15. Gavin Bucin

15.9K 899 6
                                    

      Gavin menatap ponselnya yang tak kunjung ada pesan masuk dari Kristal. Ternyata pujaan hatinya itu tengah marah. Gavin pun kembali mengabaikan ponselnya.

Gavin hanya berbicara jujur saat itu, Kristal jelas tersinggung tapi memang begitu nyatanya.  Mereka akan di buat mabuk jika sudah terjadi, sekali pun Kristal menolak.

"Luka lo obatin, bro." Gana mendudukan bokongnya di samping Gavin.

Gavin hanya melirik sekilas tanpa merespon. Nyut-nyutan di wajahnya tidak terasa saking kesal masih menguasai jiwanya.

"Kali ini marahan karena apa? Lo kalo berantem kayak setan pasti karena berantem sama Kristal," celetuk Budi yang baru gabung setelah memberi obat anggota gengnya yang terluka.

Budi mendadak menjadi perawat kalau ada bentrok di arena balap.

"Biasa, masalah rumah tangga," balas Gavin datar.

Budi dan Gana saling pandang lalu memutar matanya sebal. Keduanya tidak lagi bersuara dan sibuk pada ponsel masing-masing.

Cukup lama.

"Oh iya, Vin. Minggu depan lo ikut study tour?" tanya Budi.

"Ha? Kata siapa?"

Budi berdecak. "Lo gimana sih! Minggu lalu di umumin waktu beres upacara!" jelasnya.

"Oh."

Budi mendengus sebal.

"Gue pamit ya, urus yang lain," Gana menepuk bahu Gavin dan Budi.

Gavin hanya mengangguk saja, begitu pun Budi.

"Jadi, ikut?"

Gavin menghela nafas lalu menyeka sudut bibirnya yang berdarah sekilas. "Kristal ikut gue ikut. Dia kalau acara rame jarang ikut." jawabnya.

Budi menggeleng samar. "Lo emang bucin Kristal parah!" gumamnya.

***

"Masih marah?" Gavin mengekori Kristal hingga ke dapur.

Kristal masih bungkam. Dia sangat-sangat sakit hati dengan ucapan Gavin.

Gavin memeluk Kristal dari belakang yang sontak Kristal dorong dengan marah. Tatapannya menatap Gavin galak.

"Jangan sembarangan! Di sini bukan hanya ada kita!" amuknya.

Gavin menghela nafas sabar. "Maaf, untuk ucapan aku juga maaf. Lain kali aku hati-hati." di raih jemari Kristal.

Kristal menarik tangannya namun susah dan berakhir pasrah. Masih menekuk wajahnya marah.

"Maaf ya.."

Kristal memalingkan wajahnya, malas menatap wajah Gavin yang babak belur dan belum di obati seolah mengkodenya untuk di obati.

"Mau ikut study tour ga? Sambil kita jalan-jalan lumayan." ajaknya sambil memijat pelan jemari Kristal.

Kristal menghela nafas. "Engga." jawabnya.

Sudah Gavin duga. "Sekali loh ini, pengalaman sebelum nanti sibuk ujian dan praktek." bujuknya.

"Yaudah sana pergi aja ga usah ajak-ajak." sewot Kristal sambil menarik tangannya dari cengkraman Gavin.

Gavin kembali menghela nafas sabar. "Ga mau obatin? Luka loh wajah aku, sayang." di pamerkan wajahnya agar Kristal menatapnya.

"Lo yang cari penyakit jadi obatin sendiri, udah sana!"

"Katanya mau berubah!" Gavin menekuk wajahnya kesal lalu menyambar gelas kasar dan mengisinya dengan air dingin di kulkas Kristal.

Kristal menghela nafas lalu melirik Gavin kesal. "Makanya! Bisa ga sih jangan so jago! Faedahnya apa berantem kayak gitu? Ngotorin muka iy—"

Chup!

Gavin mencium kilat bibir cerewet itu lalu berlalu meninggalkan rumah Kristal.

Bukan omelan yang dia mau, tapi perhatian yang lembut dari seorang pacar.

***

"Ma, Gavin ada?" tanya Kristal.

Terpaksa Kristal mengalah. Dia tidak tenang membiarkan Gavin marah dengan luka di wajahnya. Kristal tidak setega itu.

"Ada, untung kamu dateng. Susah banget di bujuk biar di obatin wajahnya sama si mbo." sebal Yola. "Papanya malah biarin-biarin, kesel mama." curhatnya.

"Kamu obatin, sama kamu pasti nurut. Obatnya minta ke si mbo ya, sayang."

"Iya, ma."

Kristal pun membawa kotak obat ke kamar Gavin dan masuk setelah mengetuk beberapa kali namun tidak di jawab.

"Gue masuk."

Gavin asyik sendiri, melepas pakaiannya tanpa memakai atasan. Dia hanya mengganti celana.

"Obatin dulu." Kristal menepuk sofa hitam yang ada di jaram Gavin.

Gavin melirik lalu mendekati Kristal. "Kenapa harus nunggu gue marah dulu sih?" ketusnya lalu duduk.

Kristal tidak menjawab, dia memilih membuka kotak obat dan meraih beberapa barang yang di perlukan.

Kristal menyentuh kening Gavin beberapa saat. "Pake kaos dulu." titahnya.

"Kenapa? Tergoda?"

Kristal mendengus. "Anget, ntar demam kalau kena AC kenceng kayak gini. Ga dingin apa? Udah sana." usirnya.

"Males. Obatin aja cepet!" kesal Gavin.

Kristal pun mengalah dan mulai mengobati wajah Gavin.

"Ga usah modus!" ketus Kristal saat Gavin mendekat dan memeluk pinggangnya.

Gavin tidak merespon dan tetap pada posisinya.  Kristal pun fokus.

"Ikut ya, sayang. Gue mau jalan-jalan sama lo. Kita naik wahana, pacaran di sana."

"Kita ke tempat sejarah, belajar banyak hal bukan main."

"Kata siapa? Itu hari pertama, berikutnya main kok." jelas Gavin.

"Yaudah, iya." sebal Kristal.

Gavin tersenyum lalu mendekatkan wajahnya serta menarik tengkuk Kristal. Di kecup bibir itu sebagai pembuka lalu selanjutnya dia sesap, kulum dan dinikmati isinya.

Kristal hanya meremas lengan Gavin lalu mendorongnya dengan nafas terengah. "Bibir lo berdarah!" jijiknya sambil meraih tissue dan melap bibirnya mual.

Gavin tersenyum sambil mengusap kepala Kristal. "Besok belanja yuk, buat study tour." ajaknya.

"Ga males."

"Terus beli buku."

"Oke."

"Dasar! Gue bakar juga semua buku! Cemburu ya gue!"

Kristal tertawa pelan mendengarnya, Gavin mengulum senyum lalu memeluk Kristal penuh kasih sayang.

"Cinta banget gue sama lo."

Kristal Pawang Gavin (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang