1. Pawang Gavino

70.8K 2.2K 61
                                    

Kristal menyentuh rambut sepinggangnya yang ditarik seseorang dari belakang. Sontak tatapannya menajam tak suka.

"Pulang minta sopir yang jemput, gue mau ambil hadiah balapan dulu." kata Gavin sambil mengusap rambut tergerai panjang yang dia usili sebelumnya itu.

"Loh, katanya mau mampir dulu. Janji loh mau nganter beli novel!" Kristal menekuk wajah juteknya itu.

Gavin terkekeh. "Bisa ga usah jutek gitu ga? Gemesin, pusing gue!" candanya dengan berharap Kristal merona, tersipu dan sebagainya.

Namun hanya sekedar harapan.

Kristal malah semakin jutek. Untung cantik. Gavin tidak bosan melihatnya.

"Yaudah, mau ikut ke tongkrongan bentar?" tawarnya.

Kristal semakin menekuk wajahnya tak suka dengan penawaran itu.

"Kan, gue tahu lo ga suka ke tongkrongan." Gavin tertawa pelan melihat wajah cantik Kristal yang juteknya candu.

Kristal menghela nafas panjang. "Yaudah ikut! Gue tunggu di motor ga akan masuk!" setelahnya kembali melanjutkan langkah menuju lapangan untuk mengikuti pelajaran olah raga.

Gavin menatap kepergiannya dengan santai.

Kristal berbalik sejenak. "Jangan bolos! Gue laporin ke mama! Masuk ke kelas!" tegas Kristal yang jatuhnya malah lucu di mata Gavin.

Ketua geng yang ditakuti semua orang kini sedang diancam oleh perempuan jutek yang gemesin dengan berani. Gavin jelas tidak takut namun hatinya selalu ingin menuruti ucapan perempuan candu itu.

Sebut saja dia multifeeling. Seram, galak dan menakutkan bisa, jadi konyol, usil, jahil dan budak cinta juga bisa.

Apapun bisa asal itu karena Kristal. Jodoh yang disiapkan orang tuanya sejak dalam kandungan.

Gavin suka dengan perjodohan ini.

"Ayo paketua.." ajak Gana— anak dari Rama. Ketua terdahulu sekaligus sahabat ayah Gavin.

Gavin pun kembali mengayunkan langkah, membelah beberapa siswa yang sedang melakukan aktivitas di luar kelas.

Auranya jelas sudah tidak ramah lagi. Semua orang yang melihat mulai menyingkir dan tidak berani menatap karena menatap sama saja dengan menantang.

Gavin itu mematikan. Bagai ular yang bisa mematuk siapapun yang mendekatinya apalagi menantangnya.

"Aura lo bisa ga ubah dulu jadi aura kasih? Serem." celetuk Budi yang baru gabung.

***

"Kris.."

Kristal membalik lembar di novelnya. "Gue bukan Krisdayanti." sahut Kristal datar.

"Ck! Abis nama lo kenapa bagus amat sih! Kristal, panggil Kris kayak cowok, panggil Tal ga pantes. Ribet kayak orangnya!" keluh Bidari sambil mengaduk bakso berkuah beningnya.

"Makanya Kristal aja." balas Kristal santai tanpa peduli dengan bakso dan minuman jeruk yang es batunya mulai mencair.

"Ck! Yaudah, Kristal. Noh, jangan fokus ke buku dong, sekitar juga liat! Gavin lagi bully tuh!"

Kristal sontak mendongak dan mencari keberadaan Gavin hingga tatapannya terkunci pada sosok yang dia cari.

Kristal mendesah malas. "Ga ada kapoknya emang! Udah di panggil orang tua juga." gumamnya sambil berdiri dan melangkah mendekati Gavin.

Gavin tengah berjongkok mendorong-dorong bahu korbannya dengan telunjuk. Tak hanya fisik, ucapan kasar pun Gavin lemparkan.

Gana, Jamal, dan Budi pun menoleh pada Kristal yang berdiri di belakang Gavin, mengamati tingkahnya yang tengah mencaci maki. Entah salah apa siswa cupu itu.

"Waduh.." Budi berbisik panik pada Gana. "Kalau Kristal marah lebih parah. Ntar Gavin uring-uringan di tongkrongan." lanjutnya masih berbisik.

Gana mengamati Kristal yang tetap berdiri diam, wajah juteknya memang candu. Pantas Gavin mabuk kepayang.

Gana pun memutuskan menepuk bahu Gavin. "Kristal, Vin." bisiknya.

Gavin menoleh cepat, wajah galak dan menakutkannya sontak berubah. "Eh, hai.." cengiran polos dia lemparkan.

Kristal melipat lengannya di perut. "Ngapain lagi? Kali ini salah dia apa?" tanyanya datar.

Gavin berdiri setelah menepuk celana di bagian lututnya yang kotor. "Itu, dia siram jus. Nih, liat." tunjuknya pada seragam putihnya yang memang kotor.

Kristal meliriknya lalu kembali menatap Gavin yang menjulang tinggi. Kenapa tinggi sekali sih pikirnya sebal.

"Ga mungkin siram, dia ga sengaja. Lepasin!" nada suaranya masih terdengar datar.

Gavin memainkan lidahnya di pipi, dengan sangat berat hati dia menatap korbannya tajam. "Pergi! Urusan kita belum selesai!" tunjuknya di muka siswa itu.

"Apanya yang belum selesai?!" Kristal menautkan alisnya marah.

Gavin mengkode Gana untuk membereskan kekacauan, dia akan menyeret Kristal ke tempat yang tidak terlalu ramai.

***

"Mama udah lelah sama tingkah lo, Vin! Gue juga sama tahu gak! Dari kecil gue kayak baby sister lo yang—"

"Minta susu kalau gitu," potong Gavin. "Selama ini gue ga minta susu, jelas lo bukan baby sister gue." lanjutnya terdengar ambigu apalagi melihat senyumnya yang agak mesum.

Kristal membuang nafas jengah plus memutar bola matanya tak kalah jengah. Sungguh cobaan menghadapi Gavin yang seperti pribadi ganda itu.

"Bisa ga, sehari aja. Biarin gue tenang baca buku. Di rumah juga lo recokin, gue itu tipe introvert! Gue butuh waktu sendiri!" Kristal akhirnya bisa mengeluarkan uneg-unegnya.

"Loh? Kok masalahnya makin nyebar sih?" Gavin meraih jedai Kristal yang menempel di saku gadis itu lalu meraih rambut dan menyapitkannya asal.

Gavin gatal melihat keringat Kristal yang mungkin kerena rambutnya di gerai.

"Biarin sekalian keluar uneg-uneg gue!" judes Kristal sambil membenarkan rambut dan jedainya. Dia memang kegerahan.

Gavin memijat hidungnya sekilas, ini dia cobaannya. Cobaan terberat saat melihat Kristal  mengikat rambut atau memasangkan jedai dengan ahli membuatnya terlihat seksi dan cute di waktu bersamaan.

Gavin mengusap wajahnya agar sadar. "Soal bully tadi oke maaf, dia sih yang mulai. Ceroboh banget si cupu!" jelasnya sambil memalingkan tatapan, dia lebih baik memandang si gembrot yang tengah memakan cemilan di taman belakang.

Ternyata taman belakang pun ramai di kunjungi siswa kalau istirahat.

"Pokoknya sehabis pulang jangan ke rumah gue! Gue butuh privasi! Gue janji ga akan lapor kejadian hari ini ke mama."

"Mau ngapain sih? Mau solo?"

Kristal menautkan alisnya. "Solo? Gue ga suka nyanyi!" jawabnya galak lalu mengayunkan langkah meninggalkan taman.

Gavin menggeleng samar akan kepolosannya. "Dasar!" gumamnya lalu merangkul Kristal dan mengantarnya kembali ke kantin.

"Jangan cari masalah lagi!"

"Iya, tuan putri. Siap, laksanakan!" balasnya tengil.

Kristal Pawang Gavin (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang