Jang keno napa siran, kula tresnan marang sampean
– Nadhira S.A.
***
"Mas Je mana, Dhir?" Tanya Ibu yang baru saja pulang dari masjid.
"Mandi, Bu." Jawab Nadhira.
"Mas Je sampun, dhahar?" (Mas Je sudah makan?)
"Belum, tak suruh nggak mau katanya nunggu Ibu," jawab Nadhira.
"Loh piye to? ora mbok kon dhahar sek Dhir." (Gimana sih kamu, kenapa nggak disuruh makan dulu)
"Sampun Bu! tapi dia nggak mau katanya mau makan bareng Ibu."
Ibu tak menyahut lagi, lalu Ibu berkata, "Mbakmu nanti mau tidur sini."
"Lah tumben? biasanya juga tidur sana – rumah mertua."
"Ya Wis ben to, pengen turu omah kok ora entuk." (Ya nggak apa - apa, mau tidur di rumah kok nggak boleh).
"Nggak gitu, Bu – maksudnya, tumben aja gitu loh..."
"Ora nembe gegeran kan? karo mas Nuo." Ujar Nadhira menebak, karena biasanya memang seperti itu.
"Ngawur!" Ibu menyahut dengan sedikit emosi.
"Yakan menawane Bu." Ujar Nadhira dengan sejuta prediksinya. (Aku barangkali Bu)
"Wis lah ora usah ngomong sing ora - ora." (Nggak usah yang nggak - nggak Dhir)
"Aku ndak ngomong aneh bu. Cuma menebak saja, kan biasanya gitu hehehe."
Ibu menatap Nadhira dengan tatapan yang menghujam karena ucapannya.
***
Makan malam sudah, mandi juga sudah, waktunya Je pamitan pulang karena malam semakin larut. Nggak baik juga dilihat tetangga – julid Nadhira yang pasti sudah memantau Je sejak tadi pagi...mungkin.
"Mau pulang sekarang, Je?" tanya Nadhira kepada Je yang sejak tadi sudah grusak - grusuk merapikan pakaian kotornya.
"Iya Ra, sudah malam."
"Oke, mau bawa untuk yuyu ndak?"
"Untuk yuyu – emang ada?" tanya Je dengan raut bingung namun juga senang.
"Ada, Ibu barusan beli...spesial untuk mas Je katanya."
"Harusnya nggak perlu, kan aku hampir setiap hari kemari."
Nadhira mengedikan bahunya, "pipi kamu merah, Je. Salbrut ya?" ujar Nadhira menggoda Je, yang ditanya malah semakin bersemu pipinya.
"Je? hati amankan?"
Je mengangguk, "iya, tapi rasanya sedikit hangat di sana." ujarnya sambil menunduk.
"Je – Je, dibiasakan dong. Kan harusnya sudah bukan termasuk hal langka lagikan?""Inginku seperti itu, tapi faktanya hatiku selalu meledak ketika mendapatkan apapun dari Ibu." Nadhira terkekeh.
"Rasanya aku ingin segera melamarmu Ra."
"Lah?! apa hubungannya?"
"Kan dengan seperti itu aku akan cepat menikahimu lalu tinggal bersama kamu dan Ibu. Pasti aku bakalan happy everyday."
"Aamiin, semoga doa tulusnya segera terlaksana. That you know, Ibu masih butuh waktu untuk ke sana."
"I know, dan aku akan tetap berjuang. So, don't worry yeah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World - Wilujeng Tepang
FantasyHidup ini bisa diibaratkan seperti pancaroba... musim tahunan yang nggak bisa tertebak. Kalau kata orang jawa 'ujuk - ujuk kok ngene, padahal jane rendengan kan udan kok malah panas ngetang - ngetang.' Hidup juga seperti itu - inginnya bahagia sampa...