7. Putus Baik-Baik.

21.3K 1.1K 17
                                    

"Gue ga mau, males!" tolak Gavin serius. "Urus masalah gue aja pusing, kalau harus libatin si badut berisik itu gue ogah!" tegasnya.

"Kalau gitu sama sepupu gue, gue jamin aman dan tenang," Budi terlihat antusias.

"Apapun dan siapapun yang gue mau cuma Kristal. Jadi tetep ogah!" Gavin meninggalkan tempatnya untuk menyusul Kristal.

Gavin jelas tidak akan membiarkan Kristal dengan Ardi begitu saja. Ardi hanya ingin icip sana-sini dan Gavin tidak akan membiarkan itu.

Gana dan Budi berpandangan.

"Lebih baik jangan bener, masalah bakalan rumit." ucap Gana.

"Bisa-bisa mereka beneran ga jodoh, jangan sampe deh. Udah banyak banget korban semenjak Kristal tinggalin Gavin." balas Budi.

***

"Berat ya?" Gavin mengangkat tas yang di gendong Kristal.

Kristal menoleh saat berat di punggungnya menghilang.

Gavin tersenyum. "Ayo, aku anter. Sopirnya udah aku suruh pulang," ajaknya.

Dengan dingin Kristal menepis tangan Gavin yang menahan tas di gendongannya, langkah pun terhenti.

"Gue bisa pulang sama—"

"Aku ga akan sakitin kamu, tapi kalau Ardi. Aku ga jamin." potong Gavin dengan kalem.

"Lo ngancem?" Kristal menekuk wajahnya tak bersahabat.

"Mungkin."

Kristal urung menelpon Ardi, dia pun pasrah masuk ke dalam mobil Gavin. Mobil itu berisi banyak makanan, tenda dan karpet plastik. Seperti akan piknik.

"Sekarang malam minggu, kita piknik."

Kristal menatap Gavin lalu menggeleng. "Ga bisa. Ardi ga akan kasih izin dan gue belum izin sama—"

"Ayah, bunda udah kasih izin. Mereka tahu kalau aku mau memperbaiki hubungan kita," potong Gavin dengan masih berusaha tenang saat nama Ardi lagi-lagi di bawa.

"Hubungan kita udah ga ada harap—"

"Gue bisa jadi setan, Kristal. Lo lebih baik diem!" tegas Gavin begitu mengancam, dingin dan penuh keseriusan.

Kristal pun diam. Gavin yang lembut dan beraku-kamu hilang jelas saja dia harus tahu situasi.

Gavin melajukan mobilnya dengan tenang, tanpa kata hingga keduanya sampai di tempat yang seperti bukit.

Bukit yang tidak terlalu tinggi.

Cuaca hari ini begitu indah, seolah mendukung.

Gavin turun lebih dulu, masih dengan tanpa kata. Kristal jelas canggung. Dia masih marah, tidak mungkin bersuara lebih dulu.

Keduanya sama-sama gengsi. Jelas saja harus ada yang mengalah lebih dulu. Biasanya Gavin.

Gavin terlihat sibuk mengeluarkan barang, wajahnya terlihat datar dengan tatapan tak terbaca.

Kristal berdiri bingung dengan masih memakai seragam, begitu pun Gavin.

Kristal Pawang Gavin (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang