, Alter."
"Lo marah sama gue?"
"Untuk apa?" Rira memberanikan diri menatap Alterio yang memang langsung duduk di sampingnya yang kosong.
"Mata lo udah jelasin semuanya."
"Lo salah, Alter. Itu bukan penjelasan, tapi yang ada cuman rasa sakit." Rira tersenyum kecut.
"Dan rasa sakit itu masih aja lo simpan?" Rira paham jika apa yang dipikirkan Alterio pasti mengarah pada kejadian tiga tahun lalu.
"Menurut lo?" Rira membuang pandangannya dengan cepat ke arah lain, tangannya yang tak terpasang jarum infus meremat kuat baju rumah sakit yang ia pakai. "Lo nggak tau apa yang tersimpan dua tahun ini ..."
"Dan bagusnya lo cuman tahu kejadian tiga tahun lalu aja. Kejadian yang buat lo kecewa. Sedangkan gue?" Rira mempertanyakan dirinya sendiri.
"Bahkan lo nggak tau kalo saat itu gue lagi butuh-butuhnya banget dukungan lo buat hadepin kejadian tiga tahun lalu, kalo bukan lo siapa lagi yang bikin gue kuat? Dia? Lucu banget ya kalo sumber sakit gue jadi orang yang kuatin gue, yang ada gue makin hancur."
"Maaf."
"Jangan ucapin kalimat itu, Alter." Rira mengigit bibir bawahnya. Ia benci jika ia benar-benar harus menangis di depan Alterio.
"Rira, maaf. Gue benar-benar nggak tau, kejadian apa aja yang lo lalui dua tahun ini." Alterio tahu jika ia melakukan satu kesalahan yang fatal terhadap gadis di sampingnya itu.
"Lo cuman mau bicarain tentang ini sama gue?" Alterio spontan menggeleng. Bukan topik yang menyakitkan itu yang ingin Alterio bicarakan kepada Rira.
"Udah Seminggu gue nanya-nanya tentang lo. Tapi nggak ada yang tau kemana lo pergi. Lo pergi kemana sama keluarga lo?"
"Gue selalu ada, tapi mereka nggak akan bisa bersama di samping gue. Entah sampai kapan waktu itu."
"Maksud lo apa Ri?" tanya Alterio yang sama sekali tidak mengerti. Bahkan tanpa sadar kata 'Ri' panggilannya untuk Rira sejak dulu ia sebut.
Saat ini Alterio merasa terdapat banyak perubahan pada Rira―sahabat kecilnya―tepatnya sejak kepergiannya dua tahun lalu dan ia tidak tahu apa pun.
Apa yang gadis itu hadapi, dan apa yang gadis itu rasakan.
"Alter ..." Suara Rira bergetar.
Alterio mendadak terdiam membisu melihat mata itu tiba-tiba berkaca-kaca, tangisnya yang tertahan serasa ikut meremukkan hati Alterio.
Rira menangis.
"Butuh pelukan?" Alterio tidak yakin jika hal itu akan membuat Rira tenang. Alterio ingat betul, Rira butuh dukungannya saat gadis itu rapuh.
"Gue cuman butuh lo sebagai sahabat gue kaya dulu, Alter ..."
Alterio tersenyum tipis. "Sampai kapan pun kita itu seorang sahabat, Ri."
―To be continued!―
Menurut kalian Alterio gimana??
FOLLOW IG:
@rirajj_
@zeriandanrirastory
KAMU SEDANG MEMBACA
Zerian dan Rira [FIN]
Teen FictionTIGERIOZSTAR. About Me Series 1. Bagaimana ketika sosok Most Wanted seperti Zerian Aelius tiba-tiba perhatian? Cerewet? Posesif? Cemburuan? Bucin? Bahkan pemaksa? Dan bagaimana juga ketika sikap Zerian itu berhasil meluluhkan sesuatu di hati Rira ya...