6 : Pengakuan Ayah

33 4 0
                                    

Setetes air bening meluruh dari pelupuk mata. Diresapinya sembilu yang telah sangat lama bersemayam. Memendam kerinduan yang teramat dalam dari raga yang justru dekat. Namun, tidak dengan hatinya. Segenap kepalsuan mereka terasa sangat menyesakkan dada, usai matanya menyaksikan keajaiban luar biasa saat pengumuman juara prestasi tadi.

Alpha perlahan-lahan mendekati keluarganya; ibu, ayah, adik, dan kakak perempuannya. Terlihat, ia memandangi mereka satu per satu sembari meyakinkan diri, bahwa apa yang di depannya bukan mimpi. Setelah hatinya mantap, lantas ia pun berpelukan dengan keluarganya sembari menangis haru. Semua orang yang menyaksikannya pun ikut terharu dan ada yang sampai mengelap air matanya dengan sehelai tisu.

"Alhamdulillah," ucap Tuan Pratama, yang akrab disapa Tama, mengawali pembicaraannya di depan panggung, usai Alpha menerima reward-nya. "Saya sangat bersyukur kepada Allah, karena telah menghadirkan Alpha dalam keluarga kami."

"Perlu Bapak, Ibu, Ustaz-Ustaz, dan anak-anak ketahui, setelah Alpha pergi dari rumah, kami merasa sangat kehilangan sekali. Dia anak kedua keluarga kami, yang karakternya sopan dan rajin membantu orang tuanya, kakak, dan adiknya juga. Kami merasa sangat-sangat sedih, terluka, marah, dan juga benci karena Alpha memilih menjadi seorang Muslim. Tapi, kami tidak bisa bohong, kalau kami sangat merindukannya."

"Beberapa waktu lalu, saya kepikiran hal yang tidak pernah saya pikirkan selama tiga tahun ke belakang ini. Saya mencari tahu lebih dalam soal Islam, karena saya penasaran, 'kok bisa sih anak kedua saya memilih Islam dan meninggalkan keluarganya?' Tak disangka, rupanya itu merupakan jalan sampainya hidayah untuk saya. Semakin lama mengenal Islam, saya semakin mantap untuk memeluk Islam."

"Jujur, berat sekali ketika saya mau menyampaikan ini kepada anak dan istri saya. Tapi, saya tetap memberanikan diri. Ternyata, ketika saya menyampaikan hal tersebut, istri saya, dan dua anak saya yang lainnya mengatakan hal serupa seperti saya, mereka juga ingin menjadi Muslim. Bahkan, mereka sudah dari jauh-jauh hari mencari tahu soal Islam."

Aliya sangat tersentuh dengan pernyataan yang disampaikan Tama di tengah-tengah acara perpisahan tadi. Sangat luar biasa. Aliya sangat takjub dengan Rahman dan Rahiimnya Allah. Alpha, tak lagi merasakan pilu atas pengusiran yang pernah dilakukan orang tuanya.

"Kami mencari tahu keberadaan Alpha ke mana-mana, sampai pada akhirnya, marbot di masjid kota kami mengatakan, kalau Alpha dibawa oleh Ustaz Malik ke sini. Masyaallah, ternyata Ustaz Malik bisa mendidik anak saya dengan baik, bahkan setibanya di sini, saya dengar, anak saya mendapatkan beasiswa kuliah ke Malaysia."

"Ya, harapan kami untuk ke depannya, Ustaz Malik dan Ustaz-Ustaz lainnya, bisa membimbing kami juga untuk menjadi seorang Muslim yang lebih baik lagi," harap Tama.

Putih bersih, dan lembut seperti kapas. Begitu besarnya pengaruh cinta tulus sebuah keluarga, sampai-sampai satu keluarga bisa berislam secara bersamaan.

Doa Alpha telah dikabulkan-Nya.

"Mengapa hati orang tuaku begitu keras, ya Allah? Tolong lunakkan hati mereka, wahai Engkau yang memegang setiap hati manusia!" pinta Aliya dengan lirih.

Aliya tak mau menyerah. Atas berkat rahmat-Nyalah, Aliya bisa selalu meyakini, bahwa keajaiban yang dia inginkan pasti akan datang.

"Innakas-sami'ud-du'a."

...

Setelah salat zuhur, ada acara-acara hiburan yang ditampilkan oleh para santri. Dari apa yang dibacakan oleh pemandu acara, hiburan-hiburan di acara perpisahan ini, ada video hasil kreativitas anak-anak estetika, penampilan nasyid, puisi, drama, bela diri, dan lain sebagainya.

Tampilan video karya anak-anak Estetika, biasanya paling banyak diminati penonton setiap tahunnya. Sebab, editan-editan yang ditampilkan di dalamnya, sekaligus isinya, selalu membuat takjub setiap mata. Angkatan tiga yang telah resmi lulus itu, duduk rapi di kursinya, sembari menatap lurus ke layar putih di panggung.

Di samping itu, para orang tua tengah melakukan parasmanan. Parasmanan ditata oleh pihak pesantren, dengan bagian untuk akhwat di sebelah kanan, dan ikhwan di sebelah kiri.

Kembali ke area panggung, semua orang bersorak gembira dan bertepuk tangan ketika opening video telah berputar.

"Tahun lalu, ana yang bikin ini bareng tim. Sekarang, jadi penontonnya. Gak kerasa deh," tutur Ghani.

Semua orang menyaksikannya dengan seksama. Di dalam video itu, bukan hanya berisi harapan untuk kakak-kakak yang telah lulus. Di dalamnya, juga terdapat satu per satu foto dari angkatan tiga yang disertai keterangan masing-masing tentang dirinya.

Usai menonton bersama, sebagian dari mereka ada yang masih menonton, dan sebagian lainnya ada yang beranjak untuk melakukan parasmanan. Perut mereka telah didemo oleh para cacing di perut.

"Al," panggil Alvin.

"Apa, Vin?" tanya Aliya melihat Alvin menghampirinya.

"Ayah sama ibu lo ke mana? Gue tadi ke deket kolam, cuma nemu adek-adek lo bertiga doang."

Apa Mamah sama Ayah lagi ngobrol sama Om Fatan? batin Aliya. Namun, ketika ia melirik ke sekitar, justru ia menjumpai keluarga Fatan tidak sedang bersama dengan orang tuanya.

"Em, Alvin ada perlu?" tanya Aliya.

"Iya, hehe. Mau ngasih jam tangan buat Ayah," jawab Alvin bahagia.

Kalau dia tau, ayah tidak tulus menyayanginya, dia pasti tidak akan sebahagia ini, batin Aliya sedih.

"Rahma, Sabila, aku anter Alvin dulu cari Ayah, ya," izin Aliya.

"Jug," balas Rahma (jug = silakan).

"Mangga," balas Sabila.

Aliya dan Alvin pun memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke area parkiran. Mungkin saja, pasutri itu tengah tidur atau bersantai di dalam mobil.

"Aku gak nyangka, ternyata kamu murahan!"

Suasana parkiran yang sepi, membuat bentakan tersebut terdengar sangat jelas. Alvin dan Aliya pun jadi saling pandang satu sama lain, karena mereka sama-sama merasa tak asing dengan suara tersebut.

"Aku bisa jelasin, Mas! Tapi, tolong, kamu jangan hina aku kayak gitu!"

Alvin dan Aliya bergegas menghampiri mereka berdua yang tengah disulut emosi. Raut wajah Denian terlihat sangat kesal, sedangkan Vina terlihat tengah bersedih sekaligus terlihat tegang.

"Halah, mau alasan apa?! Udah jelas kamu tuh selingkuh!"

Ya Allah, apa ini? batin Aliya yang rasanya remuk seketika. Selain kasih sayang palsu orang tuanya, sekarang ia harus mendapat kabar kalau ibunya selingkuh?

"M-Mamah ...?" lirih Aliya. Tolong, kuatkan aku, ya Allah! Pasti akan ada jalan keluar terbaik, hamba yakin itu! lanjut Aliya memohon di dalam benaknya.

"Aliya? Ini, em ... ini bukan apa-apa kok, Sa-"

"Udahlah, Vin!" bentak Denian yang membuat mereka bertiga terperenjat. "Cukup, pura-puranya! Aku aja udah capek, pura-pura baik terus sama DIA!" lanjut Denian yang mengakhiri ucapannya sembari menunjuk tepat di depan wajah Aliya.

Spontan saja, hati Aliya hancur berkeping-keping detik itu juga. Meski, ia sudah tahu sejak lama tentang kepura-puraan itu, tapi mendengarnya secara langsung ternyata memiliki efek menyakitkan yang lebih dalam.

Terlebih lagi, di sampingnya ada Alvin. Semua tembok ketegaran dan topeng dustanya, sekarang sudah roboh dan tersingkap.

"Pura-pura ...?" lirih Alvin yang kemudian melirik Aliya yang sedang bergeming dengan tatapannya yang kosong.

***

Garut, 25 Agustus 2022

Sudah panas dan mengandung bawang nih, Gaes🥺🥲

Semoga Aliya bisa selalu kuat, yaa:")

DUA PINTU SURGA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang