8|Badai berwarna

29 3 3
                                    

Nadhira pikir makan bersama gagasan Ibu untuk syukuran klinik baru Mbak Ai hanya untuk keluarga inti saja. Keluarga inti yang dimaksud Nadhira yaitu dia, Ibu, Mbak Ai dan Mas Nuo (suami mbak Ai). Tapi nyatanya praduga Nadhira salah karena yang hadir bukan hanya yang dimaksud Nadhira melainkan ada Budhe Patri dan Budhe Ning. Kalau Budhe Ning wajar aja sih Soalnya rumahnya sebelahan sama rumah Nadhira, tapi kalau Budhe Patri? Kan rumahnya cukup jauh jadi untuk apa datang sih?

Nadhira bete! Bukannya apa, para Budhe-nya Nadhira nih suka ikut campur sama kehidupan pribadinya dan pastinya Ibu akan kebawa sama omongan para Budhe apalagi sekarang ada Je, pasti bakal ada huru - hara ditengah acara nanti.

Dan yang menyebalkannya lagi adalah Qatar juga datang, Nadhira makin kesal pasti bakal ada obrolan tentang membandingkan nanti.

Nadhira melirik ke arah kakak perempuannya, dengan tatapan mengintimidasi. Yang hanya ditanggapi Aisha dengan gerak mengendikkan bahu, Nadhira pun mendengkus kesal akan hal itu.

Je yang merasakan rasa kekhawatiran Nadhira pun menenangkan gadisnya dengan, "nggak apa - apa Ra, aku baik - baik saja." Je ngomong hampir tidak ada suaranya, tapi Nadhira bisa menangkap apa yang diucapkan Je.

Tapi Nadhira yang sudah masuk dalam kategori jengkel pun menyahut dengan suara yang sengaja dikeraskan, "tapi aku yang nggak baik - baik aja Je." Je yang di samping Nadhira pun mencoba menenangkan dengan mengelus punggung tangan gadisnya itu.

"Nggak usah diperpanjang, yang ada nanti makin runyam," Je memberi nasihat pada Nadhira agar tak tersulut emosi. Gadis itu memang susah mengontrol emosi jika menyangkut dengan hal yang membuat dirinya nggak nyaman.

Nadhira bangun dari duduknya, dan menghampiri kakaknya yang sedang membuat teh hangat di dapur.

"Mbak?" panggilnya, yang hanya dijawab oleh Aisha dengan dehaman saja. "hem?"

"Katanya cuma makan keluarga mbak? Kok jadi merembet sih?" protes Nadhira pada sang kakak.

"Lo pikir mereka — para budhe, tuh bukan keluarga?"

Nadhira berdecak, "dih nggak gitu maksud gue mbak, pasti nanti budhe pat bakal giring topik kayak waktu itu."

"Nggak lah, Ibu pasti udah memberi penjelasan pada Budhe, Dhir. Nggak mungkin Ibu memangsakan Jeden pada Budhe Pat, Ibu nggak setega itu ih. posthink aja Ibu melakukan ini dengan harapan mengenalkan Je pada keluarga, itu artinya Ibu sudah menerima Je."

Mendengarkan rentetan penjelasan kakaknya, Nadhira masih belum tenang karena dua Budhenya itu suka sekali mengomentari kehidupan pribadinya, dan Nadhira nggak suka dengan itu.

"Gue nggak yakin mbak, gue nggak pake kerudung aja jadi bahan omongan apalagi soal Je kan? Bukannya lo juga —" dengan cepat Aisha menukas, "gue nggak bakal ikut campur sama keputusan lo Dhir, dulu... emang iya. Tapi sekarang udah nggak karena gue yakin otak keras kepala lo bisa memilih dan membedakan yang baik dan benar, apalagi ini hidup lo sendiri."

"Tapi tetap aja mbak, gue khawatir kalau Budhe pat bakal ngomong sesuatu yang mungkin bisa melukai hati Je. Apalagi ada si Qatar — kenapa sih lelaki itu datang ke sini?" ujar Nadhira masih terselubung emosi.

"Sabar atuh, nggak usah emosi gitu. Tadi gue yang nyuruh dia ke sini, soalnya tas gue ketinggalan—"

"Mbak sih, pake nyuruh dia ke sini." ujar gadis itu memotong ucapan kakaknya yang belum selesai.

Aisha menghela napasnya, "dengerin dulu penjelasan mbak, Dhir." waduh kalau udah kayak gini Nadhira nggak berani ngomel lagi.

"Oke, gue bakal dengerin."

"Gue cuma nyuruh Atar nganterin tas gue yang ketinggalan, karena setahu gue dia ada jadwal jaga siang yang otomatis baru datang untuk mengisi daftar kehadiran, alias dia masih free, tapi bukan maksud gue mengajak untuk dia gabung. Karena jaga siang harus datang dua jam sebelum jadwal. Ya gue kira dia nggak akan tinggal, langsung balik ke rumah sakit, lo tahu kan jarak rumah sakit lumayan jauh dari rumah." Nadhira mengangguk lalu Aisha melanjutkan, "jadi gue nggak nyangka dia bakal terima tawaran Budhe pas di ajak join makan siang bersama."

Another World - Wilujeng TepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang