[W] 38. Past

52 15 5
                                    

"Dia bukan adikku, Lin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia bukan adikku, Lin. Dia—"

Sebenarnya aku malu mengatakan ini, tapi kurasa aku harus melakukannya daripada Lina nanti malah bertanya ke Bunda tentang anak kecil perempuan tadi. Dia kan kadang masih bertemu Bunda kalau pulang les. Kalau Lina tanyanya ke Bunda nanti Bunda akan bingung.

"Dia emang anak papaku Lin, tapi mamanya bukan bundaku."

Lina diam beberapa saat.

"Jadi.. papa kamu.." Gadis itu menjeda ucapannya, kemudian bertanya dengan nada ragu, "Emangnya.. bunda.. sama papa kamu.. udah gak sama-sama lagi?"

"Masih, Lin. Tapi..." Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian kuhembuskan perlahan. "Ya gitulah."

Sebelumnya papaku orang yang selalu ada untukku dan sering mengajariku banyak hal termasuk mengendarai motor. Tapi suatu hari Papa jadi jarang punya waktu karena membuka warung seafood yang lokasinya jauh dari tempat kami tinggal. Gara-gara itu, Papa jarang pulang ke rumah karena lebih sering menginap di ruko.

Awal aku tahu tentang semua ini saat kelas 5 SD. Tepatnya saat aku pulang dari sekolah dan langsung mampir ke tempat Jeka karena di rumah tidak ada orang.

Di rumah Jeka aku bertemu neneknya dan mengobrol basa-basi. Nenek Jeka yang melihatku masih dengan seragam putih merah bertanya kenapa tidak pulang ke rumah dulu untuk ganti baju. Aku lalu berkata jika di rumah tidak ada orang, karena Bunda pergi dan Kakak sekolah sampai sore.

Setelah itu nenek Jeka bertanya tentang papaku. Aku bilang papaku pulang hanya Jumat-Sabtu, karena sekalian mengambil bahan baku di sini.

Namun respon nenek Jeka setelahnya malah membuatku bingung.

"Berarti Minggu sampe Kamis ke tempat Bunda yang di sana ya?" tanyanya waktu itu.

Aku sama sekali tidak mengerti dengan maksud dari rangkaian kalimat itu. Bunda yang di sana?

"Kan bunda kamu ada dua, yang bunda di sini sama bunda yang di sana."

"Bunda yang di sana siapa?"

"Bunda yang di warung seafood. Papa kamu kan istrinya ada—"

"Nenek!!!"

Belum sempat nenek Jeka menjawab, mama Jeka muncul dan menyuruhnya ke belakang dengan alasan airnya sudah matang. Mama Jeka kemudian berusaha mengalihkan perhatianku dengan menanya-nanyaiku hal lain.

Tapi pikiranku masih berputar pada ucapan nenek Jeka tadi.

Bunda yang di sana?

Aku jadi melamun seharian setelahnya. Otakku tidak berhenti memikirkan kata-kata itu.

Bahkan sampai teman-teman lain datang ke rumah Jeka dan mengajak bermain bola di lapangan sebelah, kalimat 'Bunda yang di sana' itu masih berputar mengelilingi kepalaku.

8th Grade [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang