6| Deg - degan

21 3 0
                                    

Hari masih petang namun ponsel Nadhira terus berbunyi 'ting - tung - ting - tung' sejak tadi. Dengan malas Nadhira meraih ponselnya yang ia letakkan di kusen jendela kamarnya - posisi kasur Nadhira mepet sama letak jendela kamarnya.

Sebelum melihat notifikasi apa yang barusan masuk dan mengganggu tidurnya. Nadhira sempatkan melihat jam di ponselnya itu, jam menunjukkan pukul setengah empat pagi, azan subuh pun belum waktunya. Namun ponselnya sudah meraung - raung mengganggunya.

Nadhira berdecak tapi ya tetap mengecek pesannya, yang ternyata suara notifikasi yang berisik itu berasal dari pesan yang Je kirim. Lelaki itu memberondongnya banyak pesan yang nggak berguna menurut Nadhira... kenapa lelaki itu terlalu memikirkan hal sesepele itu sih?

Meskipun enggan karena rasa kantuknya, tapi Nadhira harus segera membalas jika tidak, Je akan terus membombardir pesan tanpa gentar ke Nadhira.

Karena Nadhira nggak mau membuang waktu dengan mengetik alhasil gadis itu langsung mendial nomor Je dengan sekali klik...

"Raaaaa" rengekan Je di seberang sana yang disambut dengusan lelah oleh Nadhira.

"Nggak usah lebay Je,"

"Tapi... Aku butuh referensi dari kamu." Je masih dengan sikap yang membuat Nadhira capek.

"Skripsi kali - ah butuh referensi," ucap Nadhira yang diiringi decakan.

"Aku serius loh Ra, you know kan, ini pertama kalinya tante..."

Dengan lugas Nadhira menjawab, "Oke, oke... Sekarang kamu maunya aku gimana?"

"Jawab pesan aku ke kamu tadi,"

"Bilang aja sekarang biar aku jawab langsung,"

"Pertama... Aku bagusnya pakai baju apa?"

"Apa aja Je, yang buat kamu nyaman, Ibu tahu kamu ganteng jadi pakai apa aja pasti cakep." Jawaban Nadhira nggak memberikan pencerahan melainkan menggelapkan otak Je yang lagi buntu untuk diajak berpikir.

"Nggak gitu maksud aku Ra... Maksud aku selera tantenya gimana?"

"Ibu nggak ngerti fasion Je, kamu pakai yang menurutmu keren aja deh," jawab Nadhira.

"Pakai tuxedo?" tanya Je seperti anak kecil dengan rasa penasaran yang tinggi,

"Kita nggak lagi rapat direksi Je, kamu ke kantor aja jarang pakai tuxedo kan?" jawaban Nadhira yang diterima Je tidak memuaskan sehingga Je menyambutnya dengan helaan napas gusar untuk kesekian kali.

"terus apa dong? Pakai kemeja putih?"

"Kamu lagi nggak magang kerja Je," sekali lagi Je capek denger jawaban Nadhira yang nggak memberikannya pencerahan sama sekali.

"Ya terus gimana?"

"Oke, aku bakalan kasih pendapat aku lewat chat, kalau lewat telepon gini ujung-ujungnya aku bakalan omelin kamu." ucap Nadhira pada akhirnya.

"Baiklah, tapi yang benar lo Ra."

"Iya Je,"

"Aku serius Ra,"

"Iya iya, wedine leh."

"Nggak usah bercanda — soalnya Nadhira pakai bahasa jawa, biasanya kalau ngomong gitu Nadhira sedang menggoda Je."

"Iya Je, iya!"

"Beneran loh Ra?!"

"Ya Gusti... Iya Je. Udah ya aku matiin teleponnya. Lanjut tidur bentar baru aku kirim list yang kamu tanya tadi." nggak mau menunggu Nadhira langsung mematikan panggilannya karena jika tetap tersambung pasti Je akan protes di sebrang sana.

Another World - Wilujeng TepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang