#00 : Prolog

11.8K 761 68
                                    

"Allah sengaja datangkan seseorang yang sesuai dengan tipemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Allah sengaja datangkan seseorang yang sesuai dengan tipemu. Karena Allah ingin tahu, kamu lebih dulu mencintai Dia atau ciptaanNya.."

~Syazwan~
•••

"Akan aku buktikan cintaku untukMu lebih besar. Aku membuang tipeku demi Engkau."

~ Laura al-Kahf~

•••

"Selama ini aku mengadu pada sepinya waktu, merajut sakit dan melukai khayalan. Aku tidak tahu cara memberitahumu.."

~ Syazwan Afif~










Di dunia ini, banyak jenis antara pilihan. Manusia dapat memilih jalan takdir yang ia inginkan. Terlepas dari itu semua, segalanya adalah ketetapan sang Pemilik Arsy. Mau bagaimanapun kamu menjalani kehidupan, Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kamu. Jangan pernah pantang menyerah begitu saja setelah mendapat musibah yang tidak kamu sangka-sangka. Allah maha pengasih lagi maha penyayang.

Pemuda bermata biru itu menatap sendu bangunan di depannya. Tatapannya menengadah ke atas dan mendapati bulan purnama sedang beradu argumen dengan awan gelap. Bagai keong kehilangan cangkangnya, pemuda itu tampak kebingungan mencari penenangnya.

"Awan gelap itu selalu hadir, sebagai tanda bahwa di manapun kamu berada ... aku tidak harus tahu. Di antara pilihan terbaik, aku memilih tidak memiliki perasaan kepada wanita manapun."

Netra birunya menurunkan pandangannya dari bulan purnama saat awan-awan hitam menepi dan memancarkan cahayanya dengan terang benderang. Pemuda itu terpaku ke sosok wanita yang tengah berlari menuju ke arahnya.

"Assalamualaikum, Gus. Anu Gus ...," Wanita itu menarik nafasnya lalu berbicara dengan pelan, "sorban anda ketinggalan di perpustakaan."

Gus Afif yang terkenal dingin pun menganggukkan kepalanya dan mengambil sorbannya dengan hati-hati. "Anda tidak mau bilang terima kasih ke saya?" sarkas wanita itu membuat Gus Afif menaikkan sebelah alisnya.

"Saya kira anda ikhlas saat melakukannya," sarkas balik Gus Afif.

Wanita itu menggeleng dan tersenyum, "Saya cuma mau minta, bisakah saya ikutan ziarah makam sunan Ampel dengan rombongan anda, Gus?"

Gus Afif menaikkan sebelah alisnya dan menatapnya dengan heran, "Itu urusan Ustadz Ali, bukan saya."

"Plis Gus. Kali ini saja." Wanita itu mengatupkan kedua tangannya dan memohon belas kasihannya. Gus Afif menghela nafas dan mengurut kepalanya.

"Siapa nama kamu?"

Senyum lebar hadir di wajah wanita itu, "Laura al-Kahf, Gus."

"Hah? Siapa?"

"Laura al-Kahf."

"Oh, saya kira marga Kaff."

"Gak doh Gus. Kahfi, bukan Kaff."

Gus Afif berhenti mengurut kepalanya saat mendengar logat bicara Laura yang terdengar tidak seperti santri lain. "Kamu santri baru?"

"Bisa dibilang begitu, Gus. Oh iya, terima kasih atas bantuannya Gus. Saya benar-benar hutang budi kepada anda."

"Bagaimana jika saya tidak memasukkan namamu sebagai peserta ziarah?"

"Haha, Gus orang baik, pasti menulis nama saya setelah bertanya."

"Rasa pedemu sangat tinggi."

"Itu sangat bagus untuk mendorong manusia melakukan suatu kebaikan."

"Memangnya manusia sulit melakukan kebaikan?"

"Sulit jika sifat egoisnya berkuasa Gus."

"Oh ya?"

"Iya, egois membuat manusia itu sendiri terjebak dengan keinginannya untuk membahagiakan diri sendiri dan melukai orang lain."

"Kapan saya menyuruhmu menjelaskan hal itu?"

"Barusan."

Gus Afif menggeleng, "Kembalilah ke asrama atau ...,"

Laura mengangguk, "Saya paham. Terima kasih sekali lagi Gus. Saya sangat berhutang budi."

Gus Afif tersenyum miring, "Suatu hari nanti, saya minta bayarannya."

"Siap Gus."

Laura menundukkan kepalanya, memberi salam hormat ke Gus Afif lalu berbalik pergi. Netra biru itu masih memandang kepergiannya dan memandang bagaimana cara bulan purnama menerpa Laura. Gus Afif tersenyum lebar.








SyazwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang