Apapun akan kutempuh demi kamu dan Ibu
– Je Jung.
****
Nadhira sedang sibuk dengan setumpuk pekerjaannya yang belum dipegang sama sekali selama kegiatan agustusan kemarin. Sehingga saat ini dia ingin mengebut untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah melambai sejak beberapa waktu lalu. Makanya ia menginap di rumah Je agar pekerjaannya segera usai. Andai dibawa pulang pasti hanya akan menjadi wacana saja. Apalagi Nadhira adalah tipe orang yang menganut paham metode Bandung Bandawa yaitu sistem kebut semalam.
Jadi ia harus mengabari sang Ibu jika malam ini ia akan menginap di rumah Je.
"Samlekum,bu?" Ujar Nadhira dari panggilan teleponnya pada Ibu.
"Waalaikumsalam, tuman nek salam mbok ya sing bener to wuk," jawab Ibu sambil mengingatkan. (kebiasaan, kalau salam yang betul dong nak).
"Muehehe, sepurane Bu tak baleni wis, assalamualaikum Bu." (maaf bu, ya udah tak ulangi lagi)
"Mosok ya kudu diilengke terus to – waalaikumsalam," ujar Ibu yang tak lelah mengingatkan Nadhira dan menjawab ulang salam anaknya. (masak iya harus selalu diingatkan)
"Mbak jadi ke rumah ndak?"
"Iya, ini sudah di rumah. Kenapa?"
"Syukurlah, aku mau nginep di rumah Je malam ini."
"Tumben? kerjaannya banyak po?" tanya sang Ibu. Yang di jawab Nadhira dengan jawaban yang sungguh audzubillah, yaitu "mau nyicil bayi bu, biar cepat dapat restu dari Ibu."
Je yang sejak tadi diam duduk di sofa di belakang Nadhira pun dengan lugas menyambar, "nggak bu! Jangan dengarkan Nadhira."
"Benar Bu, aku nggak bohong. Je aja udah menyiapkan obat kuat kok."
"Ra! nggak usah ngada - ngada!" Emosi Je memuncak karena ulah Nadhira yang nggak kira - kira itu. Je tidak mau becandaan Nadhira dianggap serius oleh Ibu.
Nadhira nggak merespon, dia malah tertawa keras yang membuat Ibu langsung menjauhkan telepon dari telinganya supaya nggak pecah karena suara tawa putrinya itu.
Selesai Nadhira tertawa sang Ibu membuka suara lagi, "terserah kamu, kamu sudah besar dan sudah tahu risiko, baik - buruknya kehidupan itu gimana. Ibu mah hanya mendoakan yang terbaik untuk kamu, Dhir."
"Ibu ih, serius amat. Aku cuma bercanda."
"Tapi bercandaan kamu nggak lucu, Dhir. Untungnya Ibu percaya sama Mas Je — ibu yakin dia bukan pria seperti itu."
Je yang mendengar ucapan Ibu pun tersenyum, karena happy atas perasaan – kepercayaan Ibu kepadanya.
"Yawis, maaf ya Bu."
"Jadi alasannya apa?"
"Kerjaannya lagi banyak, dan aku malas bawa kerjaan pulang – nanggung, makanya aku menginap."
"Oke kalau gitu, hati - hati di sana. Ibu pegang janji kamu ke Ibu."
"Iya, yawis aku tutup ya?"
"Iya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam Bu."
Setelah panggilan selesai pun Nadhira langsung disambut tatapan maut Je. Je sudah siap untuk mengomeli Nadhira.
"Kamu tuh ya! suka sekali membuat orang panik dengan ucapanmu."
Nadhira nyengir, "ya maaf Je."
"Lagian ada - ada saja, nanti kalau Ibu jadi menjauhi aku lagi gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World - Wilujeng Tepang
FantasiaHidup ini bisa diibaratkan seperti pancaroba... musim tahunan yang nggak bisa tertebak. Kalau kata orang jawa 'ujuk - ujuk kok ngene, padahal jane rendengan kan udan kok malah panas ngetang - ngetang.' Hidup juga seperti itu - inginnya bahagia sampa...