Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Iya, ini lagi tiduran bentar, masih ngantuuuk..... Iyaa..... Sama Lina..... Berlima, dua sarapan di bawah, satu lagi mandi..... IH, AKU UDAH MANDI YA! Enak aja..... Lina di sebelahku, lagi nungguin balesan chat..... Iya, Jeje..... Iya, yang ditembak itu, hahaha..... Ohhh..... Hem, yaudah..... Byeee....."
Sherin lalu menutup panggilan teleponnya dengan mimik wajah berseri-seri.
Gadis itu walaupun jomblo, tapi membuatku iri saja, pagi-pagi sudah ada yang menelpon. Aku yang tidak jomblo malah tidak ada yang menelpon.
Ini hari kedua kami di Bali dan dari kemarin aku tidak memiliki sedikitpun kesempatan untuk quality time dengan Jeje.
Selama di bus, Jeje diam saja. Dan tiap kali turun ke destinasi wisata, dia langsung membaur bersama gerombolan teman-teman sekelasnya. Seolah lupa kalau dia memiliki pacar.
Jeje tertawa bahagia berfoto di penangkaran penyu Tanjung Benoa sambil lehernya dikalungi ular, dia juga tertawa bahagia berfoto alay dengan Wildan di Pantai Sanur memakai kacamata capung yang entah milik siapa, dan dia juga tertawa bahagia saat bergerombol memilih-milih baju barong bersama teman-temannya. Bola matanya sampai tidak terlihat dan lesung pipitnya tercetak jelas saking bahagianya.
Aku juga ingin berada di sisinya saat dia tertawa bahagia. Sayangnya, aku hanya bisa memandanginya dari jauh seperti saat di kapal waktu itu.
Tadi malam, Jeje tidak membalas chat-ku. Kata Wildan, anak itu sudah tidur duluan karena kelelahan.
Pagi ini, aku masih menatap layar ponselku menunggu balasan darinya. Apa dia belum bangun?
"Tadi kata Pak Suhono suruh kumpul jam berapa Lin?" tanya Sherin.
"Emmm, tujuh!"
Sherin turun dari tempat tidur dan berjalan mendekat ke kaca besar. Dia lalu mengambil bedak bayi dari pouchmake up, lalu menyapukan ke wajahnya. Setelah itu dia mengambil lip balm tanpa warna dan memoleskannya ke bibir.
"Sarapan sekarang yuk?" ajak Sherin.
Aku mengangguk. Temanku yang baru selesai mandi juga mengangguk.
Tangan kanan dan kiri kumasukkan secara bergantian ke dalam cardigan untuk melapisi kaosku-kaos kelas bergambar pistol yang desainnya dibuat oleh Jeka.
Untuk hari kedua ini, acaranya lebih santai. Tidak seperti hari pertama yang sedikit formal sampai-sampai memakai seragam batik.
*****
Sampai di restoran hotel, aku memindai sekeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jeje. Apa dia udah sarapan?
Aku mengambil piring dan mulai mengisinya dengan nasi, ayam fillet saus asam manis, dan semacam capcay, setelah itu mengekori Sherin menuju meja kosong.
Wildan kemudian datang bersama Jeka. Tapi Jeje tidak bersama mereka.
Wildan berjalan seperti siput karena memakai tongkat. Saat mendekat ke meja prasmanan, dia cukup kesulitan mengisi piringnya dengan makanan. Sampai-sampai sendok yang ia taruh di atas piring jatuh ke lantai dan menimbulkan bunyi kerinting, membuat beberapa orang sekitar menoleh padanya. Jeka geleng-geleng kepala. Akhirnya cowok berpipi chubby itu membantu mengisi piring Wildan dengan nasi dan lauk pauk yang Wildan inginkan.