04. Permintaan Rira

627 48 53
                                    

Happy reading, Raaders ✨🦋💙

***

04. Permintaan Rira

Malam hari ini gadis yang memakai piyama bergambar kelinci itu tampak duduk dengan gelisah di bangku meja makan yang terisi oleh dirinya dan dua orang di depannya.

Sesekali ia meremat sendok untuk meredakan setidaknya sedikit rasa ketakutannya. Dengan perlahan ia mendongak, berusaha memasang wajah santai dan tak gelisah pada dua sosok pasangan yang tengah tenang memakan hidangan makan malamnya itu.

"Bibi, pulang sekolah Rira izin kerja kelompok sama teman-teman boleh?"

"Bibi nggak mengizinkan, pasti kamu mau tipu Bibi lagi 'kan?" Wanita berumur 39 tahun itu langsung menuding pada sang ponakan dari pihak suaminya itu.

"Sejak kapan si Rira bohong Bi? Rira juga selalu nggak enak kalo nggak bisa dateng terus kalo setiap ada kerja kelompok." Rira tetap menatap Bibinya dengan biasa, walaupun sebenarnya Rira sakit hati karena di tuduh seperti tadi.

"Patuhi saja, kalo kata Bibi mu tidak, ya tidak!" Pamannya yang duduk di sebelah Bibi mulai angkat bicara.

"Tapi Bi―"

"Lupakan tentang kerja kelompok kamu itu. Bibi mau membahas masalah tadi sore." Rira menghembuskan napasnya pelan. Ia harus tetap tenang dihadapkan dengan dua orang yang bahkan tak sudi Rira sebut Paman dan Bibi.

"Bibi 'kan sudah bilang sama kamu sejak kamu masih SMP, jangan buat macem-macem! Apalagi sampai pulang bareng sama laki-laki kaya sore tadi."

"Tapi Bi, dia yang―"

"Dia yang paksa kamu gitu?" potong bibinya terkekeh. "Alasan apalagi itu?" Ia menatap Rira tajam.

"Bibi nggak mau tetangga nilai kita yang tidak-tidak cuman gara-gara kamu. Harusnya kamu mikir."

Rira tersenyum miris. Apa ada yang salah dengannya?

Iya, tadi sore sehabis Rira selesai piket dan menemui kedua sahabatnya yang menunggu di dekat ruangan OSIS itu Rira memang mengiyakan tawaran Zerian yang mengajaknya pulang bareng, alhasil cowok itu memaksa menurunkannya tepat di depan rumah walaupun Rira sudah meminta diturunkan di depan komplek saja. Dan cowok itu juga berkata jika letak rumahnya dengan rumah cowok itu tak jauh, rumah cowok itu katanya berada di blok sebelah.

"Sudahlah, dia juga sudah besar, tak perlu dinasihati, capek-capek kamu bicara sama dia, paling masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri." Pamannya menatap Rira tajam, Rira melihat tatapan yang sudah sangat ia muak dan benci saat di lihat hanya mampu mengepalkan tinjunya di bawah meja.

Lagi-lagi Rira tidak bisa makan malam dengan tenang. Jika sudah seperti ini ia tidak bisa menikmati makanannya barang sedikit pun setelah―

"Masuk ke kamar dan tidak ada makan malam untuk kamu malam ini."

Dan itu adalah titahan mutlak yang mau tak mau harus Rira turuti sebelum wanita itu menyeretnya ke halaman belakang rumah.

***

Rira menahan gejolak rasa kesalnya pada cowok itu, Zerian. Kali ini Rira menatap dengan bimbang kertas rules di tangannya.

Zerian dan Rira [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang