"Syukurlah, kakak bisa berbahagia bersama keluarganya." Ucap Brianna.
Lalu kembali melangkah masuk, untuk tidur bersama anaknya Adriella.
Caroline, Devano dan Devandra melangkah menuju kamar mereka bersama dan berbaring untuk tidur menunggu hari esok.
Devandra sangat cengeng jika bersama ayahnya, dan sangat berani jika melihat ibunya tersakiti, Laki-laki ini entah apa nasib hidupnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Maaf anna, kakak tidak bisa mengantarmu sampai ke Paris" Ucap Caroline.
"Tidak masalah kak, aku turut berduka cita" Ucap Brianna memeluk tubuh Caroline.
Memang seperti itu biasanya Caroline akan mengantarkan Brianna dan Adriella untuk kembali ke Paris tempat tinggal dia dan suaminya.
Karena senin sampai jumat Brianna dan Adriella akan tinggal di tempat tinggal Caroline, kemudian sabtunya Caroline mengantar mereka berdua bersama Devandra ke Paris.
"Waaa, ga mau, ga mau"
"Hiks, Devan harus ikut bersamaku"
"Devan tidak boleh pergi"
Tangis gaids kecil yang terus menarik Devandra untuk naik ke mobil milik ibunya menuju ke Paris.
"Aku akan segera kembali"
"jangan menarik bajuku"
"Dasar cengeng"
Ejek Devandra, lalu naik ke mobil karena Adriella sudah di gendong ibunya.
"Ella sayang, mommy pergi dulu ya, kakak pergi dulu anna" Ucap Caroline berpamitan.
"Hati-hati kak" Ucap Brianna.
"Hiksss, Devan milikku, jangan di bawa pergi. Waaa" Teriak Adriella dengan tangisnya.
Kaca mobil Devandra turun, membuat Adriella menghentikan tangisnya.
"Dah, cengeng" Ejek Devandra tangannya melambai.
Mobil berjalan dengan Devano yang menjadi sopir, dan di sampingnya Caroline. Sedangkan Devandra duduk di belakang sendiri.
"Waaaaaaa" Teriak Adriella dengan tangisnya yang masih terdengar karena Devandra membuka kaca pintu mobil.
Devandra tersenyum, Devano melihat senyum anaknya dari kaca tengah mobil.
"Kamu senang mengejeknya atau senang karena ucapannya" Tanya Devano, mendengar semua percakapan anaknya.
Caroline menatap keduanya, mereka saling membalas senyum di kaca spion tengah.
"Ada apa dengan kalian" Tanya Caroline merasa aneh dengan tingkah keduanya.
Lagi, Caroline melihat kedunya, saling mengedikkan bahu bebarengan. Mereka berdua benar-benar mirip.
Sampai di bandara ketiganya menaiki jet pribadi milik Devano yang sudah di siapkan.
Sudah beberapa jam berlalu, dan mereka sudah sampai di negeri singa yaitu Singapore.
Caroline memperhatikan sekitarnya, kenangan lama yang tidak akan ia lupakan.
Negeri kelahirannya, tempat ia di bohongi dan sekarang ia menginjakkan kaki di tempat itu lagi.
Ketiganya berjalan menuju mobil yang sudah di siapakan dan di kendarai oleh Devano sendiri.
Mereka sampai di sebuah mansion besar di tengah hutan, itu bukan mansion milik Devano, dan Caroline tidak tahu itu mansion milik siapa.
Masuk ke dalam pekarangan, dapat di lihat banyak mobil dan juga bodyguard yang berjaga.
Caroline, Devano dan Devandra keluar dari mobil, dan melangkah masuk kedalam.
Wangi bunga dan suasana yang sepi menyelimuti ruang tengah tersebut.
Ada sebuah peti dan di atasnya terdapat foto nenek tua yang Caroline kenal.
Caroline melangkah, ketika melihat tubuh kakek tua yang terlihat rapuh.
"Kakek" Panggil Caroline, tangannya langsung memeluk Sang kakek.
Pandangan para pelayat lainnya memperhatikan Caroline, siapa yang berani dan begitu dekat dengan seorang bos mafia hebat yaitu Demian.
"Cucuku" Panggil Demian, tangannya membalas pelukan Caroline.
Pandangan Demian mengarah ke sosok di belakang Caroline yang terlihat kecil dan garang.
Pelukkan keduanya terlepas.
"Apa dia cicit ku? " Tanya Demian pada Caroline.
Caroline menganggukkan kepalanya. Melihat Demian yang tadinya sedih sekarang terlihat tersenyum.
Kaki Demian melangkah, berjongkok di hadapan Devandra.
"Siapa anda" Tanya Devandra.
Demian menunjuk dadanya sendiri.
"Aku kakek buyutmu" Ucap demian.
Tangannya berubah menunjuk Devano.
"Dia cucuku" Ucapnya lagi.
Kemudian tangannya membelai pipi lembut Devandra.
"Dan kamu cicit ku" Ucap Demian.
Devandra berbalik, menatap ayahnya di belakang.
"Apa itu cicit dad" Tanya Devandra.
"Generasi ketiga" Ucap Devano.
"Oh itu" Ucap Devandra mengerti.
Padahal Caroline tidak paham dengan ucapan keduanya. Mereka ayah dan anak yang aneh.
"Boleh aku menggendong mu" Tanya Demian pada Devandra.
Devandra menatap ibunya, dan Caroline mengangguk.
"Tentu saja, kakek buyut" Ucap Devandra.
Demian menggendong Devandra mendekati peti, membuat orang yang penasaran berkerumun membukakan jalan.
Sampai di depan peti demian tersenyum.
"Sayang, ini cicit yang aku ceritakan. Dia begitu mirip dengan ayahnya, bukankah begitu" Ucap Demian dengan sendu menatap foto istrinya.
Tiba-tiba Devandra meminta untuk turun dari gendongan Demian, kakinya melangkah semakin dekat dan menyentuh peti tersebut.
"Halo nenek buyut, ini Devan. Devan tahu nenek buyut sudah berada di tempat yang indah, nenek buyut tidak perlu khawatir. Karena Devan akan menjaga dan merawat mommy, daddy dan kakek buyut. Nenek buyut bisa beristirahat dengan tenang. " Ucap Devandra.
Demian yang mendengar hal tersebut, meneteskan air matanya, bukan karena sedih ia hanya terheran anak sekecil itu sudah mengerti arti kematian.
Pemakaman di lakukan, suasana yang sendu dan sedih mengiringi pemakaman yang di hadiri banyak orang.
Seiring berjalannya waktu, proses pemakaman selesai dan semua orang kembali ke rumah masing-masing.
Termasuk Demian yang masuk ke mansion miliknya dan di ikuti Devano, Caroline dan Devandra.
Karena Demian yang meminta ketiganya untuk tinggal dulu di mansion miliknya.
Ketiganya yang melihat kesedihan masih berada pada wajah Demian, menerima tawaran tersebut.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Voment yukkk
Lope euuu
24/09/22
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Sang Mafia 2 (21+) [END]
Romansa[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA] Area 21+ Bahasa Vulgar. Adegan Dewasa Penyiksaan dan Bunuh diri. Mohon Bijak dalam memilih bacaan. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ "Mom, jangan menangis. Aku akan memukul pria tua itu supaya tidak menggangu kita" Begi...